[PPIBelgia] Dialog ttg Pasar dan Negara (ttg neolib)
Pasar, Negara, dan Intervensi Beberapa hari lalu Kate Salemba, manajer kami di Cafe Salemba memperkenalkan Sunaryo, office boy yang baru kepada semua barista. Kate minta kepada kami semua untuk memperkenalkan istilah-istilah ekonomi kepada Naryo. "I don't want him to feel alienated. You guys are econ freaks and boring. Before he thinks you talk in Martian language, I want you to at least tell him the basic vocabs of econ. And do it the cafe way. By that I mean, I don't want anything difficult! You understand?" Tentu saja, kalau Kate sudah mengakhiri kalimatnya dengan "you understand?" kami - Sjamsu, Ujang, Ape, Rizal, dan saya -- harus mengangguk-ngangguk. Maka, mulai hari ini kami pun banyak ngobrol dengan Naryo tentang ekonomi. Beberapa sudah direkam di Facebook-nya Rizal. "Yo, kamu tahu pasar, bukan?" "Ya iyalah, Mas. Dulu saya suka nganter batik ke Klewer dan Laweyan" "Nah, pasar dalam ekonomi bukan cuman yang kayak itu. Pasar itu segala sesuatu di mana ada permintaan, penawaran, dan harga" "Tempatnya di mana, Mas? Saya baru ke Jakarta, baru kenal Pasar Senen, Rawamangun, Cikini, sama Manggarai" "Pasar tidak selalu ada tempatnya yang bisa dilihat, Yo. Jadi ada pasar ide. Ada pasar cinta. Semuanya" "Loh kok gitu, Mas. Ya udah, berarti pasar bisa gak kelihatan" *** "Kalau negara apa, Mas? Kok kemarin pada ngeributin pasar lawan negara? Apa maksudnya?" "Negara ya negara, Yo. Tapi biasanya di ekonomi maksudnya adalah pemerintah dan jajarannya. Termasuk aturan-aturannya, kebijakannya" "Oh gitu. Trus apanya yang diributkan?" "Beberapa orang lebih suka pemerintah ngatur semuanya, ada lagi yang bilang, nggak boleh ada pemerintah, serahkan aja semua ke pasar" "Nah, bagusnya gimana, Mas?" "Nah ini susah, Yo, kalo kamu udah nanya 'bagusnya gimana'. Saya jelasin aja, ya? Biar kamu bisa berpendapat sendiri" *** "Gini Yo. Kamu kemarin ditraktir Ape nonton kan?" "Iya, Mas. Mantap. Itu orang yang bisa berubah jadi serigala. Wolperin. Ngomongnya pake Enggris, tapi saya gak peduli Mas. Saya suka berantemnya aja kok" "Nah, bayangin lagi deh ruang bioskop kemarin itu" "Iya... trus?" "Bayangin pas kamu asik-asiknya nonton, ada orang di sebelah kamu teriak-teriak kenceng, mengganggu semua orang" "Waduh, jangan gitu dong. Pasti nggak enak" "Nah, apa yang kamu inginkan?" "Yah, mustinya ada yang ngasih tau tuh orang, Mas, supaya jangan mengganggu" "Kalau di sebelah orang itu ada Ade Rai, idola kamu itu, boleh nggak Ade nabok orang yang teriak-teriak itu supaya diam?" "Wah, jangan, Mas. Entar pada kelahi. Makin berisik aja, dong?" "Jadi mustinya ada petugas ngasih tau orang itu, ya, supaya diam?" "Iya, Mas" "Kalau nggak mau diam, diseret aja keluar, ya, Yo?" "Iya, Mas, tapi sama petugas itu aja. Jangan sama Ade Rai atau penonton lain" "Oke, Yo. Petugas itu tadi yang namanya negara. Dalam bioskop kamu itu ada pasar. Namanya pasar menonton" "... Oh kayak gitu" "Sekarang, mau nggak, Yo, kalau di samping semua kursi ada petugas berdiri. Jaga-jaga supaya nggak ada lagi penonton yang gangguin orang lain" "Ya, jangan dong, Mas. Bisa banyak banget petugasnya? Jadi gak nyaman dong nontonnya, Mas? Serasa ditongkrongin terus. Jangan-jangan bersin aja dimarahin?" "Nah, itu sama artinya, Yo. Bahwa kamu tahu pasar butuh pemerintah. Tapi jangan banyak-banyak, to?" "Iya, Mas" ** Sunaryo tentang 'intervensi yang tepat' ShareYesterday at 4:22am “Mas, aku boleh tanya ndak?” “Boleh. Tapi satu menit seribu ya, tarifnya…” “Walah, kok sama kayak nelepon Mama Loren..?” “Ya buat kamu gratis deh. Opo to?” “Kemarin mas Aco bilang, pemerentah itu perlu tapi jangan banyak-banyak. Pas ditanya ngerti opo ndak, aku yo manut-manut. Tapi sebenernya aku masih agak bingung sih…” “Lha bingung kenapa?” “Ya ndak banyak-banyak itu seberapa banyak tho…?” “Ya tanya mas Aco dong… Kan dia yang ngomong?” “Yo gengsi dong… Makanya aku nanya sampeyan dulu, kalo dah mudheng dikit, baru aku berani ajak mas Aco debat…” “Hmm… Gimana yang gampang ya… Gini deh. Kamu pernah sakit nggak?” “Yo pernah lah, pusing, masuk angin atau sakit perut mah sering…” “Terus ngapain?” “Biasanya aku minum Tolak Angin atau Entrostop. Kadang-kadang aku minta kerokan. Kalau parah baru minta antar ke Puskesmas.” “Sama dokter biasanya dikasih apa?” “Dikasih obat, katanya antibiotik apa gitu…” “Terus langsung sembuh?” “Ya sembuh, tapi nggak langsung sih… Biasanya 2-3 hari baru baik. Kalau parah, bisa seminggu.” “Kalau misalnya kamu nggak ke dokter, sembuh nggak?” “Ya kalau nggak parah sembuh juga sih… 2-3 hari, atau seminggu.. tergantung…” “Nah, kalau kamu ke dokter lalu dikasih obat, itu namanya ‘intervensi’…” “Wah, mas Aco juga kemaren nyebut interpensi…” “Iya, ada masalah, kamu pusing atau sakit perut atau masuk angin. Kadang-kadang akan sembuh sendiri kan, nggak perlu minum obat atau ke dokter? Kalau kamu ke dokter, seringan apa yang dikasih dokter sebenarnya sam
Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism
ah agung ada2 aja... mending liat ini nyo...baru aja obama pidato ttg hub islam-amerika live di cnn katanya http://cosmos. bcst.yahoo. com/up/player/ popup/?rn= 3906861&cl=13812494&ch=4226714&src=news selamat mendengarkan, esa From: wahyudiAgung To: PPIBelgia@yahoogroups.com Sent: Thursday, June 4, 2009 4:29:10 PM Subject: Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism knapa ngga?? mungkin ada reaksi² kimia yg bisa meng-analogikan kondisi ekonomi dan mazhab²nya,,, , AGUNG WAHYUDI --- From: M Roil Bilad To: ppibel...@yahoogrou ps.com Sent: Thursday, June 4, 2009 4:17:08 PM Subject: Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism Saya nanggapinya bidang apa yach--- konteks neolib dibidang teknik kimia. Em
Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism
knapa ngga?? mungkin ada reaksi² kimia yg bisa meng-analogikan kondisi ekonomi dan mazhab²nya AGUNG WAHYUDI --- From: M Roil Bilad To: PPIBelgia@yahoogroups.com Sent: Thursday, June 4, 2009 4:17:08 PM Subject: Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism Saya nanggapinya bidang apa yach--- konteks neolib dibidang teknik kimia. Em
Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism
jgn tanya dr bidang lainbgung nih yg ank interior :D hhh mmh From: M Roil Bilad To: PPIBelgia@yahoogroups.com Sent: Thursday, June 4, 2009 16:17:08 Subject: Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism Saya nanggapinya bidang apa yach--- konteks neolib dibidang teknik kimia. Em Get your preferred Email name! Now you can @ymail.com and @rocketmail.com. http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/
Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism
Saya nanggapinya bidang apa yach--- konteks neolib dibidang teknik kimia. Em
Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism
analisis bung Anis emng yahud,, tp analisis Bung Utong,, gw suka banget deh,, khas anak Teknik banget ,,pake point², dan langsung ke pembahsan,, analogi nya menarik,, . Kadang² emng lintas ilmu pengethuan dibutuhin utk menganalisa sesuatu,,,salut bwt Bung Utong,,, mgkn ada yg menanggapi dari bidang statistik?? land resources (saya harusnya)? aquculture?? dll salam AGUNG WAHYUDI ---
Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism
Pandangan saya sebagai orang awam, CMIIW secara ekologi, Menjamurnya hypermarket dan menguapnya pasar tradisional di negara tercinta ini sebagai seleksi alam, dimana hypermarket (mewakili liberalisme) mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan pasar tradisional yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan. pertanyaan nya koq bisa begitu? Disini hypermarket (mewakili liberalisme/neo-liberalisme) saya analogikan sebagai invasive species dan pasar tradisional itu ibarat species lokal (indigenous). definisi: Invasive species : expresses the phrase in terms of non-indigenous species (e.g. plants or animals) that adversely affect the habitats they invade economically, environmentally or ecologically (sumber : wikipedia) ciri-cirinya: 1. The ability to reproduce both asexually as well as sexually (capital/modal nya gede euy) 2. Fast growth (cepet tumbuhnya karena katanya harga barangnya bisa lebih murah) 3. Rapid reproduction (alesan pemda ngasih ijin sih katanya buat ngebuka lowongan pekerjaan, disamping oknum pemda dapet komisi jg) no offense yah jangan sampai sayah di penjara gara gara memfitnah pemda (Prita mode: on) 4. High dispersal ability (cepet nyebarnya, mo di kota besar ato kecil) 5. Phenotypic plasticity (the ability to alter one’s growth form to suit current conditions) (yg ini agak susah bikin contohnya) 6. Tolerance of a wide range of environmental conditions (generalist) (bisa tumbuh dimana ajah, lokasi kagak ada masalah) 7. Ability to live off of a wide range of food types (generalist) (dari mule sayuran,baju bajuan, barang elektronik semua ada dsini) 8. Association with humans (no comment ah) Spesies lokal ciri-cirinya: 1. The ability to reproduce only by asexually or by sexually (capital/modal kecil, maklum rakyat jelata bukan rakyat jelita kayak Ibu Manohara) 2. Slow growth (dah pertumbuhan lambat masih jg dkejar rentenir) 3. Slow reproduction 4. Low dispersal ability (ga bisa tumbuh di mana ajah, bisa bisa di kejar satpol pamong praja) 5. Tolerance of a narrow range of environmental conditions (specific) (lokasi harus sesuai dengan tata guna lahan yang sudah dsesuaikan pemda, kalo ga biasanya ada yang bakar dan bahkan lokasi nya dah sesuai dengan tata guna lahan tetep ajah ada yang bakar) 7. Ability to live off of a narrow range of food types (specific) (biasanya cuman ngejual sayuran/perdagingan doank) kembali ke pertanyaan di atas, mengapa spesies tertentu mudah menginvasi dan mendominasi habitat baru kemudian menggusur spesies lokal?? Penyebabnya adalah ketidak mampuan spesies lokal untuk bersaing dengan invasive spesies, ketidak hadiran predator dan parasit alami invasive spesies di habitat baru tersebut, sehingga pertumbuhan mereka tidak terkontrol pula. terus buat apa donk melindungi spesies lokal?? Spesies secara individu dan ekosistem telah berkembang berjuta-juta tahun ke dalam ketergantungan yang kompleks. Ini dapat dianalogikan dengan teka-teki silang yang besar yang terdiri dari potongan yang saling mengunci. Bila kita menghilangan sebagian potongan maka rerangka keseluruhannya akan rusak. Semakin besar habitat dan spesies hilang maka semakin besar pula bahaya keruntuhan total akan terjadi. (Klo pasar tradisional sudah punah, Ortu ane mo dagang dmana donk kasian banget jadi rakyat jelata) Kehilangan biodiversitas secara umum juga berarti bahwa spesies yang memiliki potensi ekonomi dan sosial mungkin hilang sebelum mereka ditemukan. Sumberdaya obat-obatan dan bahan kimian yang bermanfaat yang dikandung oleh spesies liar/lokal mungkin hilang untuk selamanya. Kekayaan spesies yang terdapat pada hutan hujan tropis mungkin mengandung bahan kimia dan obat-obatan yang berguna. Banyak spesies lautan mempertahankan dirinya secara kimiawi dan ini merupakan sumber bahan obat-obatan yang penting. Di samping itu kerabat liar dari berbagai tanaman pertanian merupakan sumber gen resisten terhadap berbagai penyakit. Bila merekan juga hilang maka tanaman pertanian kita juga rentan terhadap kepunahan. (contohnya cari ajah sendiri) Sekarang mah mari kita bertanya pada hati nurani kita, apakah hal tersebut di atas yang kita inginkan??? Salam -Utong- From: achmad efendi To: PPIBelgia@yahoogroups.com Sent: Thursday, June 4, 2009 1:13:59 PM Subject: Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism iya sih banyak 'keuntungannya' kalo dilihat dari sisi konsumen. Emang mayoritas kita khan konsumen , analisis lebih lanjut? ntar deh menyusul, for time being lagi sibuk ujian nih Salam, Ahmad From: dendi ramdani To: PPI Belgia Sent: Thursday, June 4, 2009 8:40:37 AM Subject: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism --- On Thu, 6/4/09, Siswa Rizali wrote: From: Siswa Rizali Subject: [economics_feui] Re: The ghost of neoliberalism To: economics_feui@ yahoogroups. com Date: Thursday, June 4, 2009, 9:37 AM AP, ini versi pengalaman pribadi saya m
Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism
iya sih banyak 'keuntungannya' kalo dilihat dari sisi konsumen. Emang mayoritas kita khan konsumen, analisis lebih lanjut? ntar deh menyusul, for time being lagi sibuk ujian nih Salam, Ahmad From: dendi ramdani To: PPI Belgia Sent: Thursday, June 4, 2009 8:40:37 AM Subject: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism --- On Thu, 6/4/09, Siswa Rizali wrote: From: Siswa Rizali Subject: [economics_feui] Re: The ghost of neoliberalism To: economics_feui@ yahoogroups. com Date: Thursday, June 4, 2009, 9:37 AM AP, ini versi pengalaman pribadi saya menjelaskan apa itu neolib. Versi yg sudah diedit dari tulisan berikut dimuat di Investor Daily, Kamis, 4 Juni 2009, hlmn. 4, dgn judul: Nikmatnya Buah Liberalisasi. banyak ibu2 anti-neolib yang belanjanya ke carrefour, hypermart, dan sejenis. aneh kan... Salam, Rizal ===. Nikmatnya Terjerumus dalam Ekonomi (neo)Liberal Oleh Siswa Rizali Ekonomi (neo)liberal telah diulas dari persfektif politis, akademis, dan filosofi kehidupan. Tapi bagi orang kebanyakan pendekatan tersebut sulit difahami. Seorang yang setiap hari harus berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya yang terpenting adalah: apakah ada cukup barang dengan harga dan kualitas yang sesuai keperluannya? Untuk memenuhi kebutuhan itu pertanyaan terpenting lain adalah: apakah ada lapangan kerja dengan penghasilan yang memadai? Jargon politik, analisa teori, dan dialektik filsafat kehidupan meskipun sangat penting sering sekali tidak bisa menjawab hal praktis perjuangan kehidupan rakyat tersebut. * Penulis pertama kali ingin menabung di bank di pertengahan 1980-an, saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Ternyata menabung di bank saat itu tidak mudah karena banyaknya persyaratan. Pada akhir tahun 1980-an, akhirnya penulis dengan mudah membuka rekening tabungan disebuah bank swasta nasional. Yang paling mengesankan, tabungan tersebut memberikan kesempatan bermimpi menjadi orang kaya dengan hadiah yang bernilai ratusan juta rupiah. Bayangkan, sebuah kegiatan yang produktif (=menabung), mendapat bunga, dan masih diiming-iming memperoleh hadiah besar. Setelah kuliah di Fakultas Ekonomi ternama yang sering dianggap menganut faham ekonomi liberal, penulis mengetahui bahwa liberalisasi dan deregulasi sektor finansial yang mempermudah penulis menabung disebuah bank. Aspek lain yang menarik dari deregulasi finansial adalah berkembangnya bisnis keuangan mikro. Selain adanya Bank Perkreditan Rakyat, bank besar juga membuka program khusus perbankan mikro seperti Danamon Simpan Pinjam. Bila kampanye pemerintah akan kredit mikro hanya berupa kredit murah dengan realisasi dana yang terbatas, kredit mikro bank komersial merupakan solusi yang lebih riil tanpa mendompleng jargon kerakyatan. Pada akhir tahun 2008, pemilik rekening simpanan di perbankan sekitar 85 juta rekaning. Dengan asumsi banyak rekening ganda, tetap saja penetrasi perbankan sangat luar biasa. Di era 2000-an fenomena deregulasi sektor transportasi, telekomunikasi, dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) yang paling menarik. Munculnya perusahaan pesawat swasta seperti Lion Air, Batavia Air, Adam Air, dan Air Asia menyebabkan persaingan ketat sehingga harga tiket turun drastis. Konsumen merespon positif, terbukti dari melonjaknya jumlah penumpang pesawat, khususnya di jalur domestik. Jumlah penumpang pesawat akhir 2007 sekitar 31 Juta orang, naik dari sekitar 8.6 Juta pada akhir 2000, kenaikan rata-rata 20% per tahun. Bandingkan dengan pertumbuhan penumpang pesawat era pertumbuhan ekonomi tinggi 1990-1996, yang sekitar 10% per tahun. Perbedaan ini sangat luar biasa, karena pertumbuhan ekonomi era 2000-an dibawah pertumbuhan ekonomi 1990-1996. Pertumbuhan penumpang pesawat yang tinggi mengindikasikan persaingan mempunyai peran penting dalam meningkatkan kapasitas penerbangan era 2000-an. Yang lebih menarik, harga tiket pesawat ke kampung penulis yang pada pertengahan 1990-an mendekati Rp 2 Juta, sekarang juga masih kurang dari Rp 2 juta. Meskipun akumulasi kenaikan harga-harga barang (=inflasi) di Indonesia selama periode 1995-2008 mendekati 400%, harga tiket pesawat ternyata tetap. Berakhirnya monopoli di sektor telekomunikasi juga berdampak sangat luas pada akses komunikasi, khususnya di sektor telepon seluler. Pada tahun 2008 jumlah sambungan telepon seluler mencapai 150 juta unit, naik tajam dari 6.5 juta sambungan pada akhir 2002, pertumbuhan hampir 70% per tahun. Memang banyak kritik yang disampaikan berupa mahalnya tarif telepon seluler dibandingkan dengan telepon tetap. Namun pertumbuhan pengguna telepon seluler yang luar biasa menunjukkan bahwa konsumen lebih mementingkan ketersediaan sambungan komunikasi daripada mimpi harga murah tanpa koneksi. Dari sisi harga, pada tahun 2002 kartu perdana telepon seluler masih ratusan ribu rupiah, itu pun nilai pulsa yang diperoleh lebih kecil daripada harga kartu perdana. Saat ini, banyak kartu perdana yang dijual dengan harga Rp 5
Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism
Ada yang bisa memberikan analisa kebalikannya? Dampak buruk neoliberal saya rasa jauh lebih buanyak-