Kebingungan Bung Koto menjawab dugaan saya,bahwa sudah lama dunia sastra Indonesia dicemari PENGKOTAKAN. Kalau ada festival X pesertanya adalah kelompok X. Festival XX pesertanya XX, yang paling jorok tentu Festival XXX. Pesta Penyair Nusantara di Medan dulu,digagas oleh "kumpulan yang terbuang" dikoordinir Afrion Medan yang kumpulan cerpen dan puisinya saja berjudul "Yang Tidak Diperhitungkan". Konon sekretariatnya adalah : BAWAH POHON JAMBU dekat Taman Budaya Medan dimana ada warung Indomie. Maka,boleh jadi, Pesta Penyair Nusantara di Medan adalah "Perlawanan" dari Festival-festival PERKONCOAN ! Festival kami membuka diri seluas-luasnya "SEMUA BOLEH AMBIL BAGIAN" , dan "YANG MERASA TAK SUDI HADIR BOLEH TIDAK MENGGUBRIS DAN TIDAK MENCEREWETI". Alhamdulillah kalau tidak digubris orang-orang cerewet! Maka,undanganpun via sms, email , telpon, ajakan, rayuan, dsbnya. Bahkan DANA sebagian besar dari kantong panitia sendiri, dan hanya 25 % dari Pemerintah Kediri. RILIS via milis dan koran adalah UNDANGAN paling kami andalkan, dan Alhamdulillah,rekan dari Malaysia,Brunei,Thailand dan insya Allah Jepang akan hadir. 20 penyair dari Malaysia menyatakan sudah membeli tiket pesawat, sebagian via Juanda Surabaya,sebagian via Solo dan satu dua via Jakarta. Jadi,Festival ini tanpa konsep ? Konsepnya adalah PERSAHABATAN, dan menolak PENGKOTAKAN...tentu ada Forum Musyawarah yang disana "rekan-rekan cerewet, genit, ngamukan,sderhana,tepo seliro, senang berteman dan sebagainya...boleh ikut terlibat dan merumuskan penajaman visi yang akan menjadi panduan Festival tahun berikutnya. Sumbangan Rp 150.000,- adalah keputusan akhir panitia karena minimnya dana,dan itu dikembalikan dalam bentuk : buku,makalah,penginapan di homestay dan makan sederhana. Pemkab Kediri menjanjikan akan memfasilitasi DARMAWISATA keliling Kediri gratis pada penutupan acara. Dalam rapat Panitia di Jakarta, kami merekomendasikan agar Panitia Pelaksana juga mengundang Bu Katrin Bandel untuk pembicara sesi PEREMPUAN DALAM SASTRA INDONESIA. Tapi anehnya dalam daftar terakhir kok gak nama itu,jangan2 karena honor yang dicadangkan ternyata tidak dapat dicari oleh panitia. Ini juga ironisme Kediri,yang nantinya akan kami ungkap dalam PERTEMUAN DENGAN PEMERINTAH KEDIRI...karena sebuah stasiun TV swasta nasional pernah menyebut ANGGARAN PEMDA UNTUK PERSIK KEDIRI ( sepakbola ) adalah TERBOROS TINGKAT NASIONAL, terutama untuk menyewa pemain-pemain asing,sedang prestasinya tidak ada ! TETAPI UNTUK PESTA PENYAIR INTERNASIONAL, anggaran yang dikucurkan SANGAT MINIM ! Padahal SENIMAN sudah diakui oleh PRESIDEN SBY sebagai penyumbang devisa nasional di masa depan untuk pertumbuhan EKONOMI BERBASIS INDUSTRI KREATIF. Maka,hadirlah! hadirlah berbondong-bondong! berkumpul bersama 200 orang seniman tua-muda-remaja-pelajar yang sudah mendaftar! Mari hilangkan ego individualisme, ego komunitasisme, ego kelompokisme, ego lirisisme, ego naratifisme, ego absurdisme, ego merasa pentingisme, ego cerewetisme, ...mari berhimpun,menjalin persahabatan,tukar info,merencanakan masa depan seni budaya,sambil makan tahu kediri ! Pecel Kediri ! Brem Kediri atau brem Madiun cap suling emas...atau mencari ilham puisi di tepi sungai Brantas yang romantis... Kediri pernah menyebar naskhah HIKAYAT PANJI SEMIRANG ke seluruh Nusantara sampai juga Thailand dan Kamboja dan Vietnam...apalagi Malaysia,Singapura,Brunei ( yang memang termasuk Nusantara dalam konsep Gajah Mada ). Mari...cari remah-remah Panji Semirang, apakah masih ada di kota Kediri ? Atau keturunan Panji Semirang masih ada berupa jejaka tampan dan gadis Kediri cantik jelita...keturunan Dewi Chandra Kirana ( isteri Panji Semirang ) ??? NB : Rilis Berita Pesta Penyair Nusantara -Kediri 2008 telah dimuat di REPUBLIKA minggu lalu, juga Surabaya Post Rabu 25 Juni 2008 dan hari ini di KORAN TEMPO Kamis 26 Juni 2008 rubrik 'SENARAI " SENI. -hormat dan salam-Viddy AD Daery
--- On Wed, 6/25/08, Indrian Toni <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Indrian Toni <[EMAIL PROTECTED]> Subject: [Penyair] soal Pesta penyair di ke kediri itu To: "apsas" <[EMAIL PROTECTED]>, "penyair muda" <[EMAIL PROTECTED]>, [EMAIL PROTECTED], "penyair" <[EMAIL PROTECTED]>, [EMAIL PROTECTED] Date: Wednesday, June 25, 2008, 12:38 PM tolong, saya buttuh informasi seputar acara Pesta Penyair bdi Kediri. saya merasa heran saja. ada beberapa kawan dari jogja yang konon diundang tetapi hanya dikabarkan lewat sms setelah dikonfirmasi pula. aneh saja. kira-kira catatan singkat saya begini: Pesta Penyair Nusantara 2008, Gema yang tak Bergaung Mulai Minggu 29 Juni ini sampai Rabu 2 Juli akan diselenggarakan sebuah acara Pesta Penyair Nusantara 2008, Sempena The 2nd Kediri Jatim Internasional Poetry Gathering. Artinya, ini adalah penyelenggraraan kedua, setelah tahun lalu diadakan di Sumatera Utara oleh Laboratorium Sastra Medan pada 25–28 Mei 2007. Acara ini juga rencananya akan diadakan setiap tahun, antara Mei—Agustus di kota tertentu yang diputuskan oleh musyawarah bersama nantinya. Acara ini diharapkan sebagai bentuk dan upaya kreatif untuk memepertemukan para penyair senusantara, sebagai wadah pembentukan komunitas sastra, untuk mengetahui perkembangan kepenyairan di seluruh nusantara dan (agak membingungkan) sebagai forum tertinggi dalam Musyawarah Penyair Nusantara. Sampai titik ini, kita melihat ada upaya yang luar biasa dari penyelenggara, baik tahun lalu maupun tahun ini untuk menjadi tuan rumah yang memiliki visi luar biasa untuk kesastraan kita saat ini. Untuk kata Nusantara pun tidak hanya berbatas pada Sabang—merauke saja. Peserta acara ini adalah penyair di seluruh kawasan ASEAN: Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura, Thailand, Kamboja, dan Laos. Saya pikir acara semacam ini perlu apresisasi yang lebih. Kita berharap acara-acara semacam ini (penyair se-Indonesia dan se-ASEAN) berkumpul tentu adalah para penyair yang memang mewakili wilayahnya, sebab panitia menempatkan daerah-daerah pada setiap kepesertaannnya. Kita berharap, panitia akan menetapkan sebuah ketentuan khusus untuk penyair yang diundang di setiap wilayah. Dengan harapan jangan sampai acara semacam ini hanya menjadi agenda tahunan yang nanti merasa capek sendiri. Mengapa gaungnya tak sebesar harapannya? Setidaknya sejak undangan disebarkan sejak maret lalu di sejumlah Milis (mailing list) dan media, tak banyak orang yang membicarakannya. Ini terlihat dari apresiasi di beberapa milis yang saya ikuti. Acara Pesta Penyair nyaris tidak menimbulkan gema yang diapresiasi banyak orang. Di milis, yang saya tahu, di antaranya Apresiasi Sastra, Penyair dan lainnya, memiliki orang-orang yang ‘cerewet’ dan kritis, tetapi untuk acara ini nyaris tanpa respon sama sekali. Undangan itu dikirim via e-mail ke milis dan e-mail pribadi bertujuan untuk setidaknya tiga hal; satu memberitahukan ke masyarakat pecinta sastra bahwa akan diadakan perhelatan besar pada akhir Juni ini, sekaligus meminta mereka mengirimkan karya untuk diseleksi dan ketiga adalah menyebarkan informasi akan diadakannya lomba baca puisi sejak 26-28 Juni sebagai kegiatan awal dari acara ini. Dan Yogyakarta, sebagai bagian dari sasaran kepesertaan pun sepertinya nyaris tak pernah membicarakannya. Apakah pada seniman kita disibukkan dengan pesta lain, agenda tahunan kita, Festival Kesenian Yogyakarta (FKY)? Entahlah. Saya tidak tahu apakah FKY memiliki acara kesastraan, kapan dan siapa dan bentuknya seperti apa. Barangkali memang sudah ada informasi seputar ini, tetapi saya yang tidak mengikutinya, atau bisa jadi sama memang kita sedang malas membicarakannya. Menyoal acara Pesta Penyair yang sedang berlangsung ini, saya memiliki beberapa hal menarik dan menjadi dasar pertanyaan saya sejak tahun lalu, terutama mengenai kepesertaan. Saya berangkat dari acara tahun lalu di Medan. Peserta dari Yogya ada tiga orang, yakni Mahwi Air Tawar, Fahmi Amrulloh dan Krismalyanti. Sampai saat ini tidak ada alasan yang pasti dari panitia tentang masalah kepesertaan ini. Bukankah peserta adalah isu yang sensitif? Calon peserta diminta mengirimkan karya terbarunya plus biodata plus foto untuk diseleksi. Jika demikian, semua orang, siapa saja, dibebaskan untuk ikut acara ini. Tetapi tentu hanya kepada mereka yang mengirimkan karya dan lulus seleksi saja. Jika demikian halnya, tentu ada celah yang perlu kita bahas. Penyair yang sebenarnya layak ikut acara ini tetapi karena tidak tahu infonya, atau malas ikut-ikutan penyeleksian atau memang tidak mengirimkan karya tentu tidak akan bisa ikut dan terdaftar sebagai peserta. Mengapa panitia menggunakan metode semacam ini? Apakah panitia tidak kenal dengan penyair dari Yogya? Kita punya berderet-deret nama penyair. Bahkan Taman Budaya Yogyakarta, tahun ini rencananya akan menelurkan sebuah Antologi yang memuat karya yang tentu juga data penyair Yogyakarta dari zaman beuluha sampai generasi terkini. Sampai saat ini saya tidak mendapat kepastian siapa saja penyair dari Yogya yang ikut acara ini. Ada beberapa kawan-kawan penyair yang diundang tahun ini, di antaranya Komang Ira Puspitaningsih, Mutia Sukma, Ridwan Munawwar dan As’adi Muhammad. Mungin masih ada peserta lainnya yang diundang dari Yogya. Setidaknya berangkat dari keempat nama yang saya tahu ini saya jadi bertanya-tanya, apakah acara ini untuk yang muda-muda? Tidak juga. Atau semacam kolaborasi? barangkali. Tetapi yang pasti, peserta adalah—setidaknya dari Yogya—adalah mereka yang mengirimkan karya ke panitia untuk diseleksi. Itu terlihat dari edaran panitia yang dikirim via e-mail. Siapa pun boleh menjadi peserta asal jelas ketentuannya, saya rasa. Tetapi pemilihan kepesertaan semacam ini tentu menjadi tanda tanya besar bagi kita. Sebab, sekali lagi bicara kepesertaan adalah bicara perihal yang sensitif. Bukankah pada FKY tahun lalu misalnya, di Yogya kita diributkan soal layak tidak layaknya peserta, dari mana dia berasal dan kenapa pilihan jatuh padanya, bukan? Dan untuk acara besar ini, di mana pesertanya –konon—datang dari berbagai negara di ASEAN tentu akan menjadi pertanyaan pula. Apakah memang untuk mereka yang mengirimkan karya saja? Mungkin tidak juga. Tahun lalu, pada acara di Medan misalnya, dari luar daerah banyak penyair-penyair dilibatkan yang bisa jadi mereka dipilih panitia tidak hanya lewat penyeleksian, tetapi khusus Yogya dan tentu beberapa daerah lain di Indonesia hal itu berlaku. Itu di Medan, sekarang di Kediri. Saya jadi bertanya-tanya, apakah dari sekian banyak orang yang menulis puisi di Yogya tidak ada yang layak menjadi peserta atau memang nama-nama tersebut tidak dikenal sama sekali oleh panitia sehingga perlu penyeleksian semacam ini? waduh! Untuk menjadi peserta yang ‘asli’ peserta dikenakan biaya administrasi sebesar 150.000 rupiah. Dan sampai saat belum ada peserta dari keempat orang tersebut yang mentransfer uang, sehingga status mereka pun tidak jelas, apakah sebagai peserta atau bukan. Sebab undangan yang dikirim pun hanya via e-mail. Saya tidak tahu apakah peserta lain dari Yogya yang diundang khusus panitia dikenakan tanggungjawab yang sama atau bagaimana. Jika dirunut masih banyak kebingungan saya seputar ini. Setidaknya untuk acara besar dengan pembicara sekelas Musthofa Bisri, D. Zawawi Imron, Ratna Sarempuat, Oka Rusmini, Abidah el Khalieqy dah konon juga dihadiri Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jerro Wacik serta pembicara dari Malaysia, Brunai dan Singapura. tentu diperlukan tanggung jawab kerja yang besar. Saya yakin, panitia punya hak jawab yang jauh lebih panjang dari ini. saya ingin membuka dialog seputar ini. Semoga ada yang bisa menjawab kebingungan saya. Wasalam. Yogyakarta, Juni 08 indriankoto. blogspot. com Send instant messages to your online friends http://uk.messenger .yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]