---------- Pesan terusan ----------
Dari: A Nizami <nizam...@yahoo.com>
Tanggal: 18 Mei 2009 09:17
Subjek: [ekonomi-nasional] Menelusuri Sisi Aneh: Sisi Lain Pak Boed yang
Saya Kenal
Ke: ekonomi-nasio...@yahoogroups.com, lisi <l...@yahoogroups.com>,
ppiin...@yahoogroups.com, manager indonesia <
manager-indone...@yahoogroups.com>, sab...@yahoogroups.com,
istiq...@yahoogroups.com, Indonesia Raya <indonesiar...@yahoogroups.com>





FYI,
Satu tulisan yang bernas dari satu Blogger:

http://nusantaranews.wordpress.com/2009/05/15/menelusuri-sisi-sisi-lain-pak-boed-yang-saya-kenal/

Menelusuri Sisi Aneh: Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal
2009 Mei 15

by nusantaraku

Saya pikir banyak orang Indonesia pasti mengenal sosok Faisal H Basri (FHB),
SE, MA. Ia sering muncul di TV seagai
Faisal H Basri

Faisal H Basri

seorang analisis ekonomi kawakan. Ia adalah seorang ekonom lulusan
Vanderbilt University, Tennessee – Amerika. Bahasa yang lugas, penampilan
sederhana melekat pada sosok pria kelahiran Bandung 50 tahun silam. Ia
sempat terjun di dunia politik dengan mendirikan partai PAN dan menjadi
Sekjen Pertama PAN. Ia pula menpionirnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) namun kini tetap setia menjadi staf pengajar FE-UI.

Munculnya nama Bapak Faisal Basri mungkin menjadi titik nadir pro-kontra
bagi mereka yang tidak menyukai bahkan timbulnya aksi gerakan anti Say No to
Boediono, Say Yes to Budi Anduk. Hal ini muncul dari tulisan yang sangat
memukau dari Faisal H Basri yakni Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal di blog
kompasiana-nya. Di blog tersebut, pak Faisal sebutkan bagaimana pertemuanya
pertama pada Pak Boediono lalu secara berurutan menceritakan sisi lain dari
Pak Boediono. Pak Boediono adalah seorang ekonom handal, itu pasti karena
beliau adalah seorang Guru Besar Ekonomi.

Dalam artikel tersebut Pak Faisal menuliskan bagaimana sosok Boediono yang
bersahaja, santun dan memegang teguh dan bekerja keras sesuai
prinsip-prinsip ekonomi yang dianutnya.

Sikap rendah hati itulah [red: Pak Boediono] yang paling membekas pada saya.
Lebih banyak mendengar ketimbang bicara. Kalau ditanya yang
“nyerempet-nyerempet,” jawabannya cuma dengan tersenyum. Saya tak pernah
dengar Pak Boed menjelek-jelekkan orang lain, bahkan sekedar mengkritik
sekalipun. – kutipan : Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal

*******

Menulusuri Sisi : Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal
klik untuk melihat foto
Ekonom UI, Faisal Basri

Tulisan pak FHB memang sangat diperlukan untuk membangkitkan citra yang
seimbang atas sosok Pak Boediono. Begitu juga halnya pada pencitraan (Alm)
Ali Alatas, Amien Rais, SBY, DN Aidit ataupun Soeharto. Bagi mereka yang
dekat dengan pak Harto, mereka merasakan getaran kesederhanaan, kesantunan
sekaligus ketegasan dalam diri beliau. Namun, disisi lain kita merasakan hal
yang berbeda, sebagian masyarakat mungkin benci akan tindakan refresif (Alm)
Soeharto mengejar dan membunuh dengan sadis para simpatisan PKI yang tidak
tahu menahu kejadian Gestapu, mengejar para aktivisis yang menentang aksi
KKN. Dan siapa sangka Jenderal dengan Senyum manisnya dengan bicara begitu
santun bisa begitu “dingin” dan terjadi praktik KKN dimasanya. Begitu juga
sosok Aidit yang dicam “beringas” dan “amoral”, namun disisi lain ia
memiliki sifat-sifat yang begitu halus dan etos baik di partai maupun
dikeluarga dan sahabatnya.

Masa lalu telah berlalu, kita harus menatap masa depan dengan belajar dari
sejarah masa lalu. JAS MERAH, jangan sekali-kali melupakan sejarah, itulah
pesan Bung Karno kepada kita. Begitu hendaknya kita menyikapi pro dan kontra
atas pribadi Boediono. Mengapa ada yang pro dan mengapa ada kontra, adalah
hal yang wajar dalam suatu sistem demokrasi. Namun, setiap pro dan kontra
hendaknya memiliki landasan yang jelas, mengapa pro dan mengapa kontra. Dan
alangkah baiknya jika kita bukan seperti Burung Beo yang hanya mengikuti apa
kata orang tanpa memahami betul kondisi-kondisi sebenarnya.

Disisi lain, saya agak merasa aneh pernyataan Pak FHB beberapa waktu dulu
ketika beliau berada di Padang-Sumatera Barat dan ditanya oleh Padang Today,
bagaimana pandangan FHB jika Boediono dipilih sebagai cawapres.

“Saya menilai sayang jika Prof. Boediono ditempatkan sebagai Wapres,dia itu
teknokrat, lebih tepat jika dia mengurus persoalan ekonomi dan moneter di
level menteri, akan lebih optimal,”
Ditambahkan Faisal, kemampuan Boediono justru akan terhambat jika dia
diposisikan sebagai Wapres.
“Pak Boediono diakui dunia sebagai pakar ekonomi moneter, kemampuannya
justru dibutuhkan untuk mengelola ekonomi dan moneter kita, yang menjadi
domain kerja Menko Ekonomi serta Gubernur BI, jadi kalau dia ditempatkan di
Wapres justru kontraproduktif,” ungkap FHB.

Pak FHB saat ini tampak sekali mendukung SBY-Boediono, padahal pada 20
Desember Faisal Basri mengemukan kegagalan ekonomi SBY yang selama ini
dimotori Boediono sebagai Menko Perekomian dan Menkeu Sri Mulyani. FHB
mengingatkan kepada masyarakat agar tidak terjebak dengan janji-janji SBY
saat melakukan kampanye. Ia mengatakan tersebut d Hotel Aston Atrium Jakarta
– RakyatMerdeka

“Hati-hati saat kampanye bila SBY bicara tentang angka pengangguran dan
kemiskinan menurun….. Presiden yang dipilih berhasil alakadarnya. Tidak ada
perbaikan secara signifikan. Apa gunanya dipilih lagi. Buat apa kita pilih
yang katanya doktor, bintang empat (jenderal), ahli pertanian,”
Pengangguran misalnya, terjadi pengurangan atau penurunan angka pengangguran
dari 9,1 persen tahun 2007 menjadi 8,1 persen tahun 2008.
“Tapi itu di sektor informal, pedagang kaki lima yang tidak ada pensiun,
tidak ada tunjangan kerja. Beginilah kalau presidennya jaim (jaga image),
berbedak terus, berkosmetik terus,”
Faisal menambahkan, selama kepemimpinan SBY, telah tercipta jurang yang
cukup dalam antara si kaya dan si miskin.. Subsidi yang diberikan tidak
tepat sasaran dan lebih banyak dinikmati oleh orang kaya.

Bahkan belum sebulan yang lalu yakni 27 April 2009, Faisal Basri secara
gamblang menulis Menakar Kinerja SBY-JK di Kompas cetak :

Selama tahun 2004-2008, anggaran untuk memerangi kemiskinan naik hampir
empat kali lipat, tetapi angka kemiskinan hanya turun 1 persen saja. Bukti
tumpulnya kebijakan ekonomi untuk memberantas kemiskinan terlihat pula dari
perbandingan dengan negara-negara tetangga.

Pemerintahan SBY-JK juga bisa dipandang terseok-seok dalam memerangi
pengangguran dan meningkatkan kualitas pekerja. Angka pengangguran terbuka
memang turun sedikit dari 9,9 persen pada tahun 2004 menjadi 8,4 persen pada
tahun 2008. Namun, pada periode yang sama terjadi peningkatan
underemployment (separuh menganggur) dari 29,8 persen menjadi 30,3 persen.

Pemerintahan SBY-JK gagal untuk menghasilkan pola pertumbuhan ekonomi yang
sehat dengan mengutamakan penguatan sektor produksi barang. Yang paling
mencolok adalah kinerja industri manufaktur.

Dari analisis tajam seorang FHB 1 bulan yang lalu atas kinerja ekonomi
pemerintah SBY-JK selama 2004-2008 yang hampir3 tahun dipimpin oleh tim
ekonomi Boediono sudah gagal. Analisis yang tajam dari FHB pada tanggal 27
April 2009 tidak jauh berbeda dengan analisis 5 bulan lalu pada 29 Desember
2008 dan juga sebelum-belumnya. Namun, pasca Boediono dipinang SBY, pola
analisis FHB berubah dan bisa dikatakan lebih dari 100 derajat. Apakah
analisis tajam FHB sudah terbeli oleh politik? Apakah FHB akan kembali masuk
ke politik seperti pada tahun 1998 silam?

*******

Pemaparan Pak FHB mengenai Boediono merupakan salah satu tulisan terpercaya,
dan patut diberi apresiasi yang selayaknya karena berdasarkan realitas
kedekatan dan analisisnya. Secara garis besar, FHB menggambarkan sosok
kepribadian yang unggul dalam diri Boediono. Kepribadian yang unggul inilah
yang membawa dirinya menduduki posisi yang strategis di negeri ini. Namun,
kita harus juga menelusuri sisi lain, hal yang tidak bisa kita lupakan dalam
perjalanan bangsa ini yakni BLBI dan Agenda Penjualan BUMN Strategis serta
Perbankan BPPN yang mana total kerugian negara akibat aksi ini mencapai
ribuan triliun. Kita perlu tahu bahwasanya agenda-agenda tersebut merupakan
buah dikte dari IMF pada saat itu (2002). Dan kita pun sudah melihat adanya
ketimbangan tulisan pak FHB pada 14 Mei dengan 27 April.

Dalam kesempatan ini, saya akan mengutip langsung pernyataan Pak Boediono
atas Agenda IMF tersebut dengan tulisan pink (versi Inggris) di Jakartapost
(27 Februari 2002):

Menteri Keuangan Boediono menyatakan optimismenya pada hari Selasa bahwa
pemerintah sanggup memenuhi “Agenda Utama” yang dikeluarkan IMF sebagai
syarat bantuan pendanaan [catatan: utang masih dikatakan sebagai dana
bantuan].
Agenda-agenda IMF diantaranya adalah:

1. Negara harus menjual BUMN-BUMN strategis kepada pemilik modal dengan
harga yang diintervensi oleh IMF. Indosat, Telkom adalah salah satu buah
produk IMF pada saat itu.
2. Negara harus menjual bank-bank BPPN seperti BCA, Danamon, BII, dengan
harga jauh dibawah kewajaran yang akan membebani anggaran (BLBI) hingga
ratusan triliun. Salah satu contohnya adalah menjual BCA seharga 10 Triliun
padahal harga obligasi rekap yang melekat pada BCA 58 triliun + aset-aset
tetap. Negara dirugikan lebih dari 50 triliun + bunga berjalan yang jika
ditotalin hampir 100 triliun. Inilah kasus BLBI yang hingga saat ini masih
meninggalkan ketidakadilan bagi rakyat yang tidak tahu menahu.
3. Negara harus mengurangi dan pada akhirnya harus menghapus subsidi minyak,
air, listrik dan pendidikan. Kebijakan ini terus dilakukan dan pada Desember
2008, secara resmi pemerintah SBY-JK mengatakan “Tidak ada lagi subsidi
minyak, kita kembali ke harga pasar“. Untuk pendidikan, diterbitnyalah UU
BHP. Dengan adanya penghapusan subsidi, maka perusahaan asing baik
disektorBBM maupun pendidikan akan menjadi tuan di tanah kita.
4. Negara secara tidak langsung dipaksa untuk mengekspor barang-barang
mentah ke luar negeri lalu diimpor dalam bentuk barang jadi.
5. Negara harus tetap mengutamakan memberi bantuan yang besar kepada
lembaga-lembaga/perusahaan besar. Ini disebut juga sebagai paham trickle
down effect

Pihak IMF diperkirakan tiba bulan depan di Jakarta untuk mereview program
reformasi ekonomi negara ala IMF. Bantuan IMF sangatlah penting dan mendesak
(krusial) bagi pemerintah untuk penjadwalan kembali skema pembayaran utang
dengan [rentenir] Paris Club pada April 2002 mendatang.
Boediono sangat meyakini konsep reformasi ekonomi yang didikte oleh IMF.
Tujuan IMF, Paris Club, WB dan begitu juga agen EHM seperti John Perkins
akui adalah membuat kesepakatan untuk memberi pinjaman ke negara lain, jauh
lebih besar dari yang negara itu sanggup bayar. Dalam kesepakatan
antarnegara itu, IMF, EHM CS berusaha menekan negara-negara lain agar
memberikan 90 persen dari pinjamannya kepada perusahaan-perusahaan AS,
seperti Halliburton atau Bechtel. Kemudian perusahaan-perusahaan AS tersebut
akan masuk membangun sistem listrik, pelabuhan, jalan tol dan lainnya di
negara-negara berkembang. Setelah mendapatkan utang, AS akan memeras negara
tersebut sampai tak bisa membayarnya. Dengan alasan itu, barulah AS akan
mendesak negara-negara lain untuk menyerahkan sumber kekayaan alamnya,
seperti minyak, gas, kayu, tembaga dan lainnya ke AS. Bagaimana jika
negara-negara itu menolak? John Perkins menyatakan, mereka bisa saja
dibunuh. Ini bukan isapan
jempol. Dua tokoh dunia, yakni Presiden Panama Omar Torijos dan Presiden
Ekuador Jaime Rojos dibantai karena menolak kerja sama dengan AS. [beli buku
: John Perkins : Confession of EHM - coba search internet tentang The Dead
of Omar Torijos dan The dead of Jaime Rojos]

“Agenda Utama adalah persyaratan dan perihal yang harus pemerintah
laksanakan. Tapi, saya yakin bahwa kita mampu memenuhi semua persyaratan
tersebut tepat waktu.”, ungkap Boediono kepada Wartawan setelah sesi dengar
pendapat di Komisi IX DPR.
Dari jumpa pers tersebut, sangatlah jelas bahwa Boediono sebagai Menkeu di
era Gotong Royong sangat patuh pada IMF dengan agenda menjual Indonesia ke
tangan swasta dan asing.

Ia [Boediono] tidak menjabarkan secara jelas apa saja “Agenda Utama” IMF
tersebut. Namun, Boediono memastikan bahwa penjualan 51% saham BCA [berada
dibawah naungan BPPN] dengan proses yang kredibel, dan strategi yang jelas
untuk mengatasi utang yang membengkak dari Bank-Bank BPPN (yang mendapat
likuiditas BLBI) hasil utang para pemilik bank tersebut, termasuk dalam
daftar “Agenda Utama IMF mendesak Indonesia”.
Sejarah gamblang Boediono (Menkeu) bersama Menko Dorodjatun dan Meneg BUMN
Laksamana Sukardi secara tidak langsung mengubah utang para bankir menjadi
utang rakyat. Menjual BUMN kepada Temasek sehingga satelit strategis untuk
keamanan dan kedaulatan negara kita dikuasai Singapura. Hal senada
disampaikan Prof. Mubiyarto, bahwa sejak private debt [utang para
bankir/swasta] dijadikan public debt [utang rakyat], sejak utang para
konglomerat ”ditalangi” pemerintah, perbankan selalu mendapat subsidi,
industri perbankan yang seharusnya menghasilkan pendapatan (revenue)
ternyata menjadi beban (expenditure) negara/rakyat yang dibayar terus oleh
pemerintah hingga saat ini. Pada tahun 1998, ”bunga utang” para konglomerat
yang dibebankan kepada APBN besarnya Rp 60 trilliun, empat kali lipat dari
anggaran untuk pendidikan yang hanya sekitar Rp 15 trilliun. Inilah salah
satu kebijakan yang mungkin Pak Faisal Basri harus juga uraikan secara
mendetil dalam
tulisan beliau Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal

Untuk isi pernyataan pers lengkap dari Boediono pada 27 Februari 2002,
silahkan baca berita aslinya di Boediono upbeat on meeting key IMF programs.

Ada catatan lain yakni pada waktu menjabat sebagai Menteri Keuangan saat
pemerintahan Megawati Soekarnoputri, dia menyatakan bahwa pada dasarnya
subsidi bagi rakyat harus dihapus. Dan ketika para petani tebu meminta
proteksi, Boediono dengan enteng menyatakan, ”Kalau petani tebu merasa bahwa
menanam tebu kurang menguntungkan, tanamlah komoditas lain yang lebih
menguntungkan.” (sinarharapan)

*********

Hendaknya kita mencari pemimpin dengan sosok yang sebisa mungkin memenuhi
berbagai kriteria, tidak hanya berkutat pada kepribdian semata. Kepribadian
Pak Boediono dengan gaya hidup bersahaja, santun, dengan etos kerjanya patut
diteladani oleh siapapun juga. Namun, ada banyak sosok tokoh Indonesia yang
bersahaja dengan etos kerja tinggi yang paham betul dan tahu solusi ekonomi
yang jauh lebih merakyat dibandingkan langkah-langkah tim ekonomi saat ini
termasuk didalamnya Boediono. Peningkatan anggaran APBN 3 kali lipat sejak
2004 tidak menghasilkan kesejahteraan berarti bagi rakyat kecil, bahkan
sebaliknya jumlah rakyat miskin meningkat atau setidak-tidaknya tidak
berubah dari angka 36 juta jiwa penduduk miskin, disisi lain para
konglomerat membukukan terus kekayaan dan asetnya meningka. Sebenarnya ada
banyak orang yang berpotensial disekeliling kita, namun kita selalu
merendahkan orang lain yang berpotensi karena memang kita tidak memberi
kesempatan
mereka untuk berkiprah dan berkontribusi lebih banyak untuk negeri ini.
Hanya orang-orang dekatlah dengan penguasa yang memiliki akses yang tinggi
untuk sebuah jabatan atas nama “rakyat”.

Terpilihnya Boediono sebagai cawapres SBY, kita berikan ucapan Selamat.
Namun, jangan sampai kita lupa perjalanan sejarah Indonesia, terutama
perjalanan perekonomian bangsa ini. Bagaimana saat ini dan 10 tahun silam,
kebijakan ekonomi kita masih jauh dari amanah pasal 33 UUD 1945. Begitu
besar anggaran dikeluarkan untuk mensubsidi bankir-bankir kaya melalui
pembayaran utang najis yang disulap dari utang swasta/bankir menjadi utang
rakyat/negara.

Dan jika ada pihak yang menyangkal bahwa Boediono tidak mendukung IMF, maka
mintalah pak Boediono mencabut ulang konferensi pers dan segala bentuk
kebijakan “Agenda Utama” IMF pada tahun 2002.

Salam Perubahan,
15 Mei 2009, ech-nusantaraku

Menambah banyak teman sangatlah mudah dan cepat. Undang teman dari Hotmail,
Gmail ke Yahoo! Messenger sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/invite/

 



-- 
Best regards,
Sulistiono Kertawacana
http://sulistionokertawacana.blogspot.com/

Kirim email ke