http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/16/02502624/tajuk.rencana

 

Sabtu, 16 Januari 2010 | 02:50 WIB

Legalistik dan Kepemimpinan

Rangkaian pertanyaan di Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century terkesan
bersifat legal formal yuridis. Gugatan lebih dari aspek prosedural hukum. 

Berbagai lontaran pertanyaan cenderung bertolak dari urusan teknis mekanisme
hukum, prosedural hukum, fakta hukum, dan koridor hukum. Kasus Bank Century
dilihat dari persoalan hukum. Tentu saja, sebagai negara hukum, pendekatan
legal termasuk keniscayaan. Hukum harus ditegakkan. Siapa yang terindikasi
bersalah atau melakukan kejahatan harus diproses secara hukum.

Pendekatan hukum dalam sistem demokrasi juga sangat penting. Demokrasi tanpa
hukum berpotensi menimbulkan anarki. Sebaliknya juga, hukum tanpa demokrasi
hanya akan menciptakan kesewenangan. Hanya, persoalannya, bagaimana upaya
menegakkan hukum tidak sampai tersandera oleh pemikiran normatif legalistik
formal yuridis, yang dapat membatasi ruang pengungkapan kebenaran dan
keadilan.

Belum lama ini wartawan senior Rosihan Anwar dalam sebuah ulasannya
mempersoalkan pola pikir yang legalistik formal yuridis. Menurut tokoh media
ini, "Kita telah disandera oleh pikiran legalistis. Kita menjadi tawanan
pola pikiran legalistik."

Segera terbayang pula, jika seorang pemimpin hanya berpikir dan bertindak
kaku dalam kotak hukum, sudah pasti ia sulit melakukan terobosan. Padahal di
mana-mana di dunia sekarang ini sedang diwacanakan pentingnya pemimpin
berpikir dan bertindak di luar kotak normatif.

Ukuran kehebatan seorang pemimpin bukan sematamata kepada kepatuhannya untuk
menjalankan peraturan dan perundangan, tetapi melakukan terobosan berupa
improvisasi, kreasi, dan inovasi. Tidak perlu pemimpin, tetapi cukup manajer
saja jika hanya melakukan apa yang sudah digariskan secara normatif.

Dalam menghadapi berbagai persoalan dan krisis, pemimpin tidak bisa lagi
hanya bertindak normatif, berdasarkan norma atau aturan saja, tetapi berani
melakukan terobosan yang terkadang penuh risiko. Pemimpin yang tidak mau
mengambil risiko akan cenderung bermain aman. Jika seorang pemimpin tidak
berani mengambil tanggung jawab, proses perkembangan dan perubahan hanya
akan berjalan pelan secara alamiah.

Ekspresi keberanian itu tidak pertama-tama disampaikan dalam kata-kata,
tetapi dalam kebijakan, yang dibutuhkan untuk mengatasi keadaan kritis atau
untuk memacu kemajuan. Hanya perlu dikemukakan pula, setiap terobosan tidak
dilakukan dalam semangat melawan hukum, meski bergerak di luar koridor
hukum.

Oleh karena putusan, kebijakan, dan terobosan cenderung bergerak di luar
hukum, pemimpin harus senantiasa dituntut bertindak dalam etika tanggung
jawab. Maka kasus Bank Century tidak boleh hanya dilihat dari aspek hukum,
tetapi perlu dikaji dari aspek manajemen kepemimpinan yang mengacu pada
etika tanggung jawab.

 

 

 

 



 
<http://1422708.sigclick.mailinfo.com/sigclick/02060003/01040948/0003034D/04
43221641.jpg> 

<<attachment: winmail.dat>>

Kirim email ke