Berikut titipan dari Uni Rahima. Layout saya ubah sedikit agar jelas antara
tulisan Mak Datuk Endang dengan tulisan Uni Rahima.

-- 
Ahmad Ridha bin Zainal Arifin bin Muhammad Hamim
(l. 1400 H/1980 M)

---------- Forwarded message ----------
From: Rahima <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Sep 23, 2006 12:34 PM
Subject: Beradat 1
To: Ahmad Ridha <[EMAIL PROTECTED]>

Tolong dik dikirimkan ke RN. yang bergaris pinggir(==), itu dari uni.

Makasih.



> Seorang guru dulu pernah menyampaikan bahwa ayat-ayat Al Qur-an ada yang
> jelas (dapat dipahami secara sederhana) dan ada yang perlu pengetahuan
> tertentu untuk memahaminya. Kemudian ada yang merupakan tuntutan khusus
> untuk Rasulullah, ada tuntutan untuk kaum muslim, dan juga ada peringatan
> untuk kaum kafir. Ada yang bersifat contoh yang sudah, maupun pandangan ke
> depan. Pendek kata disebutkan, Al Qur-an itu cukup kompleks dan
> multidimensional, dan apapun 'upaya' untuk menafsirkannya, adalah upaya kita
> untuk mendekati makna sebenarnya. Namun keimanan tentunya tidaklah boleh
> berubah. Sudah beruntung saat ini beberapa tafsir sudah dilakukan oleh
> ulama-ulama non-Arab, yang kian menunjukkan keuniversalan Al Qur-an
> tersebut, sebagai rahmat
> sekalian alam. Ke depan 'upaya' ini tentunya akan kian meningkat, yang
> menunjukkan kian beragamnya peta mental para ulama.



Kanda datuk Endang,

== Benar, bahwa ayat-ayat AlQuran ada yang muhkamaat (jelas), ada yang
Mutasyaabihaat (belum jelas). Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran
darinya kecuali orang-orang yang berakal. (Lihat Q.S Al Imran 7)

Kaedah ushul fiqh demikian pula, kita sudah diinformasikan bahwa itu
> ternyata adalah 'ijtihad' para ulama.



== Benar, itu sebabnya pernah saya katakan, kaedah ushul fiqh dipakai
semacam apa. Kalau sudah jelas ada hukumnya dalam AlQuran atau hadist,
kaedah itu ngak terpakai lagi. Jadi untuk apa gunanya seseorang memakai
kaedah ushul fiqh? Untuk memudahkan pemahaman dan mengambil pengertian, dan
hukum-hukum yang ada dalam AlQuran. Contoh ada dalam AlQuran ayat dalam hal
perintah, atau larangan. Tidak dijelaskan disana, apakah perintah atau
larangan itu bersifat wajibkah, sunnatkah, jaiz kah, atau larangan itu
haramkah, makruhkah?

Dari mana kita dapat menarik kesimpulan hukum tersebut, haram, makruh wajib
atau sunnah, sementara dalam AlQuran tidak dijelaskan secara rinci, atau
detail?. Itulah gunanya ilmu ushul Fiqh, dan ijmak para ulama. Jadi ilmu
Bahasa, ilmu tafsir, ilmu fiqh, ushul fiqh adalah sebagai alat mempermudah
memahami firman-firman Allah, sebagaimana seorang ibu, memerlukan pisau atau
apalah namanya, hendak memotong daging ayam menjadi delapan potong atau
seekor kambing dijadikan 100 potong, apa yang ia pergunakan untuk memotong
daging kambing atau ayam tersebut? Tentu pisau bukan.

Ada seorang yang matanya rusak, sementara ia ngak bisa membaca kalau ngak
pakai kaca mata, dan ummat islam wajib menuntut ilmu, maka memakai kaca
mata, bagi yang matanya rusak adalah wajib, agar ia dapat memenuhi perintah
atas kewajiban menuntut ilmu itu. Nah, dalam kaedah ilmu ushul fiqh, ini
yang dinamakan: " Maalaa yatimmulwaajib illaa bihi fahuwa waajibun"(Apa-apa
yang tidak bisa diselesaikan, atau dijalankan, disempurnakan suatu
kewajiban, kecuali dengan alat atau keperluan atas kewajiban itu, maka
memakai alat tersebut hukumnya wajib). Ini salah satu kegunaan ilmu ushul
fiqh. Tetapi ia dipakai menurut kadar keperluan saja.

Dan dominannya adalah ulama Arab tempo dulu. Saya sangat mengharapkan adik
> Ridha, Rahima, dan ulama-ulama kita lainnya dapatlah menjadi mujtahid ke
> depan. Secara 'mandiri' dapat menangkap dan menguraikan ayat-ayat Allah, dan
> menyampaikan pencerahan kepada kita bersama.
>

== Itu silahkan dik Ridha dan lainnya, saya sudah memilih keluar dari RN
ini, namun saya akan membantu bila sangat diperlukan sekali.

Sedikit saya mengulas masalah suku, ada disebutkan selintingan mengenai adat
> nan diadatkan. Bila dipelajari, ternyata nenek-nenek
> kita sudah merumuskan 4 macam adat, yaitu:
> - Adat nan sabana adat, yaitu adat yang diturunkan berdasarkan risalah
> Rasulullah, penjelasan tentang hal ini sudah cukup luas
> - Adat nan diadatkan, yaitu adat yang dibawa oleh dua orang datuk, yaitu
> Datuk Perpatih nan Sabatang dan Datuk Katumanggungan. Contoh di dalamnya:
> ikatan matrilinineal, jalur kepemimpinan mamak-kemenakan,
> perkauman-persukuan, sako-pusako, dlsb.
> - Adat nan teradatkan, yaitu adat nan sabatang panjang, suatu kebiasaan
> masyarakat yang berlangsung di seluruh negeri. Contoh
> di dalamnya: tagak penghulu sepakat kaum, tagak nagari sepakat suku,
> baralek-manjalang dalam perkawinan, mamagieh penghulu sapayuang sapanji,
> penerapan undang-undang 20, dslb.
> - Adat istiadat, yaitu adat salingkah nagari, yaitu kebiasaan spesifik
> yang berlangsung dalam suatu negeri. Seperti di Sulit Air
> bararak ke keluarga marapulai membawa samba duo baleh.
>
> Ikatan adatnya dari atas ke bawah adalah secara gradual babuhua mati
> sampai babuhua sintak. Seperti dalam adat nan diadatkan,
> walau katakanlah hanya 25% babubua sintak, namun bila suatu masa ada
> perubahan, maka hakikat adatnya akan hilang sedemikian rupa dan menjadi
> percuma. Yang lain, bila kita mengabaikan suatu kebiasaan di dalam nagari,
> maka kita akan melanggar adat istiadat
> setempat, demikian jenjang ke atas.
>
> Namun bila sampai mengabaikan suatu ketentuan di level adat nan
> teradatkan, maka hilanglah sendi adat Minangkabau, karena
> sebenarnya disitulah 'batas' itu berada atau sendi adat Minangkabau itu
> tertanam. Memang kita masih bisa berdiri sebagai manusia dan makhluk Allah,
> namun ke-Minang-an itu hilang.
>
> Karenanya kita hendaknya tahu batas-batas juga dalam mengkaji masalah
> adat, faham sasok jarami, padan pakuburan, sawah bapamatang, parak bapagah,
> ladang babintalak. Menggunakan falsafah sakali aia gadang sakali tapian
> baranjak, hendaknya banabu-nabu bak cubadak, baruang-ruang bak durian.
> Lihatlah bakeh nan sudah, tuah nan manang; sehingga tidak sia-sia mahoriek
> sahabih gauang, marosok sahabih raso.
>

== Sejujurnya, saya sudah sering membaca akan empat adat dalam Minang. Yang
selalu menjadi permasalahan adalah apabila adapt
istiadat atau adat yang diadatkan atau adat apalah namanya, maaf saya ngak
faham, pokonya adat, yang apabila pernyataan atau kenyataan dalam realitanya
"bertentangan, atau berlawanan atau menyalahi hukum Islam itu sendiri?". Itu
yang jadi masalah.

Contoh kawin sesuku, dalam adat Minang (entah itu adat istiadat atau adat
nan diadatkan, atau apalah namanya), di Minang dilarang. Nah larangan ini
yang salah menurut agama, Sengaja saya besarkan hurufnya: (MELARANG, ITU
YANG SALAH, SEBAB AGAMA
MEMBOLEHKANNYA), karena menyalahi ajaran Islam dalam FirmanNya yang
membolehkan kita menikah kecuali yang ayat yang telah jelas diharamkan
tersebut. Begitupun dengan larangan (dilarang memang yah?), kawin dengan
sepupu, sementara ayat jelas membolehkannya(menghalalkannya)

Kalau soal Minang ngak mau kawin sesuku, ngak papa, asal jangan karena
larangan adat. .

Membolehkan kawin sesuku akan mengakibatkan tatanan masyarakat berubah,
> tidak tahu lagi mana mamak-bapak dan sumando-sumandan. Karenanya aturan adat
> menyebutkan sarai sarumpun indak basibak, sirieh sahalai indak bacabiek,
> yang menunjukkan bahwa malu indak dapek dibagi, suku indak dapek dianjak.
> Bilamana dilanggar, maka tidak cukup didenda tapi dibuang sepanjang adatlah
> padanannya. Itulah aturan masyarakat yang telah tersusun selama ini, adat
> bajawek, pusako batarimo, dan limbago nan kabatolong.



== Kita boleh saja mempertahankan tatanan masyarakat, tetapi tidak dengan
jalan yang menyalahi hukum Allah. Kenapa tidak dianjurkan saja anak
kemenakan kita kawin dengan suku lain, tetapi bukan dengan melarangnya kawin
dengan sesuku.Atau jangan sampai kita melarangnya untuk kawin sesuku.

Jangan sampai kita menyalahi perintah Allah, cukup saja katakan: Enakan dan
lebih berkembang dan lebih baik rasanya kawin diluar suku deh, ketimbang
kawin sesama suku, atau sepupu kita. Tapi kalau sudah keburu cinta dan
memang sudah keras ingin menikah dengan pilihan kita, silahkan saja, karena
halal ko hukumnya.

Lagian apakah demi karena takut  tatanan masyarakat kita berubah, sampai
kita mau melarang kawin sesuku, sampai kita mau menyalahi hukum Allah?
Disinilah letak keimanan seseorang, mana yang akan dipilihnya Allahkah, atau
adat yang menyalahi itu, biarlah salah asalkan tatanan kehidupan tetap kekal
abadi?

Benarlah kalau begitu firman Allah ta'ala: "Sungguh kamu akan mendapati
mereka, seloba-loba manusia kepada kehidupan dunia, bahkan lebih loba lagi
dari orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun
lagi. Padahal umur panjang itu
sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah maha mengetahui
apa yang mereka kerjakan (Q.S. Al Baqarah 96).

Saya sepakat memakai adat bukanlah masalah manfaat-mudharat, tapi suatu
> 'budi' untuk menghargai keteraturan dan sistem nilai.
> Bilamana manfaat-mudharat menjadi ukuran, dapat dilihat banyaknya
> komersialisasi adat yang telah dilakukan.



== Alhamdulillah kalau begitu, kemaren mulanya dikatakan larangan kawin
sesuku alasannya karena penyakit genetika, ternyata tidak terbuktikan,
banyak ko yang kawin dengan sesuku normal-normal aja, begitupun kawin sepupu
lho, yang paling banyak di negara Mesir ini, malah kepintaran mereka, saya
acungkan jempol, saya adalah yang paling terbodoh rasanya, diantara orang
yang paling bodoh dari orang Mesir itu, kalau diingat-ingat itu. Bahkan
orang Mesir banyak yang cantik-cantik mereka kawin sepupu itu.

Setelah itu, dikatakan lagi azas manfaat dan mudharatnya larangan tersebut,
maka keluarlah segala macam kaedah ushul fiqh saya kemaren, serta beberapa
ayat mengenai manfaat dan mudharat dalam agama. Saya hanya mengikuti kemana
arah angin, di sanalah akan saya mencoba meluruskan pandangan yang terasa
bengkok itu.

Baiklah disampaikan gurindam adat:
> Elok nagari dek penghulu
> Rancak tapian dek nan mudo
> Kalaulah kito mamacik hulu
> Pandai manjago puntiang jo mato
>
> Dimano kain ka baju
> Alah baguntiang indak sadang
> Nan takanak alah diungkai
> Dimano nagari bisa maju
> Adat sajati nan lah hilang
> Dahan jo rantiang nan bapakai
>
> Dengan demikian memang cukup berat hidup sebagai orang Minang. Namun
> bukankah tugas dan amanah itu berada dalam batas-batas juga? Setiap kaum,
> setiap suku, setiap bangsa, setiap ras, memiliki masing-masing kendala dan
> tantangan, yang harus dijawab dengan akal budi masing-masing. Risalah
> Rasulullah menyempurnakan perikehidupan masyarakat. Namun bila di dalam
> kehidupan dunia-akhirat kita ingin 'bermain aman', maka cukuplah risalah itu
> saja yang kita jalankan.



== Bagus, tinggal pilih, mau aman dunia akhirat atau enggak aman keduanya.
Atau aman didunia, ngak aman di akhirat. Sekali lagi, setiap pilihan yang
kita jatuhkan mempunyai konsekwensinya. Bukankah di dalam hidup di dunia ini
merupakan pilihan-pilihan.

Sebaik-baik pilihan adalah yang tidak beresiko buruk dunia akhirat. Tetapi
berdampak baik dunia akhirat, hidup di dunia senang, mati masuk surga,
jangan sampai,hidup di dunia melarat di akhirat  mendapat siksa pula. Atau
bila terpaksa resiko di dunia, tetapi aman
diakhirat. Bukankah dikatakan: Akhirat itu jauh lebih bagus ketimbang dunia?
Hanya saja, kenapa kita tidak bisa menciptakan keamanan dan kebahagiaan
dunia akhirat sekaligus, bukankah itu tergantung kita memilihnya?

Kenapa kita tidak membiasakan mementingkan atau mendahulukan keridhaan
Allah, ketimbang keridhaan manusia, kenapa kita tidak membiasakan hidup di
dunia sesuai dengan garis-garis atau jalur yang telah diberikan oleh Allah
dan RasulNya?-

Saya teringat dengan sebuah hadits. Pada suatu ketika Rasulullah
> memperhatikan seorang petani di suatu tempat. Lalu Rasulullah
> memberikan suatu saran tentang cara bercocok tanam. Sang petani menjawab,
> bilamana saran itu diikuti maka kami tidak akan memperoleh hasil yang baik
> seperti biasanya. Rasulullah kemudian mengatakan, urusan duniamu tentulah
> kamu lebih mengetahui.



== Benar, kejadian hal ini adalah tentang permasalahan pencangkokan buah
kurma. Dan ini adalah benar-benar masalah duniawi semata, yang tidak ada
larangannya dari Allah, dan Allah memang membolehkan manusia bergerak untuk
kehidupan dunianya.

Untuk diketahui hadist  diatas sering sekali dijadikan landasan oleh para
kaum liberal dalam memahami agama.(maaf saya ngak katakana kanda Endang
begitu, karena saya tahu, kanda mungkin hanya teringat dengan hadist itu
saja).

Masalah larangan kawin sesuku jelas ada hak-hak Allah yang dilanggar disana.

Rasulullah tatkala ingin meridhai hati istrinya, beliau sampai menahan
(bukan mengatakan haram diriku minum madu, asalkan istriku senang, ngak
…beliau hanya melarang, bahkan tidak mengharamkannya, hanya melarang untuk
dirinya saja). Allahpun dengan tegas
mengingatkan beliau dengan firmanNya memakai kata Kenapa kamu MENGHARAMKAN,
apa-apa yang dihalalkan Allah pada kamu, hanya karena mencari ridha istri
beliau?

Subhanallah, itu Rasulullah yang tidak mengatakan haram atas diriku minum
madu, hanya menahan dan melarang dirinya sendiri, ngak pula melarang orang
lain, sesuatu yang dihalalkan dan dibolehkan Allah, sudah mendapat teguran
semacam itu, apatah lagi manusia bukan sekedar melarang diri sendiri, tetapi
melarang orang banyak akan suatu yang dihalalkan Allah Ta'ala.

Ingatlah kita, masalah pernikahan bukanlah semata masalah dunia saja, tetapi
akhirat ada disana, jd ngak sama dengan pencangkokan buah kurma itu.
Bukankah dengan pernikahan yang haram menjadi halal? Bukankah dengan
pernikahan seseorang bisa masuk surga atau neraka? (kalau menikah menyiksa
istri ), dan dengan pernikahan juga kita mengambil perjanjian yang kuat
dengan istri-istri kita. Jadi ngak sama dengan pencangkokan buah kurma yang
memang semata-mata untuk dunia, berbeda dengan pernikahan ada kaitannya
dengan akhirat.? Tentu ada, maka melarang orang menikah, apakah sesuku atau
sepupu dengan alasan apapun, sedangkan ia halal di mata Allah,saya kira ngak
tepat dan tidak sesuai dengan hukum Allah.

Mohon maaf. Wassalamu'alaikum. Rahima

Mamak dimungko utang, kamanakan dipintu bayieh, penghulu nan takolok awak
> manjagokan, ulama lupo kito nan maingekkan, kapalo
> tokok salah marantang tali, basamo awak ma anjakan.
>
> Wassalam,
>
> -datuk endang
>
--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan,
silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
* Posting dan membaca email lewat web di
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
dengan tetap harus terdaftar di sini.
--------------------------------------------------------------
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply
- Besar posting maksimum 100 KB
- Mengirim attachment ditolak oleh sistem
=========================================================

Kirim email ke