Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh...

 


Izinkan Aku Menciummu, Ibu

Sewaktu masih kecil, aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya. Ia
selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan
mengepelnya setiap pagi dan sore. Setiap hari, aku `dipaksa'
membantunya memasak di pagi buta sebelum ayah dan adik-adikku bangun.
Bahkan sepulang sekolah, ia tak mengizinkanku bermain sebelum semua
pekerjaan rumah dibereskan. Sehabis makan, aku pun harus mencucinya
sendiri juga piring bekas masak dan makan yang lain. Tidak jarang aku
merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya hingga setiap kali
mengerjakannya aku selalu bersungut-sungut.

Kini, setelah dewasa aku mengerti kenapa dulu ia melakukan itu semua.
Karena aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku, ibu dari
anak-anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa
kecilku dulu. Terima kasih ibu, karena engkau aku menjadi istri yang
baik dari suamiku dan ibu yang dibanggakan oleh anak-anakku.

Saat pertama kali aku masuk sekolah di Taman Kanak-Kanak, ia yang
mengantarku hingga masuk ke dalam kelas. Dengan sabar pula ia
menunggu. Sesekali kulihat dari jendela kelas, ia masih duduk di
seberang sana. Aku tak peduli dengan setumpuk pekerjaannya di rumah,
dengan rasa kantuk yang menderanya, atau terik, atau hujan. Juga rasa
jenuh dan bosannya menunggu. Yang penting aku senang ia menungguiku
sampai bel berbunyi.

Kini, setelah aku besar, aku malah sering meninggalkannya, bermain
bersama teman-teman, bepergian. Tak pernah aku menungguinya ketika ia
sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya melemah.
Saat aku menjadi orang dewasa, aku meninggalkannya karena tuntutan
rumah tangga.

Di usiaku yang menanjak remaja, aku sering merasa malu berjalan
bersamanya. Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno jelas tak
serasi dengan penampilanku yang trendi. Bahkan seringkali aku sengaja
mendahuluinya berjalan satu-dua meter didepannya agar orang tak
menyangka aku sedang bersamanya.

Padahal menurut cerita orang, sejak aku kecil ibu memang tak pernah
memikirkan penampilannya, ia tak pernah membeli pakaian baru, apalagi
perhiasan. Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-
bagus agar aku terlihat cantik, ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku
dari sisa uang belanja bulanannya. Padahal juga aku tahu, ia yang
dengan penuh kesabaran, kelembutan dan kasih sayang mengajariku
berjalan. Ia mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, membasuh luka di
kaki dan mendekapku erat-erat saat aku menangis.

Selepas SMA, ketika aku mulai memasuki dunia baruku di perguruan
tinggi. Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya. Aku yang pintar,
cerdas dan berwawasan seringkali menganggap ibu sebagai orang bodoh,
tak berwawasan hingga tak mengerti apa-apa. Hingga kemudian
komunikasi yang berlangsung antara aku dengannya hanya sebatas
permintaan uang kuliah dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya.

Usai wisuda sarjana, baru aku mengerti, ibu yang kuanggap bodoh, tak
berwawasan dan tak mengerti apa-apa itu telah melahirkan anak cerdas
yang mampu meraih gelar sarjananya. Meski Ibu bukan orang
berpendidikan, tapi do'a di setiap sujudnya, pengorbanan dan cintanya
jauh melebihi apa yang sudah kuraih. Tanpamu Ibu, aku tak akan pernah
menjadi aku yang sekarang.

Pada hari pernikahanku, ia menggandengku menuju pelaminan. Ia
tunjukkan bagaimana meneguhkan hati, memantapkan langkah menuju dunia
baru itu. Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih
indah dari keindahan senyum suamiku. Usai akad nikah, ia langsung
menciumku saat aku bersimpuh di kakinya. Saat itulah aku menyadari,
ia juga yang pertama kali memberikan kecupan hangatnya ketika aku
terlahir ke dunia ini.

Kini setelah aku sibuk dengan urusan rumah tanggaku, aku tak pernah
lagi menjenguknya atau menanyai kabarnya. Aku sangat ingin menjadi
istri yang shaleh dan taat kepada suamiku hingga tak jarang aku
membunuh kerinduanku pada Ibu. Sungguh, kini setelah aku mempunyai
anak, aku baru tahu bahwa segala kiriman uangku setiap bulannya tak
lebih berarti dibanding kehadiranku untukmu. Aku akan datang dan
menciummu Ibu, meski tak sehangat cinta dan kasihmu kepadaku. (Bayu
Gautama, Untuk Semua Ibu Di Seluruh Dunia)

Sumber: Eramuslim - Publikasi 24/09/2002

wassalam,

Tata

 

--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan,
silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
* Posting dan membaca email lewat web di
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
dengan tetap harus terdaftar di sini.
--------------------------------------------------------------
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply
- Besar posting maksimum 100 KB
- Mengirim attachment ditolak oleh sistem
=========================================================

Kirim email ke