Gawat Kristenisasi Incar Akhwat

Dengan mengenakan busana Muslimah, kaum pemurtad yang diduga kuat
sebagai
aktivis Salibis mendatangi masjid-masjid dan tempat kumpul aktivis
dakwah
yang banyak dikunjungi Muslimah. Mereka mengincar akhwat untuk
dimurtadkan.

Jumat (24/6/2005), tengah hari. Jarum jam menunjukkan angka 10.30 WIB.
Di
luar, Sang surya memancarkan cahayanya, menjalankan perintah Sang
Khalik:
menyinari bumi, ciptaan Allah Yang Maha Agung. Manusia pun terlihat
lalu-lalang, mengejar rezeki dunia. Padahal waktu shalat Jumat segera
tiba.

Tiba-tiba suara telepon redaksi SABILI, berdering. Setelah mengangkat
gagang
telepon, terdengar suara perempuan menjerit dan ketakutan. "Tolong saya
pak.
Saat ini saya berada di luar Jakarta. Mereka menculik saya dengan
mobil,"
telepon Endah (nama samaran), singkat, dengan rasa takut, kepada salah
seorang kru SABILI.

Endah adalah seorang akhwat, aktivis dakwah. Bersama teman-teman
sebayanya,
selama ini gadis berusia 23 tahun itu aktif mengikuti program tahfidzul
Qur'an di Pesantren Yapith, Pondok Gede, Bekasi. Selain itu, ia juga
rutin
mengikuti kajian pekanan (liqo') gerakan Tarbiyah.

Nasib Endah sungguh ironis. Gadis yang awalnya sangat periang ini sedang

diincar gerakan kristenisasi. Endah sedang menjadi target operasi (TO)
gerakan pemurtadan yang terselubung. Dengan cara-cara tak terpuji,
mereka
berusaha keras memurtadkan aktivis masjid ini.

"Penculikan" Endah ini sudah yang kesekian kalinya. Hal itu dibenarkan
Yan,
kakak Endah. Menurut Yan, tahun 2003 lalu, Endah pernah mengalami nasib
serupa. Mereka pernah membawa Endah ke sebuah rumah yang berada di
daerah
Tanggerang. Di sana, mereka berusaha mencuci otak Endah dengan
memberikan
doktrin-doktrin Kristen.

Namun usaha mereka ternyata tak terlalu berhasil. Mantan siswi Ma'had
Al-
Hikmah, Bangka, Jakarta Selatan ini akhirnya berhasil meloloskan diri
dari
sekapan mereka. Dengan alasan mau kuliah ke Ma'had Al-Hikmah, Endah pun
bisa
kembali lagi ke rumah. Setelah berhasil lolos, kondisi Endah ternyata
agak
berubah. Ia sering merasa sakit kepala dan kerap tak sadarkan diri.
Dalam
keadaan tak sadar itu pula ia sering menyebut-nyebut Yesus, sementara
lidahnya terasa berat untuk membaca Qur'an.

Untuk mengatasinya, Endah akhirnya melakukan terapi ruqyah (dibacakan
ayat-ayat Qur'an dan doa, sebagaimana dicontohkan Nabi saat mengusir jin

dari dalam tubuh manusia). Setelah tim ruqyah berhasil mengeluarkan
pengaruh
sihir dan jin dari tubuh Endah, kondisi akhwat yang sering mengajar
ngaji
anak-anak ini lebih mendingan dan bisa kembali beraktivitas seperti
sediakala. "Beberapa bulan lalu kondisinya sudah bagus, tapi belakangan
ini
kambuh lagi," kata Budi.

Kasus Endah bermula dari sebuah acara di Masjid Istiqlal, beberapa tahun

lalu. Waktu itu, Endah didekati seorang perempuan berjilbab, seperti
pakaian
seorang akhwat (pakaian jubah dengan jilbab panjang). Entah mengapa
setelah
berkenalan, tiba-tiba Endah terhanyut dan mau saja mendengar omongan
perempuan itu. Apalagi dalam obrolan itu, ia sering kali menyinggung
tentang
gerakan Islam, mulai dari Tarbiyah, Salafi, Jamaah Tabligh hingga Hizbut

Tahrir.

Pertemuan Endah dengan perempuan berjilbab itu ternyata berlanjut sampai

Endah kuliah di Ma'had Al Hikmah, Bangka, Jakarta Selatan. Perempuan ini

acap kali menyatroni Endah ke Ma'had tersebut. Seperti juga
pertemuan-pertemuan sebelumnya, seperti dihipnotis, Endah tak kuasa
menolak
ajakan perempuan berjilbab itu untuk berjalan-jalan. Mereka juga sering
kumpul dengan beberapa orang, bak sebuah halaqah, mengkaji Islam.

Mulanya, materi-materi yang disampaikan dalam "halaqah" itu, tidak ada
yang
bermasalah. Namun lama-kelamaan dirasakan materinya agak menyimpang.
Tidak
lagi berpandangan positif terhadap Islam, malah menjelek-jelekkan
harakah
(gerakan) satu dengan harakah lainnya. Bahkan sering kali memfitnah
Allah,
Islam dan Rasul-Nya.

Kasus ini pun mencapai klimaksnya saat mereka "menculik" dan menyekap
Endah
di sebuah rumah di luar Jakarta. Semalaman, seorang perempuan yang
mengenakan jilbab dan mengenakan kalung salib mendoktrin Endah dengan
doktrin-doktrin Kristen. Sejak itu, Endah, yang awalnya gadis periang
ini,
kini selalu dibayangi rasa takut mendalam karena menjadi incaran gerakan

kristenisasi.

Di Bekasi, beberapa waktu lalu juga terjadi kasus serupa. Linda, seorang

akhwat berteman akrab dengan seorang perempuan Kristen yang menyebut
dirinya
dengan "umi". Saat akhwat ini lengah, perempuan itu mengambil dompetnya.

Dompet akhwat ini kemudian diberikan kepada suami si perempuan itu yang
juga
menyebut dirinya dengan "abi". "Abi" ini kemudian memanggil akhwat
tersebut.
Namun setelah pertemuan dengan "abi", akhwat ini jadi tidak karu-karuan.

Kepalanya sering terasa sakit. Saat diperintah suaminya, akhwat ini jadi
tak
menurut. Ia juga tak lagi senang membaca al-Qur'an. Selain sering
menyebut-nyebut nama "umi" dan "abi", akhwat ini juga sering
kebayang-bayang
Yesus, Tuhan Kristiani.

Kondisi akhwat itu saat ini sudah pulih kembali. Namun perjuangan
memulihkannya cukup berat. Untuk menghilangkan pengaruh jin di tubuh
akhwat
itu, memakan waktu sekitar tujuh bulan. Selama itu pula keluarga Adi
Ambargono ini mendapat tekanan batin karena sering mendapat komentar
tidak
sedap dari masyarakat sekitar.

Kasus pemurtadan para akhwat ternyata tak hanya terjadi di Jakarta dan
Bekasi, tapi juga terjadi di luar Jakarta. Beberapa waktu lalu, kasus
yang
mirip terjadi di Medan, Sumatera Utara (Sumut). Seorang akhwat,
keponakan
aktivis gerakan Tarbiyah Medan diculik kelompok Kristen sampai dua kali.

Awalnya, seorang perempuan berjilbab mendekati seorang akhwat. Merasa
targetnya sudah percaya, kemudian ia mengajak akhwat ini minta izin
tidak
masuk sekolah untuk makan-makan dan jalan-jalan. Hal ini terus
berlangsung
selama kurang lebih tiga bulan. Bak disambar geledek di siang bolong.
Ayahnya kaget setelah mendapat kabar bahwa anaknya sudah tiga bulan
tidak
masuk sekolah dengan alasan izin ke rumah sakit. Padahal setiap hari ia
merasa tidak ada masalah karena anaknya selalu berpamitan untuk
berangkat
sekolah.

Puncaknya, Akhwat ini diculik dan dibawa kabur ke Jambi. Selama dalam
perjalanan, mereka memasukkan dan membaptis aktivis Islam ini di gereja.

Bahkan, karena berontak, mereka pernah memukul kepala akhwat ini sampai
pingsan. Beruntung ia bisa kabur. Namun setelah berhasil pulang,
kondisinya
sudah tak normal. Akhwat ini sering merasa sakit kepala dan kerap tak
mampu
mengendalikan diri. Akhirnya, setelah diruqyah, kondisinya mulai pulih
kembali.
Tapi kaburnya "buruan" tidak membuat para pemurtad itu patah semangat.
Beberapa waktu kemudian, saat seisi rumah tengah tertidur lelap, mereka
menaiki loteng dan menculik kembali akhwat tersebut. Orang tua akhwat
ini
baru tersadar setelah menerima SMS dari penculik yang bunyinya: "Selamat

mengambil anakmu yang ada di neraka."

Langkah cepat segera dijalankan Ustadz Nuh, mantan Ketua PKS Sumut yang
kini
menjadi anggota DPRD provinsi tersebut. Ia langsung mengontak seluruh
kader
PKS Sumut. Tak beberapa lama, ada kabar akhwat itu berada di Polres
Siantar,
setelah sebe lumnya ditemukan di sebuah pohon dalam kondisi terikat.
Kini,
di Sumut, kasus pemurtadan akhwat tersebut menjadi persoalan serius.
Meski
kasus kristenisasi ini sudah masuk ke kepolisian, namun sejumlah ormas
Islam, seperti DDII, IKADI, PKS dan organisasi Islam lainnya terus
mendesak
agar Kapolda Sumut segera serius mengusut tuntas kasus ini.

Di Bandung, Jawa Barat upaya-upaya pemurtadan para akhwat, aktivis
dakwah,
juga marak. SABILI mendapat cerita langsung dari Siti Nurjanah, SS,
seorang
murrobi (guru) dan aktivis Tarbiyah. Menurutnya, untuk mengincar
mangsanya,
khususnya para akhwat di Bandung, para misionaris dan kaum pemurtad
sering
mengenakan simbol-simbol Islam, seperti jilbab panjang dan jubah.

Sasaran mereka adalah akhwat yang baru mengikuti kegiatan Tarbiyah.
Karena
pemahaman para akhwat ini, baru sebatas belajar dan belum utuh benar
pemahaman keislamannya, sehingga besar kemungkinan masih bisa mereka
pengaruhi. Untuk memangsa sasaran, biasanya mereka mendatangi
tempat-tempat
yang menjadi ajang berkumpulnya orang Islam di Bandung, seperti Masjid
Salman, Masjid Istiqomah, juga Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Jawa Barat.
Setelah menyusup ke tempat ramai tersebut, mereka mendekati para akhwat
dan
berusaha memengaruhi akidah mereka.

Sebut misalnya, cerita yang terjadi di Pusdai (Bandung) beberapa waktu
lalu.
Saat itu ditemukan seorang perempuan yang mengenakan busana mirip akhwat

pada umumnya: berjilbab panjang dan memakai jubah. Secara tak sengaja,
saat
di toilet seorang akhwat melihat perempuan berjilbab itu memakai kalung
Salib. Bahkan saat diperiksa, di dalam tas perempuan tersebut ditemukan
Alkitab.

Kecurigaan itu makin terasa saat para akhwat melaksanakan ibadah shalat.
Di
saat semua orang melakukan rukun Islam kedua itu, perempuan berjilbab
tadi
tidak melakukannya. "Saya mendapat informasi ini dari aktivis dakwah
kampus
yang mengikuti kegiatan Tarbiyah," tegas Siti Nurjanah. Masih di sekitar

Bandung, kasus pemurtadan kali ini terjadi di Universitas Winayamukti
(Unwim) Jatinangor, Jabar. Korbannya, lagi-lagi akhwat, mahasiswi
Universitas Padjajaran (Unpad). Beberapa waktu lalu, ia didekati seorang

pria yang mengaku diri sebagai perwira polisi. Sejak pertama kali
berkenalan, pria ini terus saja menempel akhwat itu.

Namun belakangan diketahui pria yang mengaku dari kesatuan polisi itu
adalah
seorang Nasrani. Merasa sudah saatnya, ia pun mengajak akhwat ini
menikah
dan pindah agama. Setelah menikah, akhwat ini tak pernah mengikuti
kegiatan
Tarbiyah lagi. Tim Forum Antisipasi Kristenisasi dan Pendangkalan Akidah

(FITRAH) juga menceritakan kasus pemurtadan yang nyaris menimpa seorang
akhwat, mahasiswi UPI Bandung. Kasusnya terjadi pada akhir tahun 2004
lalu.
Mulanya, seorang akhwat diminta memberikan les privat bahasa kepada
orang
asing beragama Nasrani.

Lama-kelamaan keluarga itu melakukan pendekatan personal. Mereka
melakukan
pendekatan persuasif, seperti mengajak jalan-jalan bareng. Saat akhwat
ini
mengalami masalah ekonomi, mereka membantunya. Namun ujung-ujungnya,
mereka
meminta akhwat ini pindah agama. Untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, akhirnya ia pergi dari keluarga Nasrani itu.

Kasus pemurtadan akhwat di Sumatera Barat tak kalah hebohnya. Kasus ini
terjadi di kampus Politani Universitas Andalas, Payakumbuh beberapa
waktu
lalu. Sedikitnya 23 akhwat, mahasiswi Politani, kesurupan dan
menyebut-nyebut nama Bunda Maria, Yesus dan Salib. September 2003 lalu
kasus
serupa juga menghantam Madrasah Aliyah Negeri (MAN) II Payakumbuh.
Sebanyak
sebelas siswi kesurupan dan menunjukkan perilaku aneh, menyebut-nyebut
nama
Yesus, Bunda Maria, Salib dan menyatakan suka dengan Injil.

Kasus demi kasus pemurtadan yang mengincar akhwat terus menguak ke
permukaan. Ibarat fenomena gunung es, yang nampak dan muncul hanyalah
sebagian kecil saja. Sementara yang belum muncul ke permukaan,
disinyalir
masih banyak. Karenanya, sudah seharusnya aparat kepolisian serius
menindaklanjuti laporan yang masuk, seperti terjadi di Sumatera Utara.

Sambil menunggu tindakan aparat, yang penting dilakukan Muslim dan
Muslimah,
khususnya para dai dan daiyah, adalah agar memberikan tarbiyah
(pendidikan
Islam) secara utuh, sehingga mereka yang kerap jadi sasaran, terhindar
dari
jerat-jerat pemurtadan yang sedang mengincar. Tak kalah pentingnya
adalah,
selalu waspada. Beragam info di atas, jadikan pelajaran dan pengalaman,
agar
terhindar dari upaya-upaya busuk mereka. Jika tidak, gawat!

Rivai Hutapea




_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke