Assalamu'alaikum, Berikut ini saya post kan sebuah artikel menarik dari Kompas, yang ditulis oleh salah seorang ketua partai. Mungkin artikel ini bisa menjadi contoh bagi kita semua di dalam menyikapi segala persoalan yang terjadi di negara kita. Obyektifitas sangat di junjung tinggi. Wassalam ======================================================= Menyikapi Soeharto Oleh Salahuddin Wahid ======================================================= KETIKA penulis bersama Dr Roeslan Abdulgani berbicara dalam sarasehan tentang "Generasi Muda dan Nilai Kepahlawanan", muncul pertanyaan, bagaimana sikap kita terhadap gelar Bapak Pembangunan yang diberikan kepada Soeharto, apakah perlu dicabut karena pembangunan yang kita laksanakan di bawah kepemimpinan Soeharto ternyata gagal? Pertanyaan kedua, apakah Soeharto akan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional kalau beliau meninggal dunia? Karena Pak Roeslan tidak bersedia menanggapi pertanyaan itu, maka penulis berusaha untuk menanggapinya. Menanggapi pertanyaan pertama, penulis membuat analogi dengan perubahan nama Gelora Bung Karno menjadi Gelora Senayan yang dilakukan setelah Bung Karno lengser. Kini ada keinginan untuk mengubahnya menjadi Gelora Bung Karno lagi, tetapi tidak mendapat tanggapan positif. Menurut penulis, biarkan saja gelar Bapak Pembangunan itu tetap menjadi milik Soeharto, kalau pembangunannya dinilai gagal, maka gelar itu akan tidak berarti sama sekali dan menjadi monumen dari sikap pemujaan terhadap pemimpin, suatu sikap negatif yang masih kita miliki sebagai bangsa. Mengenai anugerah gelar Pahlawan Nasional terhadap Soeharto, penulis mengatakan bahwa kalau Soeharto wafat dalam waktu beberapa tahun mendatang, besar kemungkinan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada beliau akan mendapat tentangan keras dari sebagian besar masyarakat. Sebagai perbandingan, Bung Karno wafat pada tahun 1970 dan mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1986 bersama Bung Hatta. Hal itu menunjukkan sikap mendua dari masyarakat terhadap peran sejarah dari Bung Karno. Di satu pihak tidak dapat dipungkiri bahwa beliau sangat besar jasanya dalam perjuangan memperoleh kemerdekaan bangsa dan negara kita. Di pihak lain beliau dianggap juga besar kesalahannya sehingga bangsa dan negara Indonesia mengalami tragedi besar dengan terjadinya G-30-S. Diperlukan waktu cukup lama untuk membuat kita sebagai bangsa dapat mengambil jarak dan bersikap objektif dalam memberikan penilaian yang seimbang terhadap beliau. *** PERTANYAAN di atas menggambarkan bahwa kita mempunyai sikap mendua dalam menilai peran sejarah Soeharto. Pada saat ini sebagian besar masyarakat memandang Soeharto dengan kacamata negatif, seolah-olah Soeharto hanya mempunyai kesalahan saja tanpa dilihat jasa yang telah pernah beliau berikan. Kita juga harus melihat kenyataan bahwa cukup besar anggota masyarakat yang menganggap bahwa jasa beliau jauh lebih besar dibandingkan kesalahan beliau. Mungkin akan diperlukan waktu yang sangat lama untuk dapat memberikan penilaian yang objektif dan seimbang terhadap neraca dari peran sejarah Soeharto. Masalah seperti itu dialami juga oleh bangsa lain di dalam memberikan penilaian terhadap sejumlah kecil pemimpin. Salah satu contoh adalah penilaian terhadap Jenderal Petain, pemimpin Perancis ketika menghadapi Nazi Jerman pada tahun 1944-1945. Dengan maksud untuk menyelamatkan bangsa dan negara Perancis dari kehancuran fisik maupun korban jiwa yang amat besar, Petain menyatakan menyerah terhadap Jerman. Langkah - yang didiskusikan dengan stafnya - itu, ternyata tidak mendapat dukungan masyarakat dan dianggap sebagai tindakan yang memalukan dan merugikan bangsa, sehingga Petain dinyatakan secara resmi sebagai penjahat bangsa. Diperlukan waktu beberapa puluh tahun untuk bisa membuat bangsa Perancis mengubah sikap dan penilaian yang negatif terhadap sikap Jenderal Petain menghadapi Jerman. Akhirnya bangsa Perancis mencabut hukuman sebagai pengkhianat dari diri Petain, dan dapat membuktikan diri sebagai bangsa yang besar dengan berani melakukan koreksi terhadap kesalahan besar yang telah dilakukan terhadap pemimpin mereka. Contoh lain adalah penilaian terhadap Jenderal Hideki Tojo, Perdana Menteri dan penanggung jawab peran bangsa Jepang dalam Perang Dunia II. Bersama 27 tokoh lainnya dia dinyatakan bersalah atas kejahatan konspirasi melancarkan perang agresif oleh pengadilan yang didominasi pejabat AS. Bersama enam tokoh lainnya, Tojo dijatuhi hukuman mati. Kini salah seorang cucu Tojo bernama Yuko Iwanami membuat film yang berjudul Pride yang mengisahkan peristiwa pengadilan dan hukuman mati atas Tojo. Film yang diluncurkan bertepatan dengan ulang tahun ke-50 digantungnya Tojo, dimaksudkan untuk mengoreksi persepsi yang dipaksakan oleh Amerika bahwa Tojo adalah agresor militeris. Lepas dari setuju atau tidaknya kita akan penilaian terhadap Tojo, kita perlu mencatat bahwa jarak yang cukup jauh dari suatu peristiwa akan membuat kita melakukan penilaian kembali atas peristiwa besar yang pernah terjadi. *** KINI setelah keadaan negara kita sangat memrihatinkan dan terpuruk dalam berbagai bidang, masyarakat cenderung untuk menimpakan seluruh kesalahan kepada Soeharto. Mengenai konsep pembangunan, Soeharto dibantu oleh suatu tim di bawah Prof Widjojo Nitisastro. Kalau kesalahan pembangunan terletak pada konsepnya, maka tim itu dan para eksekutif pemerintahan, anggota MPR serta pimpinan partai seyogianya ikut bertanggung jawab. Artinya, kesalahan itu adalah kesalahan kita bersama sebagai bangsa. Memang kita dapat berdalih bahwa konsep pembangunannya sudah baik tetapi pelaksanaannya yang buruk, Soeharto telah bertindak otoriter dengan memusatkan seluruh kekuasaan di tangannya. Tetapi hal itu bisa terjadi karena para politisi dan eksekutif pemerintahan membiarkan hal itu terjadi. Kita tidak punya cukup politisi dan eksekutif pemerintahan yang berani membantah, berani berkata "tidak" kepada Soeharto. Tidak ada satu pun dari mereka yang berani mundur dari jabatannya, walaupun mereka tidak setuju dengan langkah Soeharto. Mereka itu semuanya bersama-sama ikut menjerumuskan negara kita ke arah posisi yang sangat menyedihkan saat ini. Kita menyadari bahwa keluarga dan beberapa kawan dekat Soeharto telah memperoleh kemudahan yang sangat luar biasa dalam menjalankan bisnis mereka dan telah berperan besar dalam menghancurkan perekonomian negara. Kini Soeharto telah menjalani hukuman politik dengan berhenti dari jabatannya dan akan menghadapi tuntutan pengadilan untuk praktik KKN yang telah dilakukan. Banyak proyek berbau KKN yang ditangani oleh keluarga Cendana telah (dan akan) dibatalkan. Masyarakat takjub dan heran melihat bagaimana sejumlah mantan menteri yang menjadi pengikut setia Soeharto - beberapa bahkan menjadi penjilat - tanpa mengenal malu telah ikut menista Soeharto. Apakah penilaian yang harus kita berikan terhadap moralitas para pemimpin yang dulu ngatok Soeharto dengan menerbitkan buku puji-pujian untuk Soeharto, yang begitu bersemangat mencalonkan kembali Soeharto dalam SU MPR 1998, kini dengan tenang meminta Soeharto untuk mengundurkan diri? Seharusnya merekalah yang terlebih dahulu harus mengundurkan diri. *** KINI bagaimana kita harus bersikap terhadap Soeharto? Kita melihat tuntutan mahasiswa untuk segera mengadili Soeharto sangat besar. Kemauan dan keberhasilan pemerintah mengikuti tuntutan itu akan sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kita juga memahami bahwa nistaan, makian terhadap Soeharto akan menyakitkan dan melukai hati keluarga dan pendukung Soeharto. Oleh karena itu pemerintah diharapkan dapat mempercepat proses pengajuan Soeharto ke pengadilan. Para pakar hukum berbeda pendapat dalam menanggapi kasus ini. Ada yang mengatakan bahwa sulit untuk dapat menjatuhkan hukuman terhadap Soeharto dengan perangkat hukum yang ada dan langkanya jaksa yang handal dan mandiri. Tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya. Penulis tidak dapat membayangkan apa reaksi masyarakat, khususnya mahasiswa, apabila pengadilan memutuskan bahwa Soeharto tidak bersalah. Pasti akan terjadi protes keras dan demo menentang keputusan semacam itu dan akan muncul hujatan yang lebih hebat terhadap Soeharto. Oleh karena itu pemerintah harus menunjuk jaksa dan hakim yang benar-benar mandiri, jujur, tidak dapat ditekan dan disuap, yang idealis dan punya kemampuan teknis tinggi. Banyak kalangan yang menilai Soeharto adalah presiden yang jahat, yang menguras kekayaan negara bersama keluarga dan kawan dekatnya. Tetapi banyak juga kalangan yang berpendapat sebaliknya, Soeharto adalah pemimpin yang telah mengorbankan dirinya, jiwa-raganya, untuk memimpin bangsa dan negara Indonesia menuju kejayaan. Keduanya adalah pendapat yang bersifat ekstrem, bersifat hitam putih. Penulis yakin Soeharto mempunyai banyak sisi putih atau sisi terang tetapi juga mempunyai banyak sisi hitam, sisi gelap. Kita sering mendengar tentang keinginan Soeharto untuk lengser keprabon madeg pandhito. Penulis yakin terhadap keampuhan dan daya-guna dari doa. Oleh karena itu tidak ada salahnya kita bersama mendoakan agar Soeharto dapat mewujudkan keinginan di atas dengan baik dan dalam waktu singkat. Kita doakan semoga Soeharto dapat segera hijrah dari segala yang berkaitan dengan masalah duniawi untuk menuju kehidupan yang lebih bersifat ukhrawi. Hijrah semacam itu jelas tidak mudah dan hanya dapat terjadi dengan perjuangan keras dan diberkahi Allah SWT. Penulis yakin Soeharto masih mempunyai hati nurani dan punya keinginan untuk mencapai khusnul khotimah baik secara duniawi maupun secara ukhrawi. Semoga Soeharto dapat meneladani jejak Rasulullah SAW ketika menghadapi saat-saat terakhir kehidupan beliau. Dalam keadaan yang kritis, beliau teringat bahwa masih punya uang simpanan sebanyak tujuh dinar. Siti Aisyah RA - istri beliau - disuruh mengambil uang itu - harta miliknya yang terakhir - untuk dibagikan kepada fakir miskin sambil berkata: "Bagaimana gerangan persangkaan Muhammad terhadap Tuhannya, sekiranya ia menemui Tuhannya sedang di tangannya masih tergenggam benda ini?" Rasulullah SAW dikenang, dihormati dan dicintai umatnya bukan karena kekayaan - beliau miskin - atau kekuasaannya. Beliau tetap dipuja - sesuatu yang sebetulnya dilarang beliau - oleh umatnya ribuan tahun setelah wafat karena beliau tinggi akhlaknya, tidak rakus, tidak sombong, jujur, adil dan bertutur kata dengan baik dan lemah lembut. Justru kemiskinan Rasulullah SAW telah membuat kita semua silau terhadap kepribadian beliau, padahal untuk memperoleh kekayaan bagi beliau tidak sulit. Kita mendoakan supaya Soeharto dapat melepaskan hatinya dari keterikatan kepada kekuasaan, kekayaan dan keduniawian, dengan mengikhlaskan sebagian dari hartanya untuk negara. Kita mengharapkan Soeharto tidak melakukan langkah untuk memperoleh kembali kekuasaan dengan cara apa pun yang diperkirakan akan menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi bangsa. Mengingat kembali situasi tahun 1965, Bung Karno sebenarnya dapat tetap mempertahankan kekuasaan dengan akibat bangsa akan terpecah. Oleh karena itu beliau memilih diam saja walaupun banyak pengikut beliau - yang tidak rela beliau diperlakukan secara tidak manusiawi - menganjurkan kepada beliau untuk bangkit melawan tekanan. Semoga Allah SWT dapat menerangi hati dan alam pikiran beliau sehingga dapat menemukan langkah terbaik yang harus dilakukan - dengan meneladani Rasulullah SAW dan Bung Karno - yang akan memberi hasil terbaik bagi dirinya, keluarganya dan bagi bangsa dan negara yang tentunya juga dicintai oleh beliau. Langkah yang tepat akan membuat beliau dikenang dengan baik oleh semua anak bangsa sampai waktu yang lama setelah beliau kembali kepada Sang Khalik. Kita tahu dan menyadari bahwa mengambil keputusan untuk memilih langkah yang tepat itu sangat sulit bagi siapa pun juga. Oleh karena itu, mari kita bantu beliau dengan doa dan memberi kesempatan dan ketenangan kepada beliau untuk dapat merenung dan berpikir secara jernih, dengan jalan tidak menghujat, tidak memaki, tidak menista beliau. (* Salahuddin Wahid, Ketua DPP Tanfidziyah Partai Kebangkitan Umat.) _________________________________________________________ DO YOU YAHOO!? Get your free @yahoo.com address at http://mail.yahoo.com