Teman-teman PPI-Belgia, 
Berikut saya forward tulisan salah seorang bloger dari kompasiana mengenai 
gosip n dibelakang layar pilpres satu putaran, yah namanya ajah gosip gitu lho, 
di gosok makin siphhhhhhhhhhhhh
sumber: http://public.kompasiana.com/2009/06/18/gosip-satu-putaran-ala-denny/

silahkan dinikmati

Kamis sore nanti, gerakan Pilpres Satu Putaran Saja ala Denny JA akan 
dideklarasikan di Pekan Raya Jakarta. Saat itulah, Denny mungkin akan 
mengumumkan hasil terbaru survei lembaganya tentang popularitas para kandidat 
presiden dan wakilnya: Mega-Pro di bawah 10 persen, SBY-Boediono di atas 60 
persen, dan JK-Win di bawah 10 persen.
GOSIP. Dua kali Denny Januar Ali menuliskan kata-kata itu dan mengirimkannya ke 
ponsel saya lewat SMS, pesan pendek itu. Dia seolah hendak menegaskan sesuatu 
atau mungkin malah hendak menihilkan. Karena dua kali menyebut kata gosip 
itulah, saya penasaran bertanya apa yang dia maksud sebagai gosip itu.
Jawaban Denny, “Ketemu SBY tidak tanggal 11 Juni. Dan tak ada kesepakatan 
memanipulasi publikasi survei.”
Lewat SMS, saya memang bertanya kepada Denny sore kemarin, sebelum kereta yang 
saya tumpangi tiba di stasiun Pasar Minggu. Awalnya saya bertanya, apa benar 
Denny bertemu dengan SBY di Cikeas sebelum iklan Pilpres Satu Putaran Saja 
muncul di media. Iklan itu merupakan bagian dari gerakan Pilpres Satu Putaran 
Saja yang diumumkan Denny lewat Lembaga Studi Demokrasi, awal Juni lalu.
Lembaga Studi Demokrasi adalah salah satu anak perusahaan Lingkaran Survei 
Indonesia. Keduanya milik Denny. Lembaga yang sama sebelumnya terang-terangan 
menyatakan dukungannya kepada pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono pada 
Pilpres 8 Juli 2009.
Di SMS itu, tak lupa saya menyertakan hasil survei LSI milik Denny yang 
menyebutkan kemerosotan popularitas pasangan SBY-Boediono dan karena itu Denny 
mengusulkan semacam tindakan ekstrem untuk mendongkrak popularitas mereka. 
Semacam itu.
Setelah itu, kami baku kirim SMS hingga tujuh kali sebelum Denny mengakhiri 
tanya-jawab dengan pesan “Sudah cukup bung, ini bukan untuk konsumsi publik.” 
Saya tak meneruskan bertanya dan mengucapkan banyak terima kasih.
Selain tak ingin memaksa, saya merasa sudah cukup mendapatkan kunci jawaban 
dari pertanyaan saya kepadanya. Dalam balasan pertama pesan pendeknya, Denny 
membenarkan meski dia menolak angka-angka yang saya sebutkan. “He…he…he…saya 
jumpa SBY benar tapi angka surveinya tidak seperti itu. Maklum gosip, he…he…” 
Begitulah jawaban Denny.
Saya lalu menyusulkan pertanyaan berikutnya. “Tapi benar bertemu 11 Juni di 
Cikeas? Kalau boleh tahu, pagi, siang atau malam? Hasil survei yang benar 
seperti apa?” Denny membalas, “Ketemu malam. Hasil survei ya seperti yang kita 
publish di publik. Ini memang era gosip, he…he…he”
Pangkal pertanyaan saya bermula dari informasi yang masuk ke inbox email saya 
dari seorang sahabat yang dengannya, saya menitipkan rasa percaya. Isinya 
menjelaskan latar belakang kemunculan iklan Pilpres Satu Putaran Saja yang 
digagas oleh Denny.
Dalam email itu disebutkan, Direktur Eksekutif LSI itu ikut dalam pertemuan di 
Cikeas dengan SBY pada 11 Juni 2009 dan melaporkan hasil survei secara nasional 
maupun survei khusus di tujuh provinsi penghasil suara terbesar.” Begitulah 
kalimat awal yang ditulis teman tadi.
Untuk survei tingkat nasional yang melibatkan 12 ribu responden, dalam 
pertemuan dijelaskan oleh Denny, popularitas pasangan Mega-Pro sudah mencapai 
22,76 persen, SBY-Boediono 48,38 persen, dan JK-Win 28,86 persen. Survei di 
tujuh provinsi penghasil suara terbesar (DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa 
Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara dan Sulawesi Selatan), hasilnya juga kurang 
lebih sama. Berangkat dari hasil survei itu, menurut Denny, popularitas 
SBY-Boediono harus dikerek kalau tidak ingin terus merosot.
Keterangan Barkah
Salah satu jalan keluar yang diusulkan Denny adalah melakukan tindakan konkret 
atau ekstrem. Caranya dengan menggiring pendapat umum lewat wacana pilpres satu 
putaran. Itu katanya demi menghemat waktu dan mencegah pemborosan. Susilo 
Bambang Yudhoyono, konon menyetujui usulan Denny.
Usai pertemuan malam itu, Denny lantas menghubungi Barkah Pattimahu, Direktur 
Konsultan Citra Indonesia. Perusahaan ini juga salah anak perusahaan di bawah 
bendera LSI. Denny meminta Barkah menindaklanjuti dengan membuat survei, lalu 
mengumumkan hasilnya dengan posisi masing-masing pasangan kandidat, Mega-Pro di 
bawah 20 persen, SBY-Boediono di atas 60 persen dan JK-Win di bawah 10 persen.
Sesaat setelah SMS pertama saya kirimkan ke Denny, saya menghubungi Barkah 
lewat sambungan telepon seluler. Kepadanya saya bertanya perihal yang sama, 
seperti yang saya tanyakan kepada Denny. Tak lupa saya menjelaskan, kenapa saya 
menghubunginya. “Nama Anda ikut disebut-sebut,” kata saya kepada Barkah.
Tak banyak yang dijelaskan oleh Barkah selain membenarkan ada permintaan 
kepadanya untuk membuat program-program kampanye pilpres satu putaran. Di 
antaranya termasuk untuk membuat sosialisasi di daerah-daerah. Hanya itu. 
Selebihnya dia meminta saya untuk menghubungi langsung Denny. “Saya kira Anda 
menghubungi mas Denny saja,” kata Barkah.
Saya tak berusaha memaksa, karena dari nada bicaranya saja, Barkah terdengar 
kaget saya bertanya soal itu. Seolah khawatir. Saya lalu hanya meminta 
kesediaan Barkah mengirimkan alamat email, karena barangkali saya akan 
mengirimkan pertanyaan susulan lewat email. Barkah menyanggupi tapi hingga 
artikel ini saya tulis pagi ini, Barkah tak kunjung mengirimkannya.
Sebetulnya saya juga tak 100 persen meyakini informasi yang disampaikan lewat 
email oleh teman saya itu. Terutama menyangkut tanggal pertemuan Denny dengan 
SBY, 11 Juni 2009, yang oleh Denny kemudian juga dibantah itu. Saya tahu 
gerakan Pilpres Satu Putaran Saja sudah muncul ke publik sejak awal Juni 
kecuali iklannya yang saya lihat baru muncul 11 Juni 2009.
Lewat SMS, saya karena itu menanyakan kesahihan informasi tersebut. “Itu A-1 
Cak. Dijamin,” kata dia. Saya hanya tersenyum membaca email balasan teman tadi.
Namun keterlibatan Denny dalam tim SBY-Boediono, saya percaya sepenuhnya. 
Setidaknya berdasarkan keterangan Umar Bakry Direktur Eksekutif Lembaga Survei 
Nasional.
Cerita Umar, Denny direkrut karena pengalaman dan akurasinya sebagai pengelola 
survei opini publik dan konsultan politik. “Sepertinya Denny ditarik masuk 
kembali, menempati posisi yang dulu dia mainkan ketika membantu SBY di tahun 
2004. Tapi yang pasti, dia tidak masuk ke dalam tim sukses resmi. Mungkin 
divisi khusus,” ungkap Umar (lihat “Denny JA Atur Strategi Pilpres Satu 
Putaran,” Swaberita.com, 5 Juni 2009).
Rubrik Nasional majalah Tempo edisi 47/XXXVII 12 Januari 2009 pernah 
menuliskan, Lembaga Survei Nasional sebetulnya hanya kepanjangan tangan Denny. 
Umar, pemimpin Lembaga Survei Nasional dan Denny berhimpun di bawah atap yang 
sama: Asosiasi Riset dan Opini Publik. Denny adalah ketua umum asosiasi itu, 
sedangkan Umar menjabat sekretaris jenderal (lihat “Main Mata, Perang Pol,” 
Tempo, 12 Januari 2009)
Iklan Pilpres Satu Putaran Saja ala Deny saya ketahui kali pertama lewat status 
Budi Putra di jejaring Facebook. “Denny J.A, Direktur Lembaga Studi Demokrasi 
(LSD) pasang iklan di koran mengajak agar pilpres cukup satu putaran saja 
dengan cara memilih SBY-Boediono. Wow.” Begitulah status Budi Putra. Tak lupa 
Budi menyertakan gambar berikut link iklan kampanye itu, yang dimuat Media 
Indonesia halaman 3 pada 11 Juni 2009.
Lalu kapan sebetulnya pertemuan Denny dengan SBY itu berlangsung? “Bukan untuk 
konsumsi luar.” Begitulah jawaban SMS Denny selanjutnya.
“Lu Kali”
Sepintas, iklan ala Denny itu memang terlihat bijak. Di sana disebutkan jika 
pilpres berlangsung satu putaran, akan dihemat banyak biaya di saat ekonomi 
sulit. “Pihak yang bersaing dapat bersatu kembali dengan cepat dan pemerintah 
juga akan lebih cepat fokus mengatasi problem kita.”
Benar, iklan Denny memang menggunakan kata “kita” meski tak jelas, siapa “kita” 
yang dimaksud itu: Denny dan orang-orang yang bersimpati kepadanya, semua 
pendukung para capres, pembaca iklan itu, Anda, tetangga Anda atau siapa. Saya 
sering mendengar percakapan anak-anak ABG soal kata “kita” itu.
“Kita?”
“Lu kali.”
Belakangan iklan Denny itulah yang memicu perang opini di media massa. Dua 
lawan politik pasangan SBY-Boediono pada pilpres kali ini, kubu Mega-Pro dan 
JK-Win, pastilah meradang. Mereka menganggap iklan Denny tak etis karena sudah 
menggiring pendapat umum untuk memenangkan satu pasangan capres: SBY-Boediono.
“Yang menentukan itu rakyat satu putaran atau dua putaran. Yang mengklaim 
pilpres satu putaran artinya itu di luar kehendak publik bahkan menyesatkan,” 
kata Ferry Mursidan Baldan (lihat “Iklan Pilpres Satu Putaran Menyesatkan,” 
Media Indonesia.com, 12 Juni 2009).
Muspani, anggota DPD malah bereaksi lebih keras. Iklan Denny itu dianggapnya 
sebagai upaya sistematis untuk menggiring rakyat pada satu calon. Baik itu 
melalui hasil survei maupun melalui iklan yang ada iming-iming door prize. 
“Kalau perlu iklan ini dilaporkan saja ke Bawaslu. Ini sudah pelanggaran 
serius,” kata Muspani.
Pangkal persoalannya adalah gambar pasangan SBY-Boediono yang dipasang di 
sebelah kanan iklan Denny. Gambar pasangan itu diliputi garis putus-putus 
dilengkapi dengan redaksi, silakan gunting stiker ini, jika ingin terlibat 
dalam gerakan Pilpres satu putaran. Di bawahnya ada redaksi, “Ingin Terlibat…. 
Sebarkan…Bagikan.”
Dalam sebuah diskusi di Cikini, Adhie Massardi, yang sekarang aktif di Rumah 
Perubahan, menganggap gerakan Pilpres Satu Putaran Saja ala Denny, sebagai 
peringatan dini bagi lawan-lawan SBY-Boediono. Kata dia, lewat gerakan itu, 
Denny meminta agar lawan politik SBY waspada karena SBY bisa menang dalam satu 
putaran saja.
Yang agak mengejutkan, Adhie lalu menduga yang dilakukan Denny sebetulnya 
merupakan upaya lawan politik SBY untuk menggagalkan pilpres berlangsung satu 
putaran. “Faktanya kan kita semua jadi waspada dengan pilpres satu putaran ini. 
Justru ini menguntungkan lawan politik SBY. Tapi saya tidak tahu siapa yang 
menyuap Denny ke SBY. Yang pasti Denny itu dekat dengan Wiranto dan pernah jadi 
konsultan PDIP pada pemilu legislatif lalu,” kata Adhie (lihat “Denny JA 
Untungkan Lawan SBY,” Inilah.com, 15 Juni 2009).
Soal kenapa Denny -yang dalam Pemilu 2009 April silam sempat menjadi konsultan 
PDIP (Mega)- cepat menyeberang ke kubu SBY, juga saya tanyakan kepada Denny. 
“Tentu ada alasan yang kuat sekali tapi tak enak membuka rahasia mantan klien, 
he…he…he…” kata Denny.
Saya akan tetapi terus bertanya, alasan utama dia, yang lalu dibalasnya dengan 
satu kata “reputasi.”
“Reputasi siapa? Anda? LSI? Atau SBY, Mega?” saya kembali mengirimkan 
pertanyaan.
Denny menjawab, “Sudah cukup bung. Ini bukan untuk publik.”
Kamis sore nanti, deklarasi gerakan Pilpres Satu Putaran Saja ala Denny akan 
dilakukan di Pekan Raya Jakarta. Saat itulah, Denny mungkin akan mengumumkan 
hasil terbaru survei lembaganya tentang popularitas para kandidat presiden dan 
wakilnya, seperti yang disebutkan teman saya lewat email: Mega-Pro di bawah 10 
persen, SBY-Boediono di atas 60 persen, dan JK-Win di bawah 10 persen.
Meskipun ingin sekali bertemu Denny untuk menanyakan kembali apa yang dia 
maksud sebagai gosip itu, saya jelas tak bisa datang ke PRJ sore nanti. Badan 
saya meriang. Dan soal demam ini, tentu saja bukan gosip.


      

Kirim email ke