Zet,

Buk Ben indak tahu pasti mcam2 daun salada yg di Indonesia sbb:
 lettuce romain, lettuce baby romain, lettuce red coral, dan green oak ... dll

Kalau bisa cubo kirimkan gambar nyo. 
Bulieh buk Ben kirimkan bibit lettuce yg alun ado di kito.

Apokoh lettuce iceberg ado di kito?
Rahasio nyo lai, kalau mambuek salad, supayo badaruek di makan,
sayuran2 nyo tu harus segar-dingin (jadi penyyimpanan nyo harus di kulkas).

Baa urang kito menghidangkan nan namo nyo salad tu?
Tolong jaleh kan, krn kalau ado bedanyo jo nan di rantau buk Ben,
kito bisa tambahkan macam salad kito dg meng-adapt salada rang Amerika ko.

Dlm hal iko makasuik buk Ben, kito mempelajari apo nan elok, nan alun ado 
dikito & 
kalau lai bisa dibuek.

Pengiriman bibit2 yg buk Ben janjikan tu, akan buk BEn kirimkan ka kawan buk 
Ben
yg email nyo spt pd CC.  Akan dikirim kan dg UPS, lalu, Lukman bisa 
mangirimkan ka Pekanbaru utk Zet. 

Cubo nanti buek kabun percobaan jo bibit2 tu, sesuai jo udaro nan seharus nyo.
Seperti lettuce, memang elok nyo di daerah dingin, sarupo Bukik TInggi.

Sekian dulu, kalau ado pertanyaan dan dll, jaan sungkan mananyoan nyo,
buk Ben

PS
Buat Lukman,
kalau ado wakatu, masuek lah ka palanta Rantaunet ko.
Please think about it.

In a message dated 8/15/2005 4:26:13 AM Eastern Standard Time, 
[EMAIL PROTECTED] writes:
 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0508/15/metro/1977500.htm


"Lettuce" Sukabumi untuk Selada di Jakarta


Sayuran selada untuk salad, seperti lettuce romain, lettuce baby romain, 
lettuce red coral, dan green oak yang sebelumnya hanya dikenal sebagai daun 
selada atau sla, asal luar negeri alias diimpor, kini sudah bisa dihasilkan 
di negeri sendiri.

Saat ini memang masih terbatas, belum begitu banyak produk kami terserap 
pasar. Baru hotel-hotel berbintang di Jakarta dan supermarket. Kami tiap 
minggu baru memasok sekitar 500 kg secara kontinu. Rencana ke depannya, kami 
akan meningkatkan jumlah pasokan ke sejumlah supermarket, kata Jaya Sukamto 
(41), perintis petani sayur yang menanam bahan ”salad” itu di Sukabumi, Jawa 
Barat. Harga jual sayuran hidroponik itu termasuk lumayan. Setiap 
kilogramnya mencapai sekitar Rp 35.000.

Keempat jenis sayuran yang biasa digunakan untuk bahan ”salad” kini ditanam 
di daerah pedesaan Sukabumi, tepatnya di perbatasan dengan Kabupaten Bogor. 
Memang, benihnya masih berasal dari Belanda dan Australia.

Budidaya sayuran lettuce di Sukabumi ini dilakukan dengan cara bercocok 
tanam tanpa tanah atau hidroponik alias tanpa media tanah. Khusus untuk 
lettuce ini, budidaya hidroponik merupakan usaha pionir yang dilakukan 
seorang importir dan mitra kerjanya sejak enam tahun lalu. Adapun tanaman 
jenis tomat dan sayuran lainnya telah lama dibudidayakan petani di daerah 
Jawa Barat dan Jawa Timur dengan metode hidroponik.

”Krisis ekonomi atau krisis moneter yang melanda Indonesia tujuh tahun lalu 
menggugah saya untuk berupaya memproduksi sendiri sayuran salad yang selama 
ini kami impor. (Apalagi) belum ada yang mengembangkannya. Saya jadi 
tertantang untuk bekerja melakukan sesuatu yang belum pernah dikerjakan 
orang lain,” kata Jaya awal pekan lalu.

Jaya mulai menanam lettuce pada tahun 1988 ketika nilai rupiah terus 
merosot, sementara dollar AS terus membubung. Dengan kondisi seperti itu, 
biaya mengimpor sayuran menjadi sangat mahal. Padahal, meski sedang dilanda 
krisis, kebutuhan akan salad tetap saja tinggi. Artinya, peluang pasar untuk 
sayur-sayur bahan salad itu juga cukup besar.

Setelah mengumpulkan informasi dari sana-sini, termasuk dari pemasok sayur 
dan daging di Australia, pada bulan April 1998 berangkatlah Jaya ke Thailand 
untuk berguru dan melihat kebun sayur ”salad” bersama dua mitra kerjanya. 
Dia ajak pula Augustinus Ngateman (40), lulusan SPMA Kanisius, Ambarawa, 
yang belum lama bergabung dengannya.

”Di Thailand, kami meninjau beberapa kebun petani, penanam beberapa jenis 
sayuran yang tumbuh bagus dengan menggunakan teknik hidroponik. Maka saya 
pikir di Indonesia yang iklimnya relatif sama dengan Thailand sayuran itu 
pasti bisa juga ditanam. Langsung kami pelajari mendalam, juga 
mempertanyakan peralatan yang dipergunakan,” katanya.

Pulang dari Thailand, Jaya kemudian menantang stafnya yang sudah mempunyai 
pengetahuan tentang hidroponik itu untuk mulai melakukan percobaan.

Augustinus yang sebelumnya bekerja di sebuah perusahaan pengolah hasil 
pertanian di Jawa Tengah itu lalu melakukan penelitian. ”Setelah melakukan 
percobaan sejak akhir bulan April 1998 sampai akhir 1998 di Desa Babakan 
Jaya, Kecamatan Sukabumi, yang potensi airnya cukup bagus, akhirnya awal 
tahun 1999 sudah mulai memproduksi dan sudah bisa dipasarkan awal tahun 
2000,” katanya.

Dari 10 jenis lebih yang diuji coba, akhirnya dipilih untuk dikembangkan 
empat jenis yang potensi pasarnya bagus, yakni lettuce romain, lettuce baby 
romain, lettuce coral, dan green oak, sebagai bahan dasar salad untuk 
pelengkap hidangan resto.

Tanaman sayuran

Augustinus berpendapat, budidaya tanaman sayuran ”salad” asal impor dengan 
sistem hidroponik di Indonesia dapat dikembangkan asalkan potensi air 
sebagai pengganti tanah cukup. Yang tak kalah penting, pemberian nutrisi 
yang cukup takarannya dan tepat waktu.

Nutrisi diberikan sesuai dengan kebutuhan dan umur tanaman. Bercocok tanam 
dengan sistem hidroponik ini bebas pestisida sehingga relatif cukup kecil 
dari serangan hama dan penyakit. Syaratnya, petani harus telaten 
menanganinya. Debit air yang dialirkan ke meja tempat tumbuh sayuran itu 
harus tepat, begitu pula pemberian nutrisinya jangan sampai kelebihan.

”Juga harus waspada bila hujan turun. Air hujan yang tanpa nutrisi itu, bila 
tercampur (air media tanaman) akan memengaruhi kadar nutrisinya. Karena itu, 
bila turun hujan, kami harus segera menguras air hujan itu,” tutur 
Augustinus.

Usia panen sayuran salad ini, menurut Augustinus, rata-rata tujuh minggu 
atau 49 hari. Benih sebelum ditanam disemai dulu selama 14 hari di dalam 
”rumah kaca” dengan media arang. Setelah itu baru dipindahkan ke meja tanam, 
selama lima minggu atau 35 hari.

”Setelah lima minggu di meja tanam itu, boleh dipanen,” kata Augustinus yang 
menjadi penanggung jawab kebun yang dibantu tiga tenaga lapangan.

Untuk menjaga kualitas hasilnya, panen dilakukan pada petang hari guna 
menghindari terik matahari. Setelah dikemas, hasil panen dimasukkan ke dalam 
lemari pendingin dengan suhu rata-rata delapan derajat Celsius.

Adapun luas lahan budidaya salad hidroponik di Sukabumi itu hanya sekitar 
1.600 meter persegi. Di dalamnya ditempatkan belasan meja. Pada setiap meja 
terdapat delapan pipa yang masing-masing mempunyai 78 lubang untuk 
mengalirkan air dengan jarak antara 20-25 cm. Dengan demikian, setiap meja 
terdapat 624 tanaman. Setiap pipa dialiri air dengan debit sekitar satu 
liter per detik.

Usaha budidaya salad hidroponik ini, menurut Jaya bersama Gideon Sulistio 
dan Parlin S, untuk memenuhi kebutuhan hotel dan konsumen akan sayuran impor 
yang lebih murah. Sebagai pengusaha minuman, daging, ikan, dan sayuran 
impor, Jaya memanfaatkan jaringan kerjanya ke hotel dan supermarket besar. 
Jaya berangan-angan menyusul kesuksesan beberapa petani hidroponik di 
Lembang, Bandung, khususnya hasil budidaya tomat beef yang disukai orang 
Jepang. ”Saya optimistis bisa meningkatkan omzet penjualan sayur ini,” kata 
Jaya. (FX Puniman)
Z Chaniago - Palai Rinuak - http://www.maninjau.com
======================================================================
Alam Takambang Jadi Guru
======================================================================
 
Website http://www.rantaunet.org
_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke:
http://rantaunet.org/palanta-setting
____________________________________________________

Kirim email ke