Kalau kita simak, siapa lagi sih selain AR, BS dan FB ? Namun ada apa gerangan ? Dan apa sebenarnya Objective dan Motivasi mereka yang saya tidak ketahui ? Salam, bRidWaN --- At 12:12 PM 11/1/99 +0700, Irwanto Tedja wrote: >Baru beberapa hari menjadi mentri keuangan, Bambang Sudibyo sudah >memperuncing hubungan Indonesia dengan Amerika yang notabene boss IMF. > >Kita tahu bahwa Anggaran Belanja rutin kita diharapkan untuk >ditutup dari bantuan IMF/WB. Memang kita engga harus mengemis untuk >mendapatkan bantuan itu. > >Tapi cara yang dilakukan Menku + Amin Rais >yang meng expose kepada publik tentang keinginan Amerika, malah >memperuncing hubungan Indonesia - Amerika yang lagi anget >karena rencana pembentukan poros Asia. > >Pesan sponsor adalah wajar selama dilakukan informal, apapun yang >di diminta oleh Dubes Amerika adalah biasa biasa saja, toh yang >terakhir memutuskan siapa yang jadi ketua BPPN adalah Indonesia >dan bukan Amerika. > >Jadi expose ke publik tentang tekanan Amerika terhadap Menku >adalah murni 'jual kecap politik' tapi berakibat negatif bagi >hubungan Indonesia-Amerika. > >Indonesia kalau mau usul ke Amerika untung mengganti >Clinton ama Amin Rais selama engga masuk koran engga apa apa... >memangnya gua pikirin kata si Yankee... > >Mudah mudahan hal sepele ini yang jadi gede karena digede-gedein >Amin rais tidak terulang lagi. Kalau yang begini terjadi terus >menerus runyam dah bursa kita... > >Bukannya ningkatin hubungan malah cari musuh... > >Lihat berita dibawah dari detik.com > >-- > >Salam, > >Irwanto Tedja > >Homepage: http://www.primakom.com >> detikcom, Jakarta- Abdul Hakim Garuda Nasution mengakuatirkan terjadinya komunalisme politik dalam tubuh kabinet. “Contohnya, ketika Menkeu ditekan oleh asing, dia lapornya ke Amien Rais dan bukan pada presiden yang mengangkatnya,” kata Garuda. >> >> Yang dimaksud komunalisme politik oleh Garuda adalah adanya kenyataan bahwa para menteri Kabinet Gus Dur akan lebih loyal pada pimpinan partainya dan menilai jabatan menteri adalah lahan bagi mereka. “Ini yang pernah terjadi pada dekade ‘50-an,” ujar Garuda, Senin (1/11/1999) dalam Diskusi Opini Live bertema Mencari Format Beroposisi yang Baik dan Benar di Hotel Mulia Senayan, Jl Asia Afrika, Jaksel. >> >> Komunalisme politik itu lantas ditunjukkan Garuda dengan adanya kasus Menkeu Bambang Sudibyo. Sebagaimana diketahui, Sudibyo yang orang PAN ini sempat diintervensi oleh Dubes AS sebelum dan sesaat setelah pelantikan menjadi Menkeu. Isinya, supaya tidak mengganti Kepala BPPN Glenn MS Yusuf. >> >> Intervensi itu mencuat ketika Amien Rais, Ketua MPR yang juga Ketua DPP PAN yang merekomendasi Sudibyo jadi menteri, mengkoarkannya pada pers. Bahkan Amien siap “melabrak” Dubes AS itu karena dia merasa bertanggung jawab terhadap pembentukan kabinet. >> >> “Saya heran mengapa Menkeu lapornya ke Amien Rais dan tidak ke Menko Ekuin atau ke Presiden.” kritik Garuda. “Mungkin kabinet belum biasa atau bingung,” sambung aktivis HAM ini. >> >> Hanya Harapkan Kontrol Sosial >> >> Pada kesempatan yang sama, pengama politik UI, Bachtiar Effedi, menyatakan bahwa dengan sistem kabinet presidensial dan kabinet yang bersifat kompromistis, maka oposisi akan sulit terbangun. “Kita hanya bisa melakukan kontrol sosial dan itu bisa dilakukan oleh DPR dan masyarakat umum,” kata Bachtiar Effendi. >> >> Oposisi, menurut Bachtiar, adalah sebuah kekuatan yang bertujuan untuk menjatuhkan pemerintahan yang berkuasa dan menggantikan kekuasaan pemerintahan itu. “Dan itu tak akan bisa dilakukan dengan sifat kabinet sekarang yang sangat konpromistis,” tegas Bachtiar. >> >> Lebih lanjut dikatakan, kabinet sekarang lebih kental sifat politisnya dibanding dengan sifat profesionalitas dan kapabilitas. “Juga dimunculkan adanya persebaran tanggung jawab kalau ada apa-apa di kabinet. Mungkin situasi dan kondisi membutuhkan itu,"”ujar Bachtiar. Bachtiar berkeyakinan bahwa oposisi hanya bisa berkembang dalam sistem parlementer dan tidak bisa berkembang dalam sistem presidensial yang diterapkan di Indonesia. >> >> “Sistem saat sekarang tidak kondusif. Juga, tidak ada kekuatan yang mau jadi oposisi. Semua ini berkuasa. Ini merepotkan. Sungguh aneh calon presiden akhirnya turun jadi wakil presiden. Ini menutup oposisi di DPR sekali pun,” demikian Bachtiar.