Ekonomi 09/04/2009 - 16:46 Usai Pemilu BUMN Berburu Newmont Asteria Said Didu INILAH.COM, Jakarta – Kemenangan Indonesia di pengadilan arbitrase membuka kemungkinan pemerintah memiliki sebagian saham Newmont Nusa Tenggara (NNT). Pembentukan konsorsium menjadi cara ampuh menampung minat Pemda dan beberapa BUMN. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akhirnya membuka kesempatan pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat membentuk konsorsium untuk membeli saham NNT. “Kalau pemerintah daerah mau ikut membeli dalam bentuk konsorsium, ya dengan pendekatan business to business,” ujar Sekretaris Kementerian Negara BUMN Said Didu di kantor Kementerian BUMN, kemarin. Namun, Said mengaku hingga kini belum mengetahui porsi yang ditawarkan kepada pemerintah daerah. Pasalnya Kementerian BUMN belum memberi arahan khusus kepada beberapa BUMN tambang yang akan membeli Newmont. “Pembicaraan kita belum sampai ke sana,” katanya. Akhir Maret lalu, pengadilan arbitrase memenangkan pemerintah Indonesia dalam kasus divestasi saham Newmont sebanyak 17%. Dalam putusannya, dinyatakan bahwa saham itu harus dijual dalam 180 hari atau kontrak karya perusahaan tambang emas dan tembaga itu akan dicabut. Atas kemenangan ini, Kementerian BUMN berupaya keras agar perusahaan pelat merah dapat mengambil bagian dalam akuisisi ini. Namun, pada masa krisis global seperti ini, kondisi kas internal yang kurang mendukung menjadi kendala terbesar pembelian saham tersebut. Apalagi harga saham itu masih dirasa terlalu mahal. Pemerintah dan Newmont menyepakati harga divestasi 7% saham itu mencapai US$ 426 juta. Pada 2006 sudah dilakukan divestasi 3% saham di angka US$ 109 juta dan 7% pada 2007 US$ 282 juta. Masalah dana ini diakui PT Aneka Tambang (ANTM) dan PT Timah (TINS). ANTM hingga kini belum menentukan sikap terhadap 17% saham NNT yang akan didivestasi. Keengganan ini didasarkan pada harga divestasi saham Newmont yang dinilai terlalu mahal, selain kondisi kas internal yang agak sulit diandalkan. Demikian juga PT Timah. Perusahaan pelat merah itu mengaku tidak sanggup bila harus membeli saham tambang tembaga dan emas itu sendirian, mengingat besarnya modal yang dibutuhkan. Opsi pembentukan konsorsium BUMN pun menjadi salah satu solusi yang sedang dijajaki. Tiga perusahaan tambang BUMN, ANTM, TINS, dan PTBA sudah menyatakan kesediaan untuk bergabung dalam konsorsium. Bahkan pemerintah daerah setempat juga turut serta. Di lain pihak, Kementerian BUMN juga sudah menandatangani surat permohonan nominasi BUMN sebagai pembeli saham Newmont, mengantisipasi jika pemerintah tidak bisa membelinya. Sementara PT Bukit Asam (PTBA) mempunyai masalah yang berbeda. Saat ini, posisi keuangan perseroan masih cukup sehat tanpa adanya utang. Namun, PTBA mengakui hingga kini masih melakukan penelusuran lebih dalam untuk mendapat kepastian kondisi NNT. Sikap hati-hati ini muncul untuk menghindari masalah di kemudian hari. "Kami tengah mencari data-data Newmont apakah akuisisi ini menguntungkan bagi Bukit Asam atau tidak," kata Direktur Utama Bukit Asam Sukrisno. Saat ini komposisi kepemilikan saham NNT terdiri atas Newmont Gold Company (45%) sebagai induk NNT, Sumitomo (35%) milik perusahaan Jepang, dan Pukuafu Indah (20%) milik pengusaha nasional Yusuf Merukh. NNT memiliki jumlah cadangan emas dan tembaga cukup besar di areal tambang Dodo Rinti, Sumbawa. Sementara cadangan tambang di Batu Hijau akan habis dalam waktu tiga tahun ke depan. Analis BNI Securities Norico Gaman memperkirakan ANTM akan menjadi pemimpin konsorsium dalam akuisisi NNT, mengingat bidang usaha pertambangan mineral ANTM sangat dominan. “Kami memperkirakan ANTM akan menjadi pemimpin konsorsium,” jelasnya. Menurutnya, kemenangan pemerintah Indonesia di arbitrase international memberi peluang bagi perusahaan nasional untuk mengakuisisi 17% saham NNT. Ini pun akan menjadi hak eksklusif pemerintah Indonesia untuk menawarkannya kepada perusahaan pertambangan BUMN. [E1]