Harga CPO dan kedelai makin membubung  
    
 JAKARTA: Harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), kedelai, 
dan minyak kedelai kian membubung dan terus memperbarui rekor 
tertingginya di pasar kemarin. 
Peningkatan harga itu terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan 
terhadap minyak nabati dari China, serta melonjaknya harga minyak 
mentah hingga menyentuh rekor tertingginya di level US$101 per barel. 

Dalam perdagangan kemarin harga CPO Malaysia kembali naik 1,9% hingga 
memperbarui rekor tertingginya menjadi 3.693 ringgit (US$1.146) per 
ton. 

Harga kacang kedelai dan minyak kedelai untuk pengiriman Mei di 
Chicago kemarin masing-masing naik 1,4% menjadi US$14,3675 per bushel 
dan 1,2% menjadi US$0,6223 per pon. 

Head of Research PT BNI Securities Norico Gaman mengatakan CPO, 
kedelai, serta minyak kedelai sedang booming. 

"Untuk CPO, kita lihat pasokan komoditas itu dari Malaysia mulai 
terbatas. Dari Indonesia, peningkatan produksi juga tidak mengikuti 
pertumbuhan permintaan global," katanya kepada Bisnis kemarin. 

Dia memprediksi kekurangan pasok terhadap CPO itu akan menyebabkan 
harga rata-rata komoditas itu pada tahun ini akan mencapai US$1.200 
per ton daripada harga rata-rata pada tahun lalu US$830 per ton. 

Beberapa pekan sebelumnya, harga CPO sempat meningkat karena 
dipengaruhi kebijakan pemerintah Indonesia, pemasok komoditas 
terbesar dunia, terkait dengan penerapan tarif pungutan ekspor (PE). 

Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Derom 
Bangun hal itu telah memicu pelaku pasar di bursa berjangka dunia 
terus memborong CPO. 

"PE CPO Indonesia naik, dikhawatirkan ekspor berkurang. Dengan 
demikian pasokan ke negara konsumen akan berkurang juga, harga akan 
terdongkrak," katanya belum lama ini. 

Permintaan China 

Saat menyinggung permintaan komoditas China, Norico menambahkan tidak 
hanya mengalami peningkatan untuk komoditas CPO. Dia mengatakan 
Negeri Tirai Bambu itu juga menaikkan permintaan kedelai dan 
turunannya, seiring dengan perubahan iklim yang mengganggu produksi 
komoditas itu dari produsen utama global. 

Impor kedelai China, konsumen terbesar dunia, diprediksi menjadi dua 
kali lipat pada bulan ini menjadi 2,5 juta ton bila dibandingkan 
dengan periode yang sama akhir tahun lalu. 

"Pasar cukup mendukung kuatnya permintaan komoditas China," kata 
Kenji Kobayashi, analis Kanetsu Asset Management Co, seperti dikutip 
Bloomberg. 

Menurutnya, para pemodal di pasar keuangan saat ini memerhatikan 
curah hujan yang dapat menunda panen kedelai di pusat dan bagian 
selatan Brasil, eksportir komoditas terbesat minyak nabati setelah 
AS. (berliana.elisabeth @bisnis.co.id/[EMAIL PROTECTED]) 

Oleh Berliana Elisabeth S. & Adhitya Noviardi
Bisnis Indonesia 
 


Kirim email ke