;-)

Sekedar opini, semoga berkenan. Ini bukan untuk mengungkit-
ungkit kekurangan orang lain, hanya sekedar berusaha untuk
melihat dengan jernih.

Apakah penyandang cacat pantas menjadi presiden?

Rupanya bangsa Indonesia (melalui MPR-nya, ditrigger oleh poros
tengah) telah menjawabnya dengan penuh kemuliaan. Ini sekaligus sebagai
penghargaan seluruh rakyat Indonesia (mudah-mudahan tidak terlalu
bombastis) kepada segenap penyandang cacat, tidak saja di Indonesia,
tapi insya Allah di seluruh dunia. Bangsa Indonesia melihat
keseluruhan, bukan sekedar melihat kulit. Alhamdulillah.

Dari sisi itu, Indonesia lebih maju dari Amerika atau negara-negara
lain yang mengaku embah kakungnya demokrasi. Kali ini kita memberi
mereka sedikit pelajaran hidup (andai saja mereka mau belajar dan
mengurangi sedikit arogansinya ;-). Soal apakah memang benar
demokrasi itu memiliki embah kakung atau tidak, itu rasanya tidak
perlu diperpanjang di sini.

Siapa di dunia ini, manusia, yang tidak memiliki cacat? Siapa?
Tidak ada. Cacat bagaimana yang dapat diterima? Apakah cacat
rohani, membohongi publik (ketika diperiksa di bawah sumpah oleh
jaksa independen); atau berselingkuh dengan pegawai magang,
saling pagang-pagangan dan bahkan yang lebih dari itu?
(Catatan: Mohon tidak dicari di kamus manapun pagang-pagangan
itu artinya apa, karena poinnya bukan di situ).

Bangsa yang besar, adalah bangsa yang tahu mana yang penting, mana
yang tidak penting. Dunia sekarang melihat, ada bangsa yang tidak
mempermasalahkan kekurangan fisik yang memang kecil saja artinya
bagi posisi presiden (dan ini penghargaan tinggi bagi Megawati,
dan PDI Perjuangan atas sportivitasnya, sebagaimana diungkapkan Gus
Presiden pada speech pertamanya)... Tapi, dunia juga tahu, ada bangsa
yang merasa oke-oke saja menerima presiden yang tukang selingkuh, dan
berani-beraninya menipu rakyat di bawah sumpah... (Sesudah itu
menggurui bangsa lain pula tentang demokrasi).

Siapa lebih luhur dari siapa, insya Allah waktu akan membuktikan.

Salam,
Yusuf Wibisono.

Kirim email ke