TP UNP http://www.geocities.com/pakguruonline/tp_unp.html
Suatu hari nanti, semua guru berkualitas baik, di Sumatera Barat akan berasal dari jurusan Teknologi Pendidikan, Universitas Negeri Padang; suatu ramalan dan harapan. Oleh : Drs.Fekrynur St. Palindih, M.Ed. (Seorang Guru, kini Staf Balai Tekkomdik, Dinas Pendidikan Sumatera Barat) Banyak hal yang perlu diperbaiki untuk mendapatkan suatu mutu pendidikan yang baik, agar Sumatera Barat bisa keluar dari kondisi pendidikan seperti sekarang ini. Diantara perbaikan itu adalah dengan menyediakan dan memakai guru yang baik dan bermutu di sekolah. Guru yang baik yaitu yang bernawaitu (berniat) tulus dan mengabdi secara total kepada profesinya, menguasai teknologi komunikasi pendidikan, dan paham cara menggunakan berbagai media dan alat bantu mengajar. Sementara, guru yang bermutu adalah guru yang menguasai matapelajaran yang diajarkannya. Ibarat seorang joki di gelanggang tunggang serasi; walau si joki telah mengenal track dan rintangannya dengan baik, sadelnya nyaman, kriteria yang akan dinilai juri sudah jelas; tapi kalau kuda tunggangan tidak ada,--- ada, tapi belum jinak bagi si-joki--- maka akan sulit diharapkan si Joki bisa mempertontonkan bahwa tunggang serasi itu suatu pekerjaan yang menarik, mudah, dan indah. Bila mata pelajaran itu dapat diasosiasikan dengan kuda; maka seberapa 'jinak' kuda itu ditangan para 'joki' pendidikan kita, akan ikut menentukan mutu pendidikan itu. Guru Bahasa Inggeris, sebagai contoh; bila si Guru mengajar hanya dengan menghandalkan berbagai Teori Komunikasi Pendidikan, walau telah mengenal berbagai media mengajar, paham tuntutan kurikulum, dia akan gagal kalau buat Si Guru sendiri bahasa Inggeris itu masih "liar". Alumni Jurusan Teknologi Pendidikan dari Universitas Negeri Padang, sekarang gambarannya lebih kurang sama dengan seorang joki tunggang serasi yang tidak akrab dengan kudanya. Itu tersebab, dia tidak menguasai mata pelajaran tertentu. TEKNOLOGI PENDIDIKAN, yang mereka pelajari masih terlalu umum dan luas, tidak dikaitkan dengan tuntutan praktek pengajaran matapelajaran tertentu di depan kelas. Walaupun alumni Jurusan TP sudah cukup banyak tersedia, namun untuk merierut (baca: mengangkat mereka menjadikan guru PNS), alumni TP di sekolah barangkali masih dianggap terlalu mewah; sebabnya adalah: yang dibutuhkan dan masih sangat kurang adalah guru matapelajaran; Fisika, Kimia, Bahasa Inggeris, Bahasa Indonesia, dan Matematika. Sementara, ada indikasi bahwa guru matapelajaran tersebut belum menguasai Matakuliah Dasar Keguruan (Teknologi Komunikasi Pendidikan) Kita tidak menutup mata bahwa di Jurusan tertentu baik di UNP maupun di Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan lain, pengajaran Matakuliah Dasar Keguruannya sudah cukup baik dan maju. Ini belum cukup untuk memperbaiki mutu pendidikan secara signifikan. Mungkin perlu dibuat suatu standar ukuran penguasaan matapelajaran minimal tertentu sebelum seorang mahasiswa, calon guru, mulai belajar MKDK dari dosen yang ahli dalam matapelajaran target. Sebab, tiap matapelajaran punya latar belakang teori tentang matapelajaran itu sendiri-sendiri. Kita ambil pengajaran matapelajaran Bahasa Inggeris sebagai contoh: Dipastikan, bahwa tidak semua yang pandai berbahasa (penutur bahasa) Inggeris memahami aspek teori yang mendasari pengajaran bahasa itu. Itulah sebabnya tidak semua orang yang pandai berbahasa Inggeris dapat diminta untuk mengajar Bahasa Inggeris. Tidak semua orang Indonesia bisa mengajar bahasa Indonesia, bukan? Teori Bahasa, bila digabung dengan Teori Belajar menghasilkan berbagai 'aturan dasar' yang menerangkan bagaimana sebaiknya mengajar bahasa dilakukan. Aturan dasar itu akan menghindarkan guru dari cara-cara mengajar yang bertentangan dengan Prinsip Bahasa dan Prinsip Belajar. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bila: Teori Bahasa mengatakan bahasa itu adalah komunikasi, maka siguru tidak akan terlalu ngotot, bahwa siswanya harus bisa mengatakan sesuatu ungkapan atau kata dengan pas seperti penutur asli; dengan men-drill siswa sampai berbuih; menyuruh siswa menghapal arti kata di luar konteks, dan sebagainya. Bila belajar itu hanya bisa terjadi dengan: I + 1 (pengalaman + 1 informasi) maka guru tidak akan mengguyur siswa dengan berbagai masukan baru sekaligus. Matapelajaran tertentu, seperti: Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Ilmu Sosial lainnya tentu mempunyai pula berbagai pertimbangan yang mempengaruhi nuansa dan penekanan Teknologi Komunikasi Pendidikannya yang khas pula, disamping tingkat penguasaan minimal yang diprasyaratkan, untuk seseorang dapat menjadi guru dalam mata pelajaran itu. Pengertian dan penguasaan guru terhadap satu matapelajaran akan sangat mempengaruhi sikapnya; sehingga dia tidak akan mengatakan matematika itu sukar, dan hanya untuk orang-orang spesial. Saya mempertanyakan, apakah selama ini, semua hal diatas, telah menjadi pertimbangan dalam meluluskan seorang calon guru di LPTK, atau belum? Bila sudah, apakah pejabat yang berwenang dalam mengangkat seseorang untuk menjadi guru dengan status sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di sekolah- sekolah di Sumatera Barat, telah memakai kriteria diatas atau belum? SIKAP UNP UNP bukan Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan satu-satunya, tetapi sebagai lembaga 'sentral kependidikan' milik pemerintah, yang kaya pakar semestinya, dapat menjadi agen perbaikan mutu pendidikan di Sumatera Barat. Diantara yang antara hal yang dapat diperbuat UNP adalah : Pembenahan kurikulum Fakultas Pendidikannya sendiri untuk dapat mencetak kader gurumatapelajaran yang menguasai teknologi mutakhir pengajaran masing-masing matapelajaran itu. Menjadi lembaga penjamin mutu guru Pegawai Negeri, yang direkrut 'secara benar' oleh Dinas Pendidikan, Memainkan fungsi politis dalam penanganan pendidikan menuju mutu baik, menurut versi pakar pendidikan. Semestinya seorang lulusan JurusanTP, UNP diproyeksikan untuk jadi guru SD yang familiar dengan tugas seorang guru kelas; dan atau guru matapelajaran (tertentu di SMP dan SLTA) yang paham Teknologi Komunikasi Pendidikan. Hal ini hanya akan bisa dicapai lewat pembenahan kurikulum LPTK Bila kita ingin meningkatkan mutu pendidikan berbicaralah tentang, dan dengan para guru yang bermutu cara pengelolaan PBM-nya. Tidak dengan para guru atau pejabat yang ahli tentang perluasan kesempatan belajar, (yang lebih banyak ditafsirkan sebagai perluasan kesempatan membangun gedung sekolah). Membangun gedung sekolah sebaiknya diserahkan saja kepada orang yang ahli bangunan gedung. Peralihan status IKIP, sebagai lembaga pencetak tenaga guru menjadi Universitas Negeri Padang, universitas untuk 'ilmu murni' semestinya, tidak mengurangi kemampuan pengabdiannya kepada Pendidikan Dasar dan Menengah. Unsur pimpinan UNP mestinya mampu memecah kotak-kotak arogansi sektoral perfakultas. Akankah FIP, dengan Jurusan Teknologi Pendidikannya akan mengklaim bahwa hanya dia (di lingkungan UNP) yang bisa mencetak tenaga kependidikan, walaupun minus matapelajaran? Apakah UNP tetap berpikir untuk terus mencetak alumni menjadi birokrat pendidikan, tanpa harus mencoba mengajarkan matapelajaran tertentu di depan kelas, di SD, SMP dan SLTA? UNP sebagai lembaga tertua pencetak tenaga guru untuk sekolah menengah, yang sekarang juga dituntut untuk menyiapkan tenaga guru SD, mestinya mengambil langkah-langkah konkrit baik secara akademik maupun politis untuk berperan dalam menentukan arah kebijakan pembinanan pendidikan di Sumatera Barat. Ada gejala bahwa dengan otonomi daerah masing-masing daerah merasa spesial. Seolah - olah tidak mengakui lagi betapa universalnya pendidikan dan pengajaran itu. Bila pemimpin politik, pengambil kebijakan di daerah, menganut paham kedaerahan yang picik, dengan plesetan PAD sebagai: Putra Asli Daerah, telah berkuasa sebegitu rupa sehingga cenderung melindas saja apa-apa yang semestinya dilakukan sesuai dengan pertimbangan ahli pendidikan, mengapa UNP tidak membuat semacam Komite Ahli Pendidikan (Pengajaran) Matapelajaran yang anggotanya disamping ahli juga PABD (Putera Asli Berbagai Daerah) kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Komite ini harus bisa membaca dan mendekati siapa saja oknum pejabat puncak di propinsi, kabupaten dan kota. Jagokan ahli pendidikan yang berasal dari berbagai kabupaten dan Kota, sehingga ketika Si Pejabat, terpilih, akan merikrut Kepala Dinas pendidikan di daerahnya, terjamin bahwa yang dirikrut benar-benar yang paling ahli di bidang Pendidikan, di daerah itu. Dengan begitu gejolak protes, dan pembangkangan diam-diam tidak perlu terjadi Kalau masih ada diantara Pimpinan Daerah yang berkelik bahwa para petinggi suatu manajemen (pendidikan) tidak harus dari ahli pendidikan seperti apa yang terjadi di pemerintahan pusat sekarang, maka memungkin kepada (oknum) pemimpin seperti itu dilakukan penekanan secara ilmiah oleh ahli dalam suatu kelompok akademik yang netral dan jauh dari bias, serta kepentingan perorangan semata. Kenapa kita masih harus berpegang kepada hal yang umum-umum, sementara dunia tiap menit semakin bergeser kepada spesialisasi yang makin tajam untuk mencapai mutu? Atau kenapa tidak diadakan saja uji publik untuk pejabat yang keras hidung itu? Kalau memang kakaen sudah menjadi darah daging kita, ciptakan agar pejabat itu memilih saudara sekabupatennya, namun tetap dari kalangan mereka yang ahli di bidang pendidikan. Itu baru namanya kakaen, yang bertanggung jawab; kakaen menuju mutu. Bila UNP berhasil mutu pendidikan di Sumatera Barat akan membaik Selamat berkakaen ____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ------------------------------------------------------------ Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib ____________________________________________________