[PPIBelgia] Dialog ttg Pasar dan Negara (ttg neolib)

2009-06-04 Terurut Topik dendi ramdani
Pasar, Negara, dan Intervensi

Beberapa hari lalu Kate Salemba, manajer kami di Cafe Salemba memperkenalkan 
Sunaryo, office boy
yang baru kepada semua barista. Kate minta kepada kami semua untuk
memperkenalkan istilah-istilah ekonomi kepada Naryo. "I don't want him
to feel alienated. You guys are econ freaks and boring. Before he
thinks you talk in Martian language, I want you to at least tell him
the basic vocabs of econ. And do it the cafe way. By that I
mean, I don't want anything difficult! You understand?" Tentu saja,
kalau Kate sudah mengakhiri kalimatnya dengan "you understand?" kami -
Sjamsu, Ujang, Ape, Rizal, dan saya -- harus mengangguk-ngangguk. Maka,
mulai hari ini kami pun banyak ngobrol dengan Naryo tentang ekonomi.
Beberapa sudah direkam di Facebook-nya Rizal.



"Yo, kamu tahu pasar, bukan?"

"Ya iyalah, Mas. Dulu saya suka nganter batik ke Klewer dan Laweyan"

"Nah, pasar dalam ekonomi bukan cuman yang kayak itu. Pasar itu segala sesuatu 
di mana ada permintaan, penawaran, dan harga"

"Tempatnya di mana, Mas? Saya baru ke Jakarta, baru kenal Pasar Senen, 
Rawamangun, Cikini, sama Manggarai"

"Pasar tidak selalu ada tempatnya yang bisa dilihat, Yo. Jadi ada pasar ide. 
Ada pasar cinta. Semuanya"

"Loh kok gitu, Mas. Ya udah, berarti pasar bisa gak kelihatan"



***



"Kalau negara apa, Mas? Kok kemarin pada ngeributin pasar lawan negara? Apa 
maksudnya?"

"Negara ya negara, Yo. Tapi biasanya di ekonomi maksudnya adalah
pemerintah dan jajarannya. Termasuk aturan-aturannya, kebijakannya"

"Oh gitu. Trus apanya yang diributkan?"

"Beberapa orang lebih suka pemerintah ngatur semuanya, ada lagi yang
bilang, nggak boleh ada pemerintah, serahkan aja semua ke pasar"

"Nah, bagusnya gimana, Mas?"

"Nah ini susah, Yo, kalo kamu udah nanya 'bagusnya gimana'. Saya jelasin aja, 
ya? Biar kamu bisa berpendapat sendiri"



***



"Gini Yo. Kamu kemarin ditraktir Ape nonton kan?"

"Iya, Mas. Mantap. Itu orang yang bisa berubah jadi serigala. Wolperin.
Ngomongnya pake Enggris, tapi saya gak peduli Mas. Saya suka
berantemnya aja kok"

"Nah, bayangin lagi deh ruang bioskop kemarin itu"

"Iya... trus?"

"Bayangin pas kamu asik-asiknya nonton, ada orang di sebelah kamu teriak-teriak 
kenceng, mengganggu semua orang"

"Waduh, jangan gitu dong. Pasti nggak enak"

"Nah, apa yang kamu inginkan?"

"Yah, mustinya ada yang ngasih tau tuh orang, Mas, supaya jangan mengganggu"

"Kalau di sebelah orang itu ada Ade Rai, idola kamu itu, boleh nggak Ade nabok 
orang yang teriak-teriak itu supaya diam?"

"Wah, jangan, Mas. Entar pada kelahi. Makin berisik aja, dong?"

"Jadi mustinya ada petugas ngasih tau orang itu, ya, supaya diam?"

"Iya, Mas"

"Kalau nggak mau diam, diseret aja keluar, ya, Yo?"

"Iya, Mas, tapi sama petugas itu aja. Jangan sama Ade Rai atau penonton lain"

"Oke, Yo. Petugas itu tadi yang namanya negara. Dalam bioskop kamu itu ada 
pasar. Namanya pasar menonton"

"... Oh kayak gitu"

"Sekarang, mau nggak, Yo, kalau di samping semua kursi ada petugas
berdiri. Jaga-jaga supaya nggak ada lagi penonton yang gangguin orang
lain"

"Ya, jangan dong, Mas. Bisa banyak banget petugasnya? Jadi gak nyaman
dong nontonnya, Mas? Serasa ditongkrongin terus. Jangan-jangan bersin
aja dimarahin?"

"Nah, itu sama artinya, Yo. Bahwa kamu tahu pasar butuh pemerintah. Tapi jangan 
banyak-banyak, to?"

"Iya, Mas"










**
Sunaryo tentang 'intervensi yang tepat'
ShareYesterday at 4:22am

“Mas, aku boleh tanya ndak?”



“Boleh. Tapi satu menit seribu ya, tarifnya…”



“Walah, kok sama kayak nelepon Mama Loren..?”



“Ya buat kamu gratis deh. Opo to?”



“Kemarin mas Aco bilang, pemerentah itu perlu tapi jangan
banyak-banyak. Pas ditanya ngerti opo ndak, aku yo manut-manut. Tapi
sebenernya aku masih agak bingung sih…”



“Lha bingung kenapa?”



“Ya ndak banyak-banyak itu seberapa banyak tho…?”



“Ya tanya mas Aco dong… Kan dia yang ngomong?”



“Yo gengsi dong… Makanya aku nanya sampeyan dulu, kalo dah mudheng dikit, baru 
aku berani ajak mas Aco debat…”



“Hmm… Gimana yang gampang ya… Gini deh. Kamu pernah sakit nggak?”



“Yo pernah lah, pusing, masuk angin atau sakit perut mah sering…”



“Terus ngapain?”



“Biasanya aku minum Tolak Angin atau Entrostop. Kadang-kadang aku minta 
kerokan. Kalau parah baru minta antar ke Puskesmas.”



“Sama dokter biasanya dikasih apa?”



“Dikasih obat, katanya antibiotik apa gitu…”



“Terus langsung sembuh?”



“Ya sembuh, tapi nggak langsung sih… Biasanya 2-3 hari baru baik. Kalau parah, 
bisa seminggu.”



“Kalau misalnya kamu nggak ke dokter, sembuh nggak?”



“Ya kalau nggak parah sembuh juga sih… 2-3 hari, atau seminggu.. tergantung…”



“Nah, kalau kamu ke dokter lalu dikasih obat, itu namanya ‘intervensi’…”



“Wah, mas Aco juga kemaren nyebut interpensi…”



“Iya, ada masalah, kamu pusing atau sakit perut atau masuk angin.
Kadang-kadang akan sembuh sendiri kan, nggak perlu minum obat atau ke
dokter? Kalau kamu ke dokter, seringan apa yang dikasih dokter
sebenarnya sam

Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism

2009-06-04 Terurut Topik esa siswanto
ah agung ada2 aja...
mending liat ini nyo...baru aja obama pidato ttg hub islam-amerika live di cnn 
katanya
http://cosmos. bcst.yahoo. com/up/player/ popup/?rn= 
3906861&cl=13812494&ch=4226714&src=news

selamat mendengarkan,

esa





From: wahyudiAgung 
To: PPIBelgia@yahoogroups.com
Sent: Thursday, June 4, 2009 4:29:10 PM
Subject: Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism





knapa ngga??
mungkin ada reaksi² kimia yg bisa meng-analogikan kondisi ekonomi dan 
mazhab²nya,,, ,



 
AGUNG WAHYUDI
---





From: M Roil Bilad 
To: ppibel...@yahoogrou ps.com
Sent: Thursday, June 4, 2009 4:17:08 PM
Subject: Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism


Saya nanggapinya bidang apa yach--- konteks neolib dibidang teknik kimia.

Em


   


  

Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism

2009-06-04 Terurut Topik wahyudiAgung
knapa ngga??
mungkin ada reaksi² kimia yg bisa meng-analogikan kondisi ekonomi dan 
mazhab²nya



 
AGUNG WAHYUDI
---





From: M Roil Bilad 
To: PPIBelgia@yahoogroups.com
Sent: Thursday, June 4, 2009 4:17:08 PM
Subject: Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism





Saya nanggapinya bidang apa yach--- konteks neolib dibidang teknik kimia.

Em

   


  

Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism

2009-06-04 Terurut Topik Dian indriana
jgn tanya dr bidang lainbgung nih yg ank interior :D

hhh mmh





From: M Roil Bilad 
To: PPIBelgia@yahoogroups.com
Sent: Thursday, June 4, 2009 16:17:08
Subject: Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism





Saya nanggapinya bidang apa yach--- konteks neolib dibidang teknik kimia.

Em

   


  Get your preferred Email name!
Now you can @ymail.com and @rocketmail.com. 
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism

2009-06-04 Terurut Topik M Roil Bilad
Saya nanggapinya bidang apa yach--- konteks neolib dibidang teknik kimia.

Em


Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism

2009-06-04 Terurut Topik wahyudiAgung
analisis bung Anis emng yahud,, 

tp analisis Bung Utong,, gw suka banget deh,, khas anak Teknik banget ,,pake 
point², dan langsung ke pembahsan,, analogi nya menarik,, . Kadang² emng lintas 
ilmu pengethuan dibutuhin utk menganalisa sesuatu,,,salut bwt Bung Utong,,, 
mgkn ada yg menanggapi dari bidang statistik?? land resources (saya harusnya)? 
aquculture?? dll

salam


AGUNG WAHYUDI
---


  

Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism

2009-06-04 Terurut Topik Furqon Azis
Pandangan saya sebagai orang awam, CMIIW
secara ekologi, Menjamurnya hypermarket dan menguapnya pasar tradisional di 
negara tercinta ini
sebagai seleksi alam, dimana hypermarket (mewakili liberalisme) mampu 
beradaptasi dengan lingkungannya dan pasar tradisional yang tidak mampu 
beradaptasi dengan lingkungan.
pertanyaan nya koq bisa begitu? 
Disini hypermarket (mewakili liberalisme/neo-liberalisme) saya analogikan 
sebagai invasive species dan pasar tradisional itu ibarat species lokal 
(indigenous).
definisi:
Invasive species : expresses the phrase in terms of non-indigenous species 
(e.g. plants or animals) that adversely affect the habitats they invade 
economically, environmentally or ecologically (sumber : wikipedia) 
ciri-cirinya: 
1. The ability to reproduce both asexually as well as sexually (capital/modal 
nya gede euy)

2. Fast growth (cepet tumbuhnya karena katanya harga barangnya bisa lebih 
murah) 

3. Rapid reproduction (alesan pemda ngasih ijin sih katanya buat ngebuka 
lowongan pekerjaan, disamping oknum pemda dapet komisi jg) no offense yah 
jangan sampai sayah di penjara gara gara memfitnah pemda (Prita mode: on)

4. High dispersal ability (cepet nyebarnya, mo di kota besar ato kecil)

5. Phenotypic plasticity (the ability to alter one’s growth form to suit 
current conditions) (yg ini agak susah bikin contohnya)

6. Tolerance of a wide range of environmental conditions (generalist) (bisa 
tumbuh dimana ajah, lokasi kagak ada masalah)

7. Ability to live off of a wide range of food types (generalist) (dari mule 
sayuran,baju bajuan, barang elektronik semua ada dsini)

8. Association with humans (no comment ah)


Spesies lokal ciri-cirinya: 
1. The ability to reproduce only by asexually or by sexually (capital/modal 
kecil, maklum rakyat jelata bukan rakyat jelita kayak Ibu Manohara)

2. Slow growth (dah pertumbuhan lambat masih jg dkejar rentenir)

3. Slow reproduction
4. Low dispersal ability (ga bisa tumbuh di mana ajah, bisa bisa di kejar 
satpol pamong praja)

5. Tolerance of a narrow range of environmental conditions (specific) (lokasi 
harus sesuai dengan tata guna lahan yang sudah dsesuaikan pemda, kalo ga 
biasanya ada yang bakar dan bahkan lokasi nya dah sesuai dengan tata guna lahan 
tetep ajah ada yang bakar)

7. Ability to live off of a narrow range of food types (specific) (biasanya 
cuman ngejual sayuran/perdagingan doank)


kembali ke pertanyaan di atas, mengapa spesies tertentu mudah menginvasi dan 
mendominasi habitat baru kemudian menggusur spesies lokal??
Penyebabnya adalah ketidak mampuan spesies lokal untuk bersaing dengan invasive 
spesies, ketidak hadiran predator dan parasit alami invasive spesies di habitat 
baru tersebut, sehingga pertumbuhan mereka tidak terkontrol pula.


terus buat apa donk melindungi spesies lokal??
Spesies secara individu dan ekosistem telah berkembang berjuta-juta tahun ke 
dalam ketergantungan yang kompleks. Ini dapat dianalogikan dengan teka-teki 
silang yang besar yang terdiri dari potongan yang saling mengunci. Bila kita 
menghilangan sebagian potongan maka rerangka keseluruhannya akan rusak. Semakin 
besar habitat dan spesies hilang maka semakin besar pula bahaya keruntuhan 
total akan terjadi. (Klo pasar tradisional sudah punah, Ortu ane mo dagang 
dmana donk kasian banget jadi rakyat jelata)

Kehilangan biodiversitas secara umum juga berarti bahwa spesies yang memiliki 
potensi ekonomi dan sosial mungkin hilang sebelum mereka ditemukan. Sumberdaya 
obat-obatan dan bahan kimian yang bermanfaat  yang dikandung oleh spesies 
liar/lokal mungkin hilang untuk selamanya. Kekayaan spesies yang terdapat pada 
hutan hujan tropis mungkin mengandung bahan kimia dan obat-obatan yang berguna. 
Banyak spesies lautan mempertahankan dirinya secara kimiawi dan ini merupakan 
sumber bahan obat-obatan yang penting. Di samping itu kerabat liar dari 
berbagai tanaman pertanian merupakan sumber gen resisten terhadap berbagai 
penyakit. Bila merekan juga hilang maka tanaman pertanian kita juga rentan 
terhadap kepunahan. (contohnya cari ajah sendiri)

Sekarang mah mari kita bertanya pada hati nurani kita, apakah hal tersebut di 
atas yang kita inginkan???


Salam
-Utong-











From: achmad efendi 
To: PPIBelgia@yahoogroups.com
Sent: Thursday, June 4, 2009 1:13:59 PM
Subject: Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism





iya sih banyak 'keuntungannya' kalo dilihat dari sisi konsumen. Emang mayoritas 
kita khan konsumen , analisis lebih lanjut? ntar deh menyusul, for time 
being lagi sibuk ujian nih
 
Salam,
Ahmad






 From: dendi ramdani 
To: PPI Belgia 
Sent: Thursday, June 4, 2009 8:40:37 AM
Subject: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism




--- On Thu, 6/4/09, Siswa Rizali  wrote:


From: Siswa Rizali 
Subject: [economics_feui] Re: The ghost of neoliberalism
To: economics_feui@ yahoogroups. com
Date: Thursday, June 4, 2009, 9:37 AM


AP,
ini versi pengalaman pribadi saya m

Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism

2009-06-04 Terurut Topik achmad efendi
iya sih banyak 'keuntungannya' kalo dilihat dari sisi konsumen. Emang mayoritas 
kita khan konsumen, analisis lebih lanjut? ntar deh menyusul, for time 
being lagi sibuk ujian nih

Salam,
Ahmad






From: dendi ramdani 
To: PPI Belgia 
Sent: Thursday, June 4, 2009 8:40:37 AM
Subject: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism







--- On Thu, 6/4/09, Siswa Rizali  wrote:


From: Siswa Rizali 
Subject: [economics_feui] Re: The ghost of neoliberalism
To: economics_feui@ yahoogroups. com
Date: Thursday, June 4, 2009, 9:37 AM


AP,
ini versi pengalaman pribadi saya menjelaskan apa itu neolib.

Versi yg sudah diedit dari tulisan berikut dimuat di Investor Daily,
Kamis, 4 Juni 2009, hlmn. 4, dgn judul: Nikmatnya Buah Liberalisasi.

banyak ibu2 anti-neolib yang belanjanya ke carrefour, hypermart, dan sejenis.
aneh kan...

Salam,
Rizal


===.

Nikmatnya Terjerumus dalam Ekonomi (neo)Liberal
Oleh Siswa Rizali

Ekonomi (neo)liberal telah diulas dari persfektif politis, akademis,
dan filosofi kehidupan. Tapi bagi orang kebanyakan pendekatan tersebut
sulit difahami. Seorang yang setiap hari harus berjuang memenuhi
kebutuhan hidupnya yang terpenting adalah: apakah ada cukup barang
dengan harga dan kualitas yang sesuai keperluannya? Untuk memenuhi
kebutuhan itu pertanyaan terpenting lain adalah: apakah ada lapangan
kerja dengan penghasilan yang memadai?

Jargon politik, analisa teori, dan dialektik filsafat kehidupan
meskipun sangat penting sering sekali tidak bisa menjawab hal praktis
perjuangan kehidupan rakyat tersebut.

*

Penulis pertama kali ingin menabung di bank di pertengahan 1980-an,
saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Ternyata menabung
di bank saat itu tidak mudah karena banyaknya persyaratan. Pada akhir
tahun 1980-an, akhirnya penulis dengan mudah membuka rekening tabungan
disebuah bank swasta nasional. Yang paling mengesankan, tabungan
tersebut memberikan kesempatan bermimpi menjadi orang kaya dengan
hadiah yang bernilai ratusan juta rupiah. Bayangkan, sebuah kegiatan
yang produktif (=menabung), mendapat bunga, dan masih diiming-iming
memperoleh hadiah besar.

Setelah kuliah di Fakultas Ekonomi ternama yang sering dianggap
menganut faham ekonomi liberal, penulis mengetahui bahwa liberalisasi
dan deregulasi sektor finansial yang mempermudah penulis menabung
disebuah bank.

Aspek lain yang menarik dari deregulasi finansial adalah berkembangnya
bisnis keuangan mikro. Selain adanya Bank Perkreditan Rakyat, bank
besar juga membuka program khusus perbankan mikro seperti Danamon
Simpan Pinjam. Bila kampanye pemerintah akan kredit mikro hanya berupa
kredit murah dengan realisasi dana yang terbatas, kredit mikro bank
komersial merupakan solusi yang lebih riil tanpa mendompleng jargon
kerakyatan.

Pada akhir tahun 2008, pemilik rekening simpanan di perbankan sekitar
85 juta rekaning. Dengan asumsi banyak rekening ganda, tetap saja
penetrasi perbankan sangat luar biasa.

Di era 2000-an fenomena deregulasi sektor transportasi,
telekomunikasi, dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) yang paling
menarik.

Munculnya perusahaan pesawat swasta seperti Lion Air, Batavia Air,
Adam Air, dan Air Asia menyebabkan persaingan ketat sehingga harga
tiket turun drastis. Konsumen merespon positif, terbukti dari
melonjaknya jumlah penumpang pesawat, khususnya di jalur domestik.

Jumlah penumpang pesawat akhir 2007 sekitar 31 Juta orang, naik dari
sekitar 8.6 Juta  pada akhir 2000, kenaikan rata-rata 20% per tahun.
Bandingkan dengan pertumbuhan penumpang pesawat era pertumbuhan
ekonomi tinggi 1990-1996, yang sekitar 10% per tahun. Perbedaan ini
sangat luar biasa, karena pertumbuhan ekonomi era 2000-an dibawah
pertumbuhan ekonomi 1990-1996. Pertumbuhan penumpang pesawat yang
tinggi mengindikasikan persaingan mempunyai peran penting dalam
meningkatkan kapasitas penerbangan era 2000-an.

Yang lebih menarik, harga tiket pesawat ke kampung penulis yang pada
pertengahan 1990-an mendekati Rp 2 Juta, sekarang juga masih kurang
dari Rp 2 juta. Meskipun akumulasi kenaikan harga-harga barang
(=inflasi) di Indonesia selama periode 1995-2008 mendekati 400%, harga
tiket pesawat ternyata tetap.

Berakhirnya monopoli di sektor telekomunikasi juga berdampak sangat
luas pada akses komunikasi, khususnya di sektor telepon seluler. Pada
tahun 2008 jumlah sambungan telepon seluler mencapai 150 juta unit,
naik tajam dari 6.5 juta sambungan pada akhir 2002, pertumbuhan hampir
70% per tahun. Memang banyak kritik yang disampaikan berupa mahalnya
tarif telepon seluler dibandingkan dengan telepon tetap. Namun
pertumbuhan pengguna telepon seluler yang luar biasa menunjukkan bahwa
konsumen lebih mementingkan ketersediaan sambungan komunikasi daripada
mimpi harga murah tanpa koneksi.

Dari sisi harga, pada tahun 2002 kartu perdana telepon seluler masih
ratusan ribu rupiah, itu pun nilai pulsa yang diperoleh lebih kecil
daripada harga kartu perdana. Saat ini, banyak kartu perdana yang
dijual dengan harga Rp 5

Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism

2009-06-04 Terurut Topik M Roil Bilad
Ada yang bisa memberikan analisa kebalikannya?
Dampak buruk neoliberal saya rasa jauh lebih buanyak-