PEMILIHAN UMUM 1999

Pemilu sudah dekat, itu sudah jelas, tetapi mengapa masih ada orang yang meragukan soal ke jurdil-annya sehingga masih ada pihak-pihak yang menuntut untuk dibubarkan? Tuntutan demikian memang logis mengingat bahwa Pemilu kali ini diselenggarakan oleh penerus ORBA yang nota bene mempunyai 'vested interest'. Coba bayangkan bahwa pelaksana Pemilu kebanyakan adalah orang-orang dari birokrasi ORBA yang tentu mempunyai keinginan untuk mempertahankan 'status quo' sebab perubahan bagi mereka berarti 'lengser' dan ini tentu mendorong mereka mempertahankan kedudukan dengan segala cara yang masih mungkin.

Dari terang di atas memang dapat dimaklumi bahwa harapan akan adanya Pemilu yang jurdil kelihatannya masih di awang-awang. Tetapi, bila kita menyimak lebih lanjut, adakah alternative lain yang lebih baik? Kelihatannya sampai sekarang sekalipun Pemilu masih diragukan kejurdilannya, ini adalah alternative terbaik karena bila tidak kita akan kembali kepada kekacauan dan kita tidak mengetahui apa yang bisa dihasilkan dari kekacauan itu bila tidak ada Pemilu yang sekalipun belum sempurna setidaknya akan memberi nafas baru dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia.

48 Peserta

Jumlah peserta yang demikian banyak jelas menambah kepusingan para pemilih karena sekarang tidaklah mudah melakukan pemilihan untuk mencapai tujuan tertentu karena perimbangan suara akan lebih merata sehingga kali ini tidaklah mungkin menghasilkan pemenang mayoritas yang bisa menentukan segala-galanya, tetapi banyaknya partai ada hikmahnya pula yaitu bahwa sekarang dengan tidak adanya suara mayoritas setidak-tidaknya tidak ada golongan yang bisa bertindak sewenang-wenang seperti pada masalalu.

Memang tidak mudah untuk memilah-milah mana dari 48 partai itu yang layak dipilih oleh umat Kristen demi mencapai pemerintahan yang adil dan kerukunan rakyat baik dalam hal bernegara, berbangsa, beragama maupun bertanah air mengingat bahwa jumlah suku-suku utama di Indonesia juga kira-kira sebanyak jumlah partai yang tidak mungkin dirukunkan begitu saja. Kita melihat bahwa dalam era ORDE baru yang kemudian diikuti dengan ratusan kerusuhan-kerusuhan perkotaan pada sekitar lima tahun terakhir ini yang telah menimbulkan korban puluhan orang diculik atau dibantai, ribuan orang meninggal dunia, puluhan ribu orang terpaksa mengungsi, ratusan ribu etnis cina hengkang ke luar negeri, dan tak terhitung jumlah rakyat yang akhirnya kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan, kita dapat mengamati bahwa setidaknya ada enam potensi konflik yang menjadi bom waktu yang kita warisi, yaitu (1) kesenjangan ekonomi, (2) konflik pribumi pendatang, (3) konflik SARA, (4) antipati pada birokrasi, (5) kebuntuan saluran politik, dan (6) maraknya provokator. Jelas pilihan kita harus ditujukan pada partai-partai yang dapat menetralisir potensi-potensi konflik di atas.

Kesenjangan Ekonomi

Kesenjangan ekonomi yang diakibatkan oleh kepincangan sosial ekonomi akibat perilaku KKN sudah jelas telah menjadi pemicu utama kerusuhan yang terjadi selama ini, karena itu kita perlu melihat partai mana yang kira-kira dapat memberi nafas segar dimana ekonomi tidak dikuasai oleh salah satu kutub tetapi ada perimbangan. Ekonomi konglomerat yang dinikmati puluhan orang sudah jelas telah membuat jutaan orang melarat karena itu kita perlu mencari partai yang mempunyai program yang lebih seimbang, bukan partai yang terlalu berpihak kepada kerakyatan, soalnya bila rakyat diberi wewenang penuh, bisa terjadi pembantaian kelompok ekonomi atas, dan ini mustahil mengingat bahwa sistem ekonomi global tidak mungkin menghilangkan ekonomi konglomerasi. Adalah bijak bila kita menyelidiki partai mana yang bisa senafas dengan ekonomi Alkitab dimana 'yang kaya tidak berkelebihan dan yang miskin tidak berkekurangan' alias ekonomi 'subsidi silang atau kemitraan yang diisi kejujuran dan keadilan.'

Konflik Pribumi Pendatang

Konflik antara pribumi-pendatang dimana kelompok penduduk pribumi yang sudah turun temurun mendiami suatu daerah merasa terdesak oleh para pendatang yang berasal dari pulau lain yang umumnya lebih unggul dalam berusaha dan bertahan hidup. Konflik yang terjadi di daerah transmigrasi (inga! Inga! Program Transmigrasi asalnya diprakarsai oleh menteri Kristen) sudah mencuat menjadi perang terbuka seperti yang terjadi di Timor (Barat maupun Timur), Kalimantan Barat, Riau, dan Ambon merupakan pengalaman mengerikan yang dialami sebagai ekses program transmigrasi yang kurang difikirkan dengan matang, dan konflik demikian jelas telah mendatangkan korban ratusan orang meninggal dan puluhan ribu pengungsi. Partai manakah yang kira-kira bisa memberi nafas segar dalam pemecahan masalah yang siap meledak kembali dan disusul daerah-daerah lainnya itu?

Konflik SARA

Di samping kedua masalah di atas, soal konflik Suku-Agama-Ras dan Antar Golongan makin menjadi-jadi dalam beberapa tahun terakhir. Dari kasus konflik pribumi-pendatang di atas kita melihat bahwa soal SARA sudah menjadi isu yang memecahkan bangsa. Konflik antar suku sudah banyak menimbulkan korban di daerah-daerah transmigrasi atau di pemerintahan (isu putra daerah dan putra se-daerah) dan lebih lagi bila soal ini diperparah dengan adanya perbedaan agama seperti yang terjadi di Timor, Kalbar dan Ambon. Masalah Ras Cina yang menjadi warisan kebijakan masa kolonial rasanya makin bertambah parah, lebih-lebih ketika dimasa ORBA sebagian kelompok Cina memperoleh supremasi ekonomi yang menjadikan banyak orang lain menjadi korban kemelaratan. Kebencian terhadap ras ini telah menyebabkan konflik rasial dibanyak sekali kota-kota di Indonesia dan pemerkosaan puluhan gadis cina di Jakarta dan beberapa kota lain, ini menyebabkan ratusan ribu orang cina hengkang ke luar negeri, baik sementara maupun selamanya.

Soal kebangsaan telah tercabik-cabik, karena itu kita perlu memilih partai-partai yang tidak berpolitik partisan (golongan) tetapi yang berwawasan kebangsaan. Partai-partai yang berbasis kesukuan dan lebih-lebih keagamaan bisa menimbulkan disintegrasi lebih lanjut pada masa-masa mendatang karena kita memiliki begitu banyak agama yang dianut diseluruh Indonesia. Ada kemungkinan bahwa disatu daerah ada agama yang mayoritas tetapi jelas dipropinsi lainnya mungkin agama lain yang mayoritas karena itu kembali partai yang tidak berazaskan agamalah yang kelihatannya lebih baik dipilih. Lalu bagaimana dengan partai Kristen sekedar untuk melindungi kaum minoritas Kristen?

Kelihatannya banyak orang berharap agar partai Kristen bisa menjadi saluran misi Kristen, apakah benar partai Kristen bisa menyerap aspirasi umat Kristen? Kita melihat bahwa pada masa ORLA & ORBA Parkindo lebih menghasilkan orang-orang yang berjiwa birokrasi daripada pelayanan Tuhan, ingat bahwa bendahara ORBA umumnya orang Kristen, dan ketika PDI pecah wakil-wakil Parkindo di PDI pecah berebut kedudukan. Memang ada yang ikut prihatin dan tetap di pihak Mega tetapi sebagian ada yang membelot ke pihak Suryadi dan salah satunya sekarang membentuk partai KRISNA yang dari figur ketuanya dan nama partai yang berbau Hinduisme itu tentu sulit bisa diharapkan menjalankan misi Kristiani yang dalam sejarah mereka belum pernah dilakukan. Penulis pernah berduet ceramah dengan seorang tokoh Kristen pendukung Mega di PIKI/GMKI Surabaya dan menarik menemukan fakta dalam tanya jawab bahwa 'ia tidak pernah masuk gedung gereja, sekalipun pergi ke gedung gereja mengantarkan isteri!' Yang perlu adalah mendoakan orang-orang Kristen dalam politik agar berjiwa takut akan Tuhan sehingga dapat berlaku adil dan tidak terlibat KKN.

Memang belakangan ini ada juga tokoh-tokoh Kristen bahkan pendeta yang menjagokan agar umat Kristen memilih partai tertentu seperti PDI-P, PAN, PKB atau KRISNA. Selama kampanye itu bersifat pribadi sah-sah saja tentunya, tetapi harus dihindarkan agar tokoh-tokoh Kristen tidak menggunakan organisasi gereja sebagai sarana untuk mendukung partai tertentu. Dimasa ORBA banyak organisasi gereja secara koor mendukung Golkar, ini berarti mereka juga harus ikut bertanggung jawab atas kerusakan yang telah dihasilkan oleh Golkar. Karena itu janganlah kita menjadikan gereja sebagai alat kampanye untuk memperoleh kursi tetapi mendorong jemaat agar sadar dan mengerti dengan benar partai yang akan dipilihnya kelak.

Antipati pada Birokrasi

Kita sudah melihat bahwa selama puluhan tahun birokrasi sudah merosot menjadi korup dan sewenang-wenang dan kerusuhan-kerusuhan perkotaan selama ini banyak yang ditujukan pada oknum-oknum birokrat bahkan dalam masa kampanye Pemilupun partai yang banyak dihuni oknum birokrasi banyak dihujat rakyat dan dilempari batu. Kita melihat bahwa praktek korupsi dan kesewenang-wenangan telah mendarah daging dalam diri oknum birokrat bahkan di era reformasi sekarangpun perilaku demikian belum pupus. Perlu memilih partai yang paling sedikit menampung para birokrat yang sudah terbukti bermental jelek dan merugikan rakyat umum.

Kebuntuan Saluran Politik

Saluran Politik sudah jelas dibuat buntu pada masa ORBA, setiap aspirasi yang berlawanan dengan penguasa dibendung, entah orangnya ditangkap, diculik, atau bahkan dibantai atau diteror. Jelas pelaku-pelaku demikian masih banyak dalam partai-partai sekarang. Kita harus melihat ini sebagai salah satu faktor dalam memilih partai yang kira-kira dapat memberi perlindungan keamanan bukan saja pada yang mendukung tetapi juga pada oposan. Karena bagaimanapun oposisi adalah bagian dari demokrasi. Kita juga harus waspada untuk tidak memilih partai yang mau membumi hanguskan warisan ORBA karena itu tidak mungkin. Orang-orang ORBA ada disemua lini birokrasi dan uangnya banyak. Membasmi mereka akan menghasilkan perlawanan, jadi perlu memilih partai yang berjiwa reformasi tetapi sekaligus berjiwa rekonsiliasi.

Maraknya Provokator

Kita melihat bahwa dalam kerusuhan-kerusuhan yang terjadi akhir-akhir ini banyak sekali terlihat peran para provokator. Provokasi jelas merupakan politik kekerasan dan adu domba, karena itu kita harus bijak untuk tidak memilih partai yang kelihatannya berperan dibalik provokasi yang belakangan ini telah mencabik-cabik kesatuan bangsa. Demikian juga partai reformis yang kelihatannya sangat antipati pada 'status quo' dan ingin membalas dendam bisa-bisa malah mendorong pihak yang dimusuhinya itu membayar para provokator demi membela diri.

Lalu Bagaimana?

Memang tidak mungkin memilih partai yang sempurna sebab tidak ada partai yang paling unggul dalam segala bidang, tetapi setidaknya kita harus memilih dari beberapa kriteria seperti yang diuraikan di atas, yaitu (1) yang tidak bermental KKN dan dapat menyejahterakan rakyat, (2) yang tidak memihak pada golongan tertentu atau propinsi tertentu, (3) yang berwawasan kebangsaan dan melihat agama lain sebagai bagian dari kesatuan bangsa Indonesia, (4) yang tidak mendukung 'status quo' artinya yang bisa memberi nafas segar perubahan dalam struktur birokrasi, (5) yang berpolitik demokratis dan rekonsiliatip, dan (6) yang dapat merangkul semua golongan di Indonesia. Dan lebih dari itu tentulah partai dengan para pemimpinnya yang 'Takut akan Tuhan.'

Semoga Tuhan memberi hikmat pada kita semua dalam menentukan sikap dalam Pemilu yang akan datang dan marilah kita berdoa agar 'Roh Kudus' sendiri yang mendatangkan damai dalam kancah sekitar Pemilu dan SU-MPR yang akan datang, dan biarlah masyarakat Kristen dapat ikut bertanggung jawab dalam pemilu kali ini dengan menentukan pilihan yang tepat. Ingat, Pemilu kali ini akan menentukan kesejahteraan bangsa Indonesia memasuki abad ke-XXI.

Jabat erat

Ir.HERLIANTO

 

Kirim email ke