http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2010031700463816

      Rabu, 17 Maret 2010 
     

      BURAS 
     
     
     

Anak Cacingan Dibawa Berobat ke Dokter Hewan! 

       


      DOKTER hewan kedatangan seorang ibu untuk mengobati anaknya yang 
cacingan. "Maaf, Bu! Dokter hewan tak boleh mengobati manusia!" jelasnya. "Bawa 
saja ke puskesmas!"

      "Cacing kan hewan! Dokter hewan lebih tepat!" kilah ibu. "Pernah ke 
puskesmas, cacingnya cuma mati tiga ekor! Perutnya justru tambah buncit!"

      "Pengobatan manusia begitu, pertama diberi obat ringan! Lalu bertahap 
ditingkatkan sampai cacing habis!" jelas dokter. "Kalau langsung diberi obat 
keras justru anak ibu yang tak tahan! Apalagi obat cacing mengandung zat yang 
mematikan makhluk hidup! Jadi ibu harus rajin ke puskesmas! Soal perutnya terus 
tambah buncit, bisa jadi ada telur cacing baru dari tanah menempel di kukunya 
saat bermain! Telur itu masuk perut waktu makan!"

      "Jadi itu tujuan gerakan nasional cuci tangan buat anak-anak? Agar telur 
cacing tak masuk perut!" tukas ibu. "Semula kukira itu gerakan politis! Seperti 
gerakan nasional lainnya!"

      "Ibu ada-ada saja!" timpal dokter. "Cuci tangan dikira gerakan politis!"

      "Bukankah karena kurang pintar cuci tangan banyak pejabat dan politisi 
dipenjara kena kasus korupsi?" tukas ibu. "Coba pandai cuci tangan sampai 
betul-betul bersih, dibuatkan topan-lisus (pansus) pun mengusutnya tak bisa 
ditemukan telur cacing di kuku tangan koruptor! Aliran dananya terputus secara 
misterius, tak bisa dilacak ujungnya!"

      "Itu karena pansus dalam menangani kasus mirip dokter hewan diminta 
menangani manusia, kewenangannya dibatasi cuma bisa sebatas saran ke pihak yang 
semestinya, seperti yang kuberikan pada ibu!" timpal dokter. "Tak bisa 
menangani langsung, padahal diagnosisnya perlu scanning untuk kemudian 
pembedahan! Kewenangan pansus dibatasi, seperti dokter hewan tak boleh 
melakukan pada manusia!"

      "Maka itu, dengan gerakan nasional cuci tangan yang sudah dibiasakan 
sejak anak-anak, masa depan korupsi di negeri kita akan semakin sukar 
didiagnosis, apalagi disembuhkan!" tegas si ibu. "Contohnya, seiring klaim 
pemerintah meraih kemajuan pesat dalam memberantas korupsi, dengan ukuran 
meningkatnya jumlah kasus yang ditindak, justru lembaga peneliti internasional 
PERC--Political and Economic Risk Consultancy--menempatkan Indonesia negara 
terkorup di Asia-Pasific! Itu seperti cacing di perut anakku diobati di 
Puskesmas mati beberapa ekor, tapi telur cacing baru masuk lebih banyak hingga 
perutnya tambah buncit!"

      "Lembaga peneliti itu mengingatkan, korupsi yang ditindak terlalu kecil 
artinya dibanding gejala korupsi yang meruyak!" timpal dokter.

      "Lebih parah lagi," tukas ibu, "korupsi kian sukar diungkap karena pelaku 
lebih pintar cuci tangan!"

      H. Bambang Eka Wijaya
     


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke