Tak Sekadar Soal Bisnis Keputusan Putera Sampoerna melepaskan sahamnya dianggap wajar. Memang tidak mudah mendapatkan pembeli seperti Philip Morris yang berani membeli HMSP dengan harga begitu mahal.
Kun Wahyu Winasis, Agus M. Yozami, Dikky Setiawan, dan Priyanto Sukandar Keputusan Putera Sampoerna menjual sebagian saham PT Hanjaya Mandala Sampoerna (HMSP), bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai tindakan gila. Maklum, perusahaan rokok nomor tiga terbesar di Indonesia itu nyaris tak punya cacat. Penjualan bersihnya selalu menunjukkan peningkatan yang berarti. Jika pada tahun 2003 nilainya baru Rp 14,6 triliun, tahun lalu angkanya naik menjadi Rp 16,7 triliun. Walhasil, laba bersih yang berhasil dikantongi perusahaan itu ikut meningkat tajam. Sampai kuartal ketiga 2004, untung bersih yang diperoleh HMSP mencapai Rp 1,7 triliun, melesat jauh dibandingkan peruntungan selama tahun 2003 yang hanya Rp 1,4 triliun. Sementara, dari sisi bisnis inti, penjualan rokok selama tahun 2004 juga tidak mengecewakan. Total jenderal, HMSP sukses menjual rokoknya di pasar domestik sebanyak 41 miliar batang, naik dari jumlah tahun sebelumnya yang ”hanya” 36,5 miliar batang. Sudah begitu, utang bersihnya pun relatif kecil—dan inilah yang membuat fundamental HMSP kokoh. Sampai akhir tahun 2004, nilainya hanya sekitar Rp 1,5 triliun (US$ 160 juta). Lantas apa yang menjadi masalah sehingga Putera nekat menjual ladang emasnya? Sejauh ini, masalah tersebut memang belum banyak terungkap. Soalnya, transaksi itu hanya melibatkan segelintir orang. Sampai-sampai Michael Sampoerna—anak lelaki Putera yang menjadi Presdir HMSP—juga ”mengaku” tidak tahu-menahu. Dan seperti sudah ”janjian”, pihak Philip Morris pun cukup pintar menyembunyikan rahasia itu. Memang, sebulan silam, TRUST sempat mendengar kabar rencana penjualan 40% saham tersebut. Tapi, selain dibantah oleh Philip Morris dan pihak Sampoerna, validitas informasi itu juga dianggap terlalu rendah. Maklum, seperti dikatakan banyak analis, hampir tidak ada alasan bagi Keluarga Sampoerna untuk menjual harta warisan keluarga itu. Sehingga, informasi tadi pun menguap. Makanya, ketika muncul berita ihwal transaksi tersebut, publik langsung gempar. Khalayak kaget bukan hanya lantaran pelepasan saham oleh Putera Sampoerna tadi, tapi juga terperangah oleh harga yang ditawarkan Philip Morris. Sebab, menurut sejumlah analis pasar modal, harga pembelian itu sangat fantastis. Soalnya, harga Rp 10.600 per saham menunjukkan bahwa PER-nya (harga saham dibandingkan keuntungan per saham) mencapai 19 kali. Dengan kata lain, harga saham HMSP dihargai sangat mahal. Bandingkan dengan rata-rata PER saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang hanya 11-13 kali. Jadi, jika menyimak besarnya nilai yang ditawarkan Philip Morris, rasanya kita bisa memahami langkah generasi ketiga Keluarga Sampoerna itu untuk menjual sahamnya. Menurut seorang analis, mendapatkan pembeli yang nekat seperti Philip Morris bukanlah perkara mudah. Betul, bagi produsen Marlboro tersebut, angka US$ 2 miliar (Rp 18,6 triliun) untuk 40% saham Sampoerna itu boleh jadi relatif kecil, setidaknya jika dibandingkan dengan penjualan bersih mereka yang mencapai US$ 39,5 miliar pada tahun lalu. Namun, bagi pengusaha domestik seperti Putera Sampoerna, angka itu jelas luar biasa. Lagi pula, tak ada jaminan bahwa harga HMSP bakal terus melesat. Oleh sebab itu, tidak sedikit yang memuji keputusan yang cukup menggemparkan itu. Menurut seorang bankir, secara bisnis, transaksi tersebut jelas menguntungkan, setidaknya jika dihitung dari harga riil HMSP. Sebelum krisis, tatkala satu dolar AS hanya dihargai Rp 2.000-an, market value 100% HMSP hanya sekitar US$ 4 miliar. Nah, jika kemudian Philip Morris datang dengan harga US$ 5,2 miliar untuk 100% saham, jelas hal itu sangat menggiurkan. Apalagi nilai satu dolar AS dihargai di level Rp 9.365. ”Itu merupakan keputusan yang brilian,” ujarnya. Beberapa analis yang dihubungi TRUST juga menilai keputusan itu cukup logis. Betul, pasar rokok Tanah Air masih cukup menjanjikan. Namun, pertumbuhannya sudah tidak terlalu cepat. Jangan lupa, makin ketatnya peraturan tentang ketentuan merokok juga bisa mengurangi konsumsi rokok dalam jangka panjang. Yang menarik, sebuah sumber di HMSP menyebutkan bahwa alasan bosnya melepas sahamnya itu lebih dikarenakan faktor kepercayaan. Sebagai warga keturunan Tionghoa, keluarga itu cukup percaya bahwa bisnis keluarga akan hancur di tangan generasi ke empat. Nah, kebetulan, Michael Sampoerna merupakan generasi keempat. Seperti diketahui, kerajaan bisnis Sampoerna dirintis oleh Liem Seeng Tee pada tahun 1913 dengan nama Handel Maastchapij. Salah satu produknya adalah Dji Sam Soe. Lalu, generasi kedua, yaitu Liem Swie Hwa dan Liem Swie Ling atau Aga Sampoerna (ayah Putera Sampoerna), melanjutkan bisnis keluarga yang sudah berganti nama menjadi PT Hanjaya Mandala Sampoerna (1949) itu. Baru kemudian Putera masuk di tahun 1990. Setelah hampir 12 tahun meniti karir di Sampoerna dan menjadi orang nomor satu, pada tahun 1999 tiba giliran generasi keempat, Michael, untuk masuk. Dan pada tahun 2001, anak muda itu resmi menjadi orang nomor satu. Setelah empat tahun dipimpin Michael, kinerja HMSP makin mencorong. Kendati demikian, kata si sumber, sang ayah rupanya punya penilaian lain. ”Daripada hancur di generasi keempat, lebih baik dijual saja. Ini soal kepercayaan,” katanya. Kepercayaan model begini, kalau benar dipegang Putera, memang sulit dikejar oleh nalar. Tapi, biar bagaimanapun, fakta telah bicara dan Putera sudah menjual harta warisannya. ”Michael sampai menangis mendapat kabar itu,” tutur si sumber. ”Dia baru tahu hari Minggu lo,” katanya lagi. RP 18,6 TRILIUN MAU DIAPAKAN? Transaksi tersebut tidak hanya menguntungkan Putera Sampoerna, tapi juga membuat banyak investor publik yang memiliki saham HMSP di pasar seperti ”ketiban pulung”. Bayangkan, setelah ditutup di level Rp 8.850 (10 Maret), tiba-tiba pada hari Senin (14 Maret) lalu harganya langsung melonjak 18,07% hingga Rp 10.500 per saham. Makanya selama sepekan kemarin saham HMSP cukup ramai ditransaksikan. Apalagi Philip Morris berniat melakukan tender offer terhadap sisa saham yang ada. Karena itu, menurut Alfiansyah, analis Sinar Mas Sekuritas, investor yang memiliki saham ini sebaiknya melakukan hold dulu. Soalnya, kendati kelak tender offer dilakukan, pasti harganya akan melonjak, setidaknya di kisaran Rp 10.600 per saham. ”Cara terbaik adalah memegang saham ini dulu. Apa pun yang terjadi, investor akan tetap diuntungkan,” ujarnya. Hal senada juga diungkapkan Krisna Dwisetyawan, Kepala Riset PT Caturpilar Investama. Katanya, andaikata tender offer dilakukan, Philip Morris tetap berketetapan hati untuk tidak meninggalkan bursa (go private). Nah, jika itu yang terjadi, dalam jangka panjang, tentunya saham ini masih cukup prospektif. Biar bagaimanapun, dengan jaringan global yang dimilikinya, potensi peningkatan pendapatan HMSP terbuka lebar. ”Investor tak usah panik. Siapa tahu saham ini malah akan naik terus,” tuturnya. Lalu, apa yang akan dilakukan Putera Sampoerna setelah mendapat dana tunai hampir Rp 18,6 triliun? Sampai saat ini, pihak Sampoerna masih tutup mulut ihwal rencana mereka selanjutnya. ”Sabar ya, semua akan kami ungkapkan pada saat RUPS nanti,” ujar Angky Camaro, Direktur HMSP. Meski demikian, sikap diam itu akhirnya memunculkan banyak isu. Ada yang bilang bahwa Sampoerna bakal terjun ke bisnis infrastruktur. Sumber lain lagi mengatakan bahwa Putera Sampoerna berniat mengambil alih saham Merpati Nusantara Airlines. Tapi yang jelas, di luar kepemilikannya di HMSP, saat ini Putera memiliki 65,5% saham di Transmarco Ltd., sebuah distributor peralatan telekomunikasi yang berbasis di Singapura. Sementara, kabar di lingkungan HMSP menyebutkan bahwa tidak tertutup kemungkinan Putera bakal mengepakkan sayap bisnisnya itu ke Indonesia. Apalagi, saat ini industri telekomunikasi di Tanah Air mengalami perkembangan yang cukup cepat. Selain bisnis telekomunikasi, kabar lain juga menyebutkan bahwa Putera ingin terjun ke industri makanan. Selain pasarnya dianggap masih sangat terbuka, bisnis itu juga dinilai cukup menguntungkan. Tapi benarkah? Sekali lagi, semuanya masih menjadi misteri. Satu hal yang pasti, masuknya Philip Morris telah membuat pemerintah girang bukan kepalang. ”Ini memberi bukti bahwa investor asing sudah percaya pada Indonesia,” kata Aburizal Bakrie, Menko Perekonomian. Jadi, memang pantas kalau keputusan Putera Sampoerna dianggap memberi banyak keuntungan. Tidak saja kepada para pemegang sahamnya, atau Philip Morris, tapi juga bagi pemerintah yang kini sedang memburu kepercayaan dunia. Majalah Trust/Keuangan/25/2005-21/03/05 ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> In low income neighborhoods, 84% do not own computers. At Network for Good, help bridge the Digital Divide! http://us.click.yahoo.com/EpW3eD/3MnJAA/cosFAA/zMEolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> ---------------------------------------------------------- IMQ - THE REAL TIME DATA AND BUSINESS NEWS SERVICE ---------------------------------------------------------- Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/obrolan-bandar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/