Minggu, 22 Agustus 2004 Naskah Kuno, Masih adakah yang peduli Laporan : lhk
Sebuah simposium internasional tentang pernaskahan Nusantara berlangsung di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, akhir Juli lalu. Walau sederhana, simposium ini berhasil mengumpulkan para filolog internasional dan nasional. Sebuah manuskrip panjang dipamerkan di Wisma Syahida, Jakarta, 26-28 Juli lalu. Sayang, tak semua orang bisa menyaksikan manuskrip yang dikenal dengan Ranji Melayu Tinggi, Ranji Tinggi Indrapura Manuskrip berupa gulungan kertas berukuran 507 X 57,2 cm, ini hanya bisa dinikmati peserta simposium internasional Pernaskahan Nusantara VIII' dan Konggres Masyarakat Pernaskahan Nusantara III . Manuskrip tadi merupakan naskah nusantara terpanjang, saat ini. Ia merupakan dokumen tertulis tentang kerajaan Usali, Kesultanan Indrapura. Ia berisi uraian silsilah keturunan raja-raja dan sultan Indrapura di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Manuskrip tadi Disimpan dalam sebuah tabung yang terbuat dari seng-plat berwarna coklat tua dengan ukuran panjang 65 Cm dan diameter 10 Cm. Dalam manuskrip tersebut ada tulisan aksara Arab dab Arab Melayu dengan hiasan garis-garis tebal bercabang-cabang sampai keujungnya yang berbentuk lingkaran dengan tyinta warnna merah, hitam, biru dan hijau. ''Ada sebanyak 203 buah lingkaran yang terdapat dalam manuskrip tersebut, serta tujuh cap stempel dibeberapa tempat sepanjang naskah,'' kata Emral Djamal Dt Rajo Mudo, yang tampil sebagai pembicara dalam simposium ini. Pengamat budaya tradisi di Sumatera Selatan ini mengungkapkan bahwa kalau dilihat secara keseluruhan garis-garis dan lingkaran tersebut membentuk semacam pohon bercabang dengan dahan dan ranting-rantingnya. Di setiap lingkaran akan tertulis nama atau gelar keturunan-keturunanya. Manuskrip ini, sekarang disimpan oleh Sutan Boerhanoeddin, Gelkar Sutan Firmansyah Alamsyah. Tak mudah membawa manuskrip itu ke Jakarta, sekalipun dimanfaatkan untuk pengkajian ilmiah selama berlangsung simposium. Dr Oman Fathurahman, penyelenggara simposium, mengaku harus melakukan pendekatan yang lama untuk bisa meyakinkan bahwa naskah itu penting untuk ilmu pengetahuan. ''Hampir dua tahun saya melakukan pendekatan,'' cerita dosen Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah. Simposium itu sendiri dihadiri tak kurang dari 100 ahli pernaskahan kuno baik dari dalam negeri maupun dunia internasional. Penyelenggaraanya didukung penuh Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) dalam Simposiumnya, C-DAT Tokyo University of Foreign dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Walau dihadiri ilmuwan internasional, jangan membayangkan Wisma Syahida setaraf dengan Golden Ballroom Hotel Bintang Lima yang biasa digunakan untuk seminar bertaraf internasional. Wisma ini berada di dalam kompleks UIN Jakarta. Jangan membayangkan seminar ini akan dipadati karangan bunga dan sponsor. Kesederhanaan, tak menyurutkan niat para peserta dan pembicara seminar hadir ke wisma ini. Tampil sebagai pembicara, antara lain, Prof Dr MC Rickles (Melbourne University); Dr Yumi Sugahara (C-Dats), Pro Dr Henri Chambert-Loir (EFEO, Paris), Satsuki Kato BA (Tokyo University), Dr Dick van der Meij (leiden), dan Dr Uli Kozok (the University of Hawai'i at Manoa. Dari dalam negeri, antara lain Rektor UIN, Prof Dr Azyumardi Azra, Prof Dr Harimurti Kridalaksana (UI), Dr Uka Tjandrasasmita dan Dr Jamhari Makruf (UIN Jakarta), Drs Supardjo M Hum (Yayasan Sastra Solo), Drs M Yusuf M Hum (Unand Padang) dan Drs Ali Akbar (Balitbang Agama Depag RI). Sorang filolog University of Hawai'i at Manoa, Dr Uli Kozok, mengaku bangga bisa ikut simposium ini. ''Melalui forum ini, kita bisa membahas semua persoalan secara utuh,'' kata Uli. Pada simposium itu, ia mempresentasikan temuannya mengenai naskah kuno, yang usianya diperkirakan lebih tua dibandingkan dengan Hikayat Raja Pasai. Naskah tadi diketemukan di desa Tanjung Tanah, Kerinci, Jambi. Naskah bertajuk Kitab Undang-undang Tanjung Tanah ini, ditulis diatas kertas daluang (kertas Jawa) dengan menggunakan sejenis aksara pascaPalawa praIslam. Tulisan pada naskah itu hampir mempunyai kesamaan dengan aksara Melayu zaman Adityawarman. Temuan Uli, diperkirakan akan meruntuhkan teori yang selama ini berkembang bahwa Hikayat Samudera Pasai merupakan karya sastra Melayu tertua, untuk saat ini. Sebagai negara yang kaya dengan budaya dan tradisi, Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki banyak naskah kuno. Banyak kalangan yang belum menyadari manfaat dari dokumen kuno tadi. Tak mengherankan, banyak dokumen-dokumen kuno yang hilang, dan kemudian ditemukan di sejumlah musuem di sejumlah negara. ''Banyak naskah kuno yang berada ditangan orang pribadi yang sangat sulit bisa dipertanggungjawabkan,'' ujar Oman. Karena menjadi milik pribadi, tak mudah bagi publik atau kalangan ilmuwan mengetahui atau membaca isi naskah kuno tadi. Studi naskah kuno jauh tertinggal bila dibandingkan disiplin ilmu-ilmu lain, seperti sejarah, arkeologi, antropologi atau sastra sendiri. ''Bahkan ilmu filologi tidak populer di hati masyarakat,' papar Oman. Namun tidak berarti kajian mengenai naskah kuno terhenti sama sekali. Di Nusa Tenggara Barat, misalnya, tengah dilakukan pengkajian terhadap sejumlah lontar kuno. Lontar kuno tadi diperkirakan menjadi dokumen tertulis masuknya Islam ke Nusa Tenggara Barat. Lebih dari itu, berbagai upaya untuk mendapatkan kembali naskah-naskah kuno yang notabene menjadi kekayaan bangsa, juga terus dilakukan. Berbagai negara bersedia mengembalikan naskah-naskah kuno yang menjadi milik bangsa Indonesia. Memang, dibandingkan dengan bentuk-bentuk peninggalan budaya non tulisan seperti candi, istana, masjid, atau punden, naskah nusantara jumlahnya jauh lebih besar. Penyebarannya hampir merata di seluruh kota-kota besar di dunia. Oman menyebut perlu suatu dorongan agar perhatian terhadap naskah Nusantara lebih besar lagi. Salah satu langkah yang ditempuh adalah manfaatkan naskah-naskah lama sebagai sumber data dan informasi dengan pemanfaatan yang luas. ''Artinya yang hanya digunakan kalangan tertentu seperti pustakawan atau filolog. Tapi diharapkan dapat dimanfaatkan disiplin ilmu-ilmu lain,'' papar Oman. Dalam konteks ini pemeliharaan, penelitian dan pemanfaatan naskah-naskah Nusantara perlu lebih dioptimalkan. Apalagi, dari waktu ke waktu kondisi fisiknya semakin memprihatinkan. ''Di sini dituntut peran semua pihak, agar naskah kuno yang ada tak cepat rusak,'' kata Oman. ____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ------------------------------------------------------------ Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib ____________________________________________________