Ada Indikasi Kartel dalam Penetapan Harga Obat
[30/1/09]
http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=21054&cl=Berita
Harga obat di Indonesia masih mahal dibanding negara lain. KPPU mendesak 
pemerintah membuat regulasi batas atas harga obat di dalam negeri.

Tak dapat dipungkiri, harga obat di dalam negeri masih tergolong mahal. 
Apalagi untuk kaum menengah ke bawah. Belum jelas, apa yang menyebabkan 
harga obat menjadi mahal. Tapi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) 
punya temuan menarik. Hasil analisis sementara cukup mengejutkan. 
“Indikasi kartel sangat kuat di bisnis ini,” terang Wakil Ketua KPPU 
Didik Akhmadi dalam jumpa pers di kantor KPPU Jakarta, Kamis (29/01).



Didik tak asal bicara. Hasil monitoring yang dilakukan KPPU selama ini 
menunjukan adanya kecenderungan pola distribusi (penyaluran) obat yang 
terintegrasi vertikal dari hulu sampai hilir. Artinya, kondisi ini telah 
diatur oleh satu pelaku usaha atau kelompok tertentu. “Termasuk 
kecenderungan terkonsentrasi, yakni mengerucut pada apotik tertentu yang 
terafiliasi dengan produsen obat,” jelas Didik.



Teorinya, kata Didik, jika sebuah produk sudah terkonsentrasi di suatu 
pasar, seharusnya harganya bisa murah. Tapi yang terjadi di sini 
sebaliknya. Harga obat di tingkat konsumen justru mahal. Inilah masalahnya.



Sepertihalnya Didik, Ketua KPPU Benny Pasaribu mensinyalir adanya 
praktek monopoli berupa penetapan harga obat secara tidak wajar. “Sangat 
kental nuansa oligopolistiknya dan berpotensi monopoli,” ujar Benny. 
Mengenai modusnya sendiri KPPU belum bisa memastikan, sebab komisi ini 
masih melakukan monitoring.



Kesimpulan Analisis

1.      Jalur distribusi produk farmasi pada umumnya diawali dari 
produsen menuju distributor utama, pedagang besar farmasi (PBF) selaku 
distributor daerah, sampai pada retailer yaitu apotik dan rumah sakit.

2.      Produsen farmasi memiliki kemampuan untuk mengendalikan harga 
jual sampai di tingkat pengecer. Sehingga iklim persaingan khususnya di 
jalur distribusi, dimana persaingan antara PBF dalam satu jalur 
distribusi (intrabrand) menjadi terbatas.

3.      PBF yang memiliki jaringan distribusi dan logistik yang luas 
memiliki nilai tambah di mata produsen farmasi.

4.      Beberapa produsen farmasi melakukan integrasi vertikal, 
khususnya forward integration melalui penguasaan terhadap PBF (bentuknya 
perjanjian jangka panjang) dan juga sampai di tingkat rumah sakit serta 
apotik.

5.      Data mengenai struktur psar mengindikasikan adanya beberapa 
kelas terapi yang cenderung terkonsentrasi.

Sumber: KPPU



Yang jelas KPPU akan melakukan langkah-langkah untuk menindaklanjuti 
masalah klasik ini. Pertama, akan memeriksa kebijakan pemerintah yang 
memungkinkan adanya liberalisasi harga obat, termasuk dugaan adanya 
regulasi yang membuat persaingan tidak sehat di industri farmasi. Kedua, 
menyelidiki prilaku pelaku usaha yang menyebabkan harga obat menjadi mahal.



Dalam waktu dekat ini, KPPU juga berencana mengirimkan surat kepada 
produsen obat di seluruh Indonesia untuk mengklarifikasi hasil temuan 
komisi anti monopoli tersebut. KPPU dalam suratnya juga meminta produsen 
obat supaya menegakan persaingan yang sehat. “Jika tidak (dituruti), 
maka kami akan masuk kepada penegakan hukum dan bisa dijadikan kasus,” 
Benny mengultimatum.


Masalahnya di Regulasi

Selain itu, KPPU segera mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah 
terkait penetapan harga obat di dalam negeri. Antara lain pemerintah 
diminta membuat regulasi tentang harga eceran tertinggi atau batas atas 
harga obat. Kemudian pemerintah juga perlu menyusun kebijakan harga obat 
generik bermerek (branded generic). Selama ini, kata Didik, pemerintah 
tidak pernah mengatur harga obat generik bermerek, melainkan hanya 
mengatur liberalisasi harga eceran tertinggi (HET) dan kandungan obat. 
“Dalam waktu dekat Tim Monitoring akan mengeluarkan rekomendasi 
tersebut,” tandas Didik.



Sekedar informasi, kajian yang dilakukan KPPU terhadap industri farmasi 
ini sebenarnya telah dilakukan sejak akhir 2007 silam. Kala itu, Ketua 
KPPU Mohammad Iqbal mengatakan tingginya harga obat bisa disebabkan oleh 
beberapa hal. Diantaranya adanya prilaku usaha yang mengarah pada 
persaingan yang tidak sehat seperti kartel dan penyalahgunaan posisi 
dominan. Kemudian adanya kebijakan pemerintah yang tidak pas.



Iqbal menjelaskan dari indikasi awal memang terlihat adanya kebijakan 
pemerintah yang belum pas di industri farmasi. Kebijakan tersebut, kata 
dia, bisa mendorong timbulnya prilaku yang anti persaingan. “Harga yang 
tinggi yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Karena harga yang tinggi 
nampak dari harga obat generik yang ditetapkan pemerintah dengan obat 
generik yang belum ditetapkan oleh pemerintah. Bedanya-kan cuma nggak 
dikasih lebel. Masa harganya sudah lebih mahal tiga kali lipat,” 
katanya pria yang kini menjadi tersangka kasus suap tersebut.



Departemen Kesehatan (Depkes) pernah menelurkan dua kebijakan penting 
bagi industri farmasi, yaitu Kepmenkes No. 69/2006 tentang Pencantuman 
Harga Eceran Tertinggi di Label Obat dan Kepmenkes No. 68/2006 tentang 
Pedoman Pelaksanaan Pencantuman Nama Generik Pada Label Obat. Keduanya 
diterbitkan pada 7 Februari 2006. Sayangnya penerapan kedua peraturan 
tersebut, khususnya Kepmenkes No. 69/2006, mengundang berbagai tanggapan 
miring dari pelaku usaha.



Ketua Umum Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Anthony Charles Sunarjo, 
kala itu juga menyambut baik kajian yang dilakukan KPPU. Menurutnya, 
banyak kebijakan pemerintah yang tidak strategis, sehingga dampaknya 
menakutkan bagi industri farmasi di Indonesia. Disamping itu, kata dia, 
media masa juga kerap memberitakan sisi negatif industri ini. 
“Akibatnya, perusahaan farmasi di Indonesia jalan di tempat,” kata Charles.

(Sut)
-- 
Kind regards,
Sulistiono Kertawacana
http://sulistionokertawacana.blogspot.com/

------------------------------------

Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/PPIBelgia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/PPIBelgia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ppibelgia-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:ppibelgia-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppibelgia-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke