Dari SUARA PEMBARUAN DAILY Tanggal 31/5/2006

----------


Janji Bantuan Tak Kunjung Terealisasi

Lambannya pena-nganan korban bencana alam gempa bumi di DIY dan sebagian Jawa Tengah, Sabtu (27/5) lalu, mengakibatkan sejumlah balita meninggal. Salah satunya karena dehidrasi, akibat kurangnya air minum di lokasi pengungsian.


[YOGYAKARTA] Satkorlak Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hingga kini, masih menunggu janji-janji bantuan yang dilontarkan sejumlah pihak sejak Sabtu (27/5) lalu. Salah satunya adalah janji pengadaan 1.000 tenda peleton dari sebuah lembaga resmi di Jakarta, yang hingga kini belum terealisasi. Akibatnya Pemprov DIY terpaksa memesan sendiri ke Jawa Timur, dan baru tiba Rabu.

Demikian diungkapkan Sekretaris Daerah Provinsi DI Yogyakarta Bambang S Priyohadi, Selasa (30/5) malam.

Dari pantauan Pembaruan, justru pihak-pihak yang sebelumnya tidak menjanjikan bantuan, langsung mendatangi Satkorlak untuk memberikan sumbangan, entah dana, logistik maupun tenda.

Salah satunya bantuan senilai Rp 250 juta yang disampaikan Pejabat Pelaksana Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Mus-tafa Abu Bakar, berupa makanan cepat saji, selimut, susu bayi, dan lain-lain.


Balita Meninggal

Sementara itu, lambannya penanganan korban bencana alam gempa bumi di DIY dan sebagian Jawa Tengah, Sabtu (27/5) lalu, mengakibatkan sejumlah balita meninggal. Salah satunya meninggal karena dehidrasi, akibat kurangnya air minum di lokasi pengungsian.

Data dari Posko Satkorlak Kabupaten Bantul, Rabu (31/5), menyebutkan, seorang balita berusia 3,5 tahun di Desa Wonokromo, Kecamatan Plered, meninggal dunia akibat dehidrasi, setelah selama empat hari tak memperoleh cukup air minum di lokasi penampungan yang kondisinya tidak layak.

Selain itu, di RSUD Panembahan Senopati Bantul, seorang bayi berusia tujuh bulan, pagi tadi, meninggal dunia di RSUD Panembahan Senopati, Bantul, karena perawatan yang tidak memadai pascagempa. Bayi itu anak Mursalim, warga Dusun Mulekan 2, Desa Tirtosari, Kecamatan Kretek, Bantul.

Sebelumnya, pada Sabtu lalu, seorang bayi warga Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo, Bantul, juga tewas akibat cedera di kepala, yang tak segera mendapat perto- longan.

Secara terpisah, staf Jaringan Relawan Kemanusiaan Bantul, Isnu mengungkapkan, di Kecamatan Kasongan dan Sewon, hingga kini belum ada satu pun tenda penampungan yang layak untuk pengungsi. Padahal di dua kecamatan itu, 90 persen rumah penduduk hancur.

Sekretaris Daerah Provinsi DI Yogyakarta Bambang S Priyohadi, mengungkapkan, korban jiwa akibat gempa tektonik Sabtu lalu terus bertambah.

Hingga Rabu (31/5) pukul 07.00 WIB, berdasarkan data Departemen Sosial, korban jiwa gempa bumi Jateng-DIY mencapai 5.846 orang (lihat boks).

Menurut informasi dari Satkorlak setempat, jumlah rumah yang rusak (rata dengan tanah, rusak berat dan rusak ringan) 116.046 unit. Sebanyak 16 Puskesmas di Kabupaten Bantul mengalami rusak berat dan tidak dapat difungsikan, 30 Puskesmas Pembantu rusak berat, dan 46 rumah dinas Puskesmas rusak berat.

Bambang mengungkapkan, ada pihak-pihak yang mengaku dari Satkorlak Provinsi meminta logistik ke Posko TNI Angkatan Udara di Bantul. "Mereka datang dengan tiga truk, mengatasnamakan diri dari Satkorlak Provinsi," tuturnya.

Terkait hal itu, dia menegaskan, Satkorlak Provinsi DI Yogyakarta tidak pernah memerintahkan siapapun untuk meminta bantuan ke posko mana pun.

"Justru Satkorlak Provinsi itu yang membagi logistik. Jadi masyarakat harus berhati- hati," pintanya.

Terganggu

Distribusi bantuan dan evakuasi melalui jalur darat mengalami kendala, akibat banyaknya warga, baik dari Yogyakarta maupun dari luar kota, yang memadati ruas jalan di Kabupaten Bantul. Meski aparat kepolisian sudah mengusir mereka, namun para "pelancong" itu nekat dengan beralasan menengok saudara.

Kapolres Bantul Dedy Manazat mengakui kondisi tersebut sangat ironis. Di saat warga benar-benar membutuhkan bantuan darurat, banyak "pelancong" datang hanya untuk berfoto di lokasi bencana, dan seringkali hal itu justru mengganggu distribusi bantuan dan evakuasi korban.

Pemandangan yang menyesakkan dada, para "pelancong" itu dengan seenaknya makan dan minum di depan korban yang hidup menderita.

Sementara itu, banyak pedagang dari luar Yogyakarta yang memanfaatkan lengangnya pusat-pusat perbelanjaan, dengan menjual makanan dan kebutuhan pokok. Namun pedagang pendatang itu justru mematok harga seenaknya.

Pedagang yang mengaku dari Purwokerto, tega menjual sepiring nasi rames dengan harga Rp 15.000 sampai Rp 20.000. Padahal normalnya hanya Rp 3.000 hingga Rp 4.000 per porsi. [SKA/A-17/K-11]

Sumber: http://www.suarapembaruan.com/News/2006/05/31/index.html


No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Anti-Virus.
Version: 7.1.394 / Virus Database: 268.7.4/351 - Release Date: 5/29/2006
--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan,
silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
* Posting dan membaca email lewat web di
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
dengan tetap harus terdaftar di sini.
--------------------------------------------------------------
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply
- Besar posting maksimum 100 KB
- Mengirim attachment ditolak oleh sistem
=========================================================

Kirim email ke