Salam PERMIAS,

FYI, Masukkan rekan-rekan dari GSJ mengenai Partai anti Status Quo.

Salam,
--
Okki Senobroto
[EMAIL PROTECTED]
http://www.nawala.com

---------- Forwarded message ----------
Date: Wed, 02 Jun 1999 02:52:02 +0700
From: SDH <[EMAIL PROTECTED]>
Reply-To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [pilas] 7 partai anti status quo - layak pilih

SIARAN PERS
GERAKAN SARJANA JAKARTA
1 JUNI 1999

PERNYATAAN POLITIK


REFLEKSI

Setahun yang lalu, Soeharto meninggalkan tahta dengan mewariskan berbagai
masalah nasional, termasuk konfigurasi STATUS QUO yang menjadi duri dalam
daging bagi dinamika politik Indonesia. Elemen "status quo" adalah elemen
masyarakat yang bisa didefinisikan sebagai berikut: 1. Tidak menginginkan
perubahan dalam arti yang diperluas, yakni menjaga kelembaman dinamika
politik Indonesia agar tidak terjadi perubahan struktural dan sistemik
sehingga tidak merugikan kelompok yang diuntungkan oleh kekuasaan Orde
Baru. Dengan kata lain, "status quo" ini akan berusaha meredam atau
memanipulasi reformasi total yang mendasar dan menyeluruh dengan segala
cara untuk mengamankan dan meneruskan kekuasaan Orde Baru.

2. Menginginkan perubahan yang menguntungkan kelompoknya dan jika berkuasa
cenderung menjalankan politik yang dilaksanakan oleh Orde Baru. Dengan
demikian pembodohan, penindasan, dan ketidakadilan Orde Baru tetap
berlanjut dalam bentuk dan rejim yang berbeda. Elemen status quo tidak
akan melakukan reformasi total secara substansif untuk mewujudkan
demokrasi yang dibutuhkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Mengikuti hukum
alam, elemen status quo ini mempertahankan diri dengan berbagai cara,
termasuk menyaru, merubah bentuk, penampilan, "suara", menggandakan diri,
memasuki berbagai komunitas politik lainnya, dan menyebar luas bagaikan
virus penyakit menular. Kini, di saat-saat kritis menjelang Pemilu 7 Juni
1999, "Status Quo" menjadi stigma yang dihindari kebanyakan partai
politik. Istilah ini menjadi membingungkan rakyat karena tidak jelasnya
perbedaan mana partai politik yang status quo dan mana yang anti status
quo. Ketidakjelasan itu sebenarnya merupakan produk yang dihasilkan
kelompok "status quo" itu sendiri, yang sampai saat ini masih menguasai
pemerintahan negara. Ketidakjelasan itu juga merupakan kelanjutan dari
pengaburan arti "reformasi total" yang dimanipulasi dengan propaganda
bahwa pemerintah dan ABRI juga sedang melaksanakan reformasi. Hal ini
dibuktikan dengan melakukan perubahan-perubahan yang jelas belum sesuai
dengan substansi reformasi total. Karena itu, masyarakat Indonesia perlu
dijelaskan dan diingatkan bahwa: 1. Orde Baru masih berkuasa. 2. Reformasi
total yang mendasar dan menyeluruh belum terwujud. 3. "Status quo" adalah
elemen politik yang ada di mana-mana, akan memanipulasi rakyat, dan akan
menjalankan politik Orde Baru, baik dengan mempertahankan kekuasaan yang
ada atau menggantinya dengan rejim yang lain sehingga demokrasi yang
diinginkan tidak terwujud.

4. Diperlukan kebijakan untuk mendukung pihak-pihak yang anti status quo
agar penyelenggaraan negara dipimpin oleh pihak yang dapat menjamin
terlaksananya reformasi total secara substansif sehingga demokrasi dapat
terwujud.

Sehubungan dengan itu, untuk memberikan kejelasan bagi masyarakat, bersama
ini kami sampaikan indikator untuk menggolongkan suatu partai ke dalam
kategori anti status quo, yaitu:

1. Proaktif, tegas, dan jelas menuntut pengadilan Soeharto.
2. Proaktif, tegas, dan jelas menentang Soeharto.
3. Proaktif, tegas, dan jelas menolak Habibie.
4. Proaktif, tegas, dan jelas menuntut dihapuskannya Dwifungsi ABRI.
5. Tidak menentang amandemen UUD 45.
6. Tidak mendasarkan partai pada prinsip-prinsip primordialisme.
7. Tidak memiliki kecenderungan menjalankan politik sektarian/
diskriminatif.

Berdasarkan kajian kami, partai-partai yang memenuhi sebagian besar atau
seluruh indikator di atas sehingga dapat dikategorikan anti status quo
adalah:

1. PNI Supeni - No. 3
2. Partai Umat Islam (PUI) - No. 6
3. PDI Perjuangan - No. 11
4. Partai Amanat Nasional (PAN) - No. 15
5. Partai Rakyat Demokratik (PRD) - No. 16
6. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) - No. 35
7. Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) - No. 36

SERUAN

Kami menyerukan kepada pihak-pihak di atas sebagai pelaku politik
profesional untuk menegaskan garis perjuangan dan memperkuat daya juang
dengan menggalang kerjasama dan membentuk koalisi pro demokrasi di antara
sesama partai yang anti status quo di atas. Hal ini untuk menjamin
bersihnya penyelenggaraan negara dari segala aspek Orde Baru, baik sistem
maupun pelaksananya. Pembentukan koalisi dengan melibatkan partai-partai
yang tidak memiliki komitmen anti status quo yang jelas berdasarkan
catatan masa lalu dan proyeksi masa depan akan membingungkan rakyat dan
merugikan perjuangan untuk menyapu bersih bahaya laten Orde Baru, yaitu
segala bentuk pembodohan, penindasan, dan ketidakadilan.

PENUTUP

Politik itu sangat dinamis. Terlebih bagi Indonesia yang sedang berusaha
mencapai dan mendewasakan demokrasi. Karena itu, bagi segenap partai
politik kami harapkan untuk membersihkan diri dari segala bentuk
keterlibatan Orde Baru, baik di dalam lingkungan partai maupun di luar
partai. Khusus bagi partai-partai yang belum termasuk dalam kualifikasi
anti status quo di atas, kami sangat berharap untuk meningkatkan kinerja
dan membuktikan komitmen secara nyata dengan turut serta menyapu bersih
bahaya laten Orde Baru demi mewujudkan Indonesia "Baru" yang demokratis
dan sejahtera. Dengan demikian sejarah Indonesia masa depan akan
mencatatnya dengan tinta emas dan menurunkannya pada anak cucu kita.

Jakarta, 1 Juni 1999
GERAKAN SARJANA JAKARTA

---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
For additional commands, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Viva PILAS !

Kirim email ke