Oleh : Asvi Warman Adam
Sejarawan LIPI, Visiting Fellow pada KITLV Leiden


Pembicaraan tentang Kartini seakan-akan tidak pernah habis-habisnya. 
Berbagai penulis di luar dan dalam negeri menyorotinya dari berbagai 
aspek dengan berbeda perspektif dan kepentingan. Aspek spiritual 
keagamaan tokoh emansipasi ini bisa dilihat dari sisi kejawen, 
komunis, Islam, dan Kristiani. Sebagaimana terlihat dari tiga buku 
yang ditulis tentang Kartini. Pertama, Panggil Aku Kartini Saja, 
karya Pramoedya Ananta Toer (1962, cetak ulang tahun 2000); Menemukan 
Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia yang ditulis Ahmad 
Mansur Suryanegara (1995); dan Tuhan dan Agama dalam Pergulatan Batin 
Kartini oleh Th Sumartana (1993). Tulisan ini juga menyinggung 
artikel St Sunardi, Ginonjing: Emansipasi Kartini pada majalah Kalam 
(No 21, 2004). 

Sinkretisme
Ada usaha untuk menggambarkan figur Kartini sebagai wanita yang 
menganut faham sinkretisme. Kartini mengatakan bahwa ia anak Budha, 
dan sebab itu pantang daging. Suatu waktu ia sakit keras, dokter yang 
dipanggil tak bisa menyembuhkan. Lalu datanglah seorang nara pidana 
Cina yang menawarkan bantuan mengobati Kartini. Ayah Kartini setuju. 
Ia disuruh minum abu lidi dari sesaji yang biasa dipersembahkan 
kepada patung kecil dewa Cina. Dengan itu ia dianggap sebagai anak 
dari leluhur Santik-kong dari Welahan. Setelah minum abu lidi 
persembahan untuk patung Budha itu, Kartini memang sembuh. Ia sembuh 
bukan karena dokter, tapi oleh obat dari ''dukun'' Budha. Sejak itu 
Kartini merasa sebagai ''anak'' Budha dan pantang makan daging.

Pramoedya menulis, ''Bagi Kartini semua agama sama, sedangkan nilai 
manusia terletak pada amalnya pada sesamanya yaitu masyarakatnya.'' 
Kartini menemukan dan mengutamakan isi lebih daripada bentuk-bentuk 
dan syariat-syariat, yaitu kemuliaan manusia dengan amalnya pada 
sesama manusia seperti dibacanya dalam rumusan Multatuli ''tugas 
manusia adalah menjadi Manusia, tidak menjadi dewa dan juga tidak 
menjadi setan''. Menurut Kartini, ''Tolong menolong dan tunjang 
menunjang, cintai mencintai, itulah nada dasar segala agama. 
Duh ,kalau saja pengertian ini dipahami dan dipenuhi, agama akan 
menguntungkan kemanusiaan, sebagaimana makna asal dan makna ilahiah 
daripadanya: karunia.'' (hlm 235). Sebelumnya Kartini telah 
menegaskan bahwa ''agama yang sesungguhnya adalah kebatinan dan agama 
itu bisa dipeluk baik sebagai Nasrani maupun sebagai Islam dan lain-
lain.'' (hlm 234)

Kartini dan Alquran
Di dalam buku Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia 
terdapat sebuah bab yang berjudul 'Pengaruh Al Quran terhadap 
Perjuangan Kartini'. Pandangan Kartini tentang Islam disoroti secara 
positif. ''Segenap perempuan bumiputra diajaknya kembali ke jalan 
Islam. Tidak hanya itu, Kartini bertekad berjuang, untuk mendapatkan 
rahmat Allah, agar mampu meyakinkan umat agama lain memandang agama 
Islam, agama yang patut dihormatinya'' (surat kepada Ny van Kol, 21 
Juli 1902.)

Menurut Ahmad Mansur Suryanegara, Ny Van Kol berusaha mengajak 
Kartini beralih kepada agama Kristen. Namun hal ini ditolak oleh sang 
putri Bupati Jepara itu. Bahkan ia mengingatkan zending Protestan 
agar menghentikan gerakan Kristenisasinya. Jangan mengajak orang 
Islam memeluk agama Nasrani. 

Sejak lama Kartini resah sebab tidak mampu mencintai Alquran karena 
Alquran terlalu suci, tiada boleh diterjemahkan ke dalam bahasa 
manapun. Di sini tiada seorang pun tahu bahasa Arab. Orang disini 
diajarkan membaca Alquran, tetapi yang dibacanya tiada yang ia 
mengerti. Demikian pengakuan dirinya tentang kebutaannya terhadap 
Alquran kepada Stella Zeehandelaar (18 Agustus 1899). Kartini 
merindukan tafsir Alquran agar dapat dipelajari. 

Betapa bahagianya Kartini setelah mendapat penjelasan kandungan isi 
Alquran, seperti digambarkannya kepada EC Abendanon, ''Alangkah 
bebalnya, bodohnya kami, kami tiada melihat, tiada tahu, bahwa 
sepanjang hidup ada gunung kekayaaan di samping kami''. Dirasakannya 
ada semacam perintah Allah kepada dirinya, ''Barulah sekarang Allah 
berkehendak membuka hatimu, mengucap syukurlah!''

''Sekarang ini kami tiada mencari penghibur hati pada manusia, kami 
berpegang teguh teguh di tangan-Nya. Maka hari gelap gulita pun 
menjadi terang dan angin ribut pun menjadi sepoi-sepoi''. Kata habis 
gelap terbitlah terang selain tercetus 17 Agustus 1902 juga karena 
pengaruh cahaya yang menerangi lubuknya hatinya. Minazh zhulumati 
ilan nur Ini tafsiran Ahmad Mansur Suryanegara.

Akrab dengan ajaran Kristen
Di dalam buku yang ditulis Th Sumartana diakui bahwa Kartini lahir 
dan meninggal sebagai muslimat (hlm 67). Namun ia memiliki kedekatan 
dengan ajaran Kristen. Bagaimana pendapatnya tentang zending? Berbeda 
dengan uraian Ahmad Mansur Suryanegara, Th Sumartana melihat dari 
sudut pandang lain. Menurutnya, Kartini menganggap tidak jujur 
apabila zending memancing di air keruh dan mempropagandakan agama 
Kristen di tengah-tengah orang Jawa yang miskin, penuh penyakit dan 
bodoh, tanpa lebih dulu mendidik mereka, mengobati dan menolong 
mereka dari kemiskinan. Iman dan kepercayaan yang benar menurut 
Kartini hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang sudah benar-benar 
sadar memilih, dan mereka yang sudah dewasa (hlm 47). Jadi bagi Th 
Sumartana, persoalannya bukankah masalah mengkristenkan orang Islam, 
sebagaimana yang disoroti oleh banyak ulama.

Kartini menggambarkan bahwa ada hubungan yang dekat dan intim antara 
dirinya dengan Tuhannya. Kedekatannya dengan Tuhan tersebut pada 
gilirannya memperoleh gambaran tertentu yang diambil dari kehidupan 
keluarganya sendiri, yaitu hubungan antara bapak dan anak. Ia sendiri 
amat dekat dengan ayahnya, sekalipun dalam banyak perkara mereka 
tidak sependapat, hal itu tidak mengurangi rasa kasih sayang dan 
saling menghormati di antara mereka berdua. 

Sebab itu ketika Ny van Kol mengintroduksi ungkapan ''Tuhan sebagai 
Bapa'', Kartini segera menyambutnya dengan semangat. Ungkapan 
tersebut dianggap tepat, sebagai cetusan pengalaman batinnya sendiri. 
Dengan demikian, dapat dipahami jikalau dalam surat-surat Kartini 
ungkapan Tuhan sebagai Bapa yang penuh kasih sayang tersebar di sana-
sini. Dalam suratnya kepada Ny van Kol tanggal 20 Agustus 1902, ia 
menulis: ''Ibu sangat gembira... beliau ingin sekali bertemu dengan 
Nyonya agar dapat mengucapkan terima kasih secara pribadi kepada 
Nyonya atas keajaiban yang telah Nyonya ciptakan pada anak-anaknya; 
Nyonya telah membuka hati kami untuk menerima Bapa Cinta Kasih!''

Pada surat lain, Kartini menulis ''Agama dimaksudkan supaya memberi 
berkah. Untuk membentuk tali persaudaraan di antara semua makhluk 
Allah, berkulit putih dan cokelat. Tidak pandang pangkat, perempuan 
atau lelaki, kepercayaan semuanya kita ini anak Bapa yang Satu itu, 
Tuhan yang Maha Esa!''

Dari Ny van Kol pula Kartini belajar membaca Bijbel. Dan mengerti 
sebagian dari beberapa prinsip teologis dari ajaran Kristen. Malahan 
turut pula mengambil alih beberapa kata yang punya arti tertentu 
dalam cerita Al-Kitab, seperti Taman Getsemane, tempat Yesus berdoa 
dan menderita sengsara. 

Dalam surat kepada Ny van Kol, Agustus 1901, Kartini menyebut bahwa 
derita neraka yang dialami oleh kaum perempuan itu disebabkan oleh 
ajaran Islam yang disampaikan oleh para guru agama pada saat itu. 
Agama Islam seolah membela egoisme lelaki. Menempatkan lelaki dalam 
hubungan yang amat enak dengan kaum perempuan, sedangkan kaum 
perempuan harus menanggungkan segala kesusahannya. Perkawinan cara 
Islam yang berlaku pada masa itu, dianggap tidak adil oleh Kartini. 
(hlm 41).

Itu bukan dosa, bukan pula aib; ajaran Islam mengizinkan kaum lelaki 
kawin dengan empat orang wanita sekaligus. Meskipun hal ini seribu 
kali tidak boleh disebut dosa menurut hukum dan ajaran Islam, selama-
lamanya saya tetap menganggapnya dosa. Semua perbuatan yang 
menyebabkan sesama manusia menderita, saya anggap sebagai dosa. Dosa 
ialah menyakiti makhluk lain; manusia atau binatang. (hlm 41) 

Kritik Kartini yang keras terhadap poligami mengesankan ia anti-
Islam. Tetapi sebetulnya tidak demikian, ujar Haji Agus 
Salim. ''Suara itu haruslah menjadi peringatan kepada kita bahwa 
besar utang kita dan berat tanggungan kita akan mengobati kecelakaan 
dan menolak bahaya itu. Dan kepada marhumah yang mengeluarkan suara 
itu, tidaklah mengucapkan cela dan nista, melainkan doa mudah-mudahan 
diampuni Allah kekurangan pengetahuannya dengan karena kesempurnaan 
cintanya kepada bangsanya dan jenisnya.'' (hlm 43).

St Sunardi dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mengulas aspek 
emansipasi yang dilancarkan oleh Kartini yang mencakup emansipasi 
kelembagaan dalam bidang pendidikan, emansipasi keluarga, bahasa, dan 
olah rasa. Ginonjing adalah nama gending kegemaran Kartini dan adik-
adiknya yang menggambarkan pengalaman batin yang tidak menentu. Ada 
suasana muram saat Kartini mengunyah ide emansipasi di Eropa dan 
membandingkan dengan keadaan di Jepara saat itu. ''Siapa pun yang 
terpilih oleh nasib menjadi ibu ruhani untuk melahirkan yang baru 
harus menanggung derita. Ini adalah hukum alam siapa yang melahirkan 
harus menanggung kesakitan saat melahirkan bayi yang teramat sangat 
kami cintai.''

Ternyata kemudian Kartini tidak jadi belajar ke negeri Belanda. Ia 
menerima lamaran Bupati Rembang yang sudah beristri tiga dan punya 
anak tujuh. Kartini memang manusia biasa dengan segala 
keterbatasannya. Namun wacana tentang perempuan yang satu ini masih 
tetap hidup baik di kalangan penganut aliran kepercayaan, Islam, 
Protestan, Katholik, dan komunis, dengan berbagai versi dan beraneka 
kepentingan. 

Bagi Kartini semua agama sama, amal terhadap sesama manusia lebih 
penting dari syariat. Demikian interpretasi Pram. ''Habis gelap 
terbitlah terang'' disebabkan oleh karena lubuk hati Kartini telah 
memperoleh nur Ilahi, demikian pendapat Ahmad Mansyur 
Suryanegara. ''Tuhan sebagai Bapa'', merupakan cetusan hati Kartini, 
begitu ujar Th Sumartana. ''Ibu rohani menanggung derita'', ucap St 
Sunardi. Meskipun bersuara keras menentang poligami, Kartini bukan 
anti-Islam, kata Haji Agus Salim. 

Kartini tampaknya ditakdirkan menjadi milik semua golongan dan 
diperebutkan oleh berbagai kepentingan. Pertanyaan yang dapat 
diajukan di sini, mana yang lebih penting apakah label agama/ideologi 
seseorang atau perjuangannya untuk emansipasi bangsa?








------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke