http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=196169&kat_id=16

       Senin, 02 Mei 2005

                  Boarding School Melahirkan Generasi Imun atau Steril? 
                  Oleh : Saiful Latief
                  Alumnus Pascasarjana UI
                  Bung Hatta pernah berkata dalam kesempatan Dies Natalis 
Universitas Indonesia di tahun 50-an, yang kurang lebih maknanya adalah cerdas 
di sekolah formal itu penting, akan tetapi yang lebih penting lagi adalah 
cerdas di dalam sekolah kehidupan. Dalam tempo sepuluh tahun belakangan ini, 
dunia pendidikan diwarnai tumbuhnya berbagai sistem pendidikan alternatif. 
Mulai dari sistem pendidikan bagi anak jalanan dan keluarga terlantar yang 
diselenggarakan berbagai LSM sampai kepada sistem kelas khusus bagi putra-putri 
orang kaya namun pintar sehingga mereka dapat ''membeli'' kursi di perguruan 
tinggi bergengsi di negeri ini. 

                  Kalangan LSM giat menyuarakan pendidikan murah bahkan 
mendesak diberlakukannya pendidikan gratis. Di sisi lain, beberapa perguruan 
tinggi negeri (PTN) terkemuka sekarang ini semakin berani menunjukkan wajah 
kapitalisnya dengan membuka jalur penerimaan 'khusus' untuk mahasiswa yang 
mampu membiayai pendidikan secara mandiri sehingga tidak membutuhkan subsidi. 
Sebagian siswa yang pintar --termasuk yang biasa-biasa saja-- mengadu untung 
untuk masuk ke PTN melewati SPMB (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru). 

                  Tuntutan pasar
                  Di tengah fenomena-fenomena itu, ada dua fenomena menarik 
dalam dunia pendidikan di Indonesia yakni munculnya sekolah-sekolah terpadu 
(mulai tingkat dasar hingga menengah); dan penyelenggaraan sekolah bermutu yang 
sering disebut dengan boarding school. Nama lain dari istilah boarding school 
adalah sekolah berasrama. Para murid mengikuti pendidikan reguler dari pagi 
hingga siang di sekolah, kemudian dilanjutkan dengan pendidikan agama atau 
pendidikan nilai-nilai khusus di malam hari. Selama 24 jam anak didik berada di 
bawah didikan dan pengawasan para guru pembimbing. 

                  Di lingkungan sekolah ini mereka dipacu untuk menguasai ilmu 
dan teknologi secara intensif. Selama di lingkungan asrama mereka ditempa untuk 
menerapkan ajaran agama atau nilai-nilai khusus tadi, tak lupa mengekspresikan 
rasa seni dan ketrampilan hidup di hari libur. Hari-hari mereka adalah 
hari-hari berinteraksi dengan teman sebaya dan para guru. Rutinitas kegiatan 
dari pagi hari hingga malam sampai ketemu pagi lagi, mereka menghadapi makhluk 
hidup yang sama, orang yang sama, lingkungan yang sama, dinamika dan romantika 
yang seperti itu pula. Dalam khazanah pendidikan kita, sekolah berasrama adalah 
model pendidikan yang cukup tua. 

                  Secara tradisional jejaknya dapat kita selami dalam dinamika 
kehidupan pesantren, pendidikan gereja, bahkan di bangsal-bangsal tentara. 
Pendidikan berasrama telah banyak melahirkan tokoh besar dan mengukir sejarah 
kehidupan umat manusia mulai dari Filosof Plato hingga cendekiawan Nurcholish 
Madjid. Yang perlu menjadi catatan adalah bahwa mereka memang orang-orang yang 
bercikal bakal menjadi the great man and indigenous people. Apakah boarding 
school memang bukan untuk pendidikan orang biasa? Atau sekolah ini khusus 
melahirkan calon-calon orang besar?

                  Kehadiran boarding school adalah suatu keniscayaan zaman 
kini. Keberadaannya adalah suatu konsekwensi logis dari perubahan lingkungan 
sosial dan keadaan ekonomi serta cara pandang religiusitas masyarakat. Pertama, 
lingkungan sosial kita kini telah banyak berubah terutama di kota-kota besar. 
Sebagian besar penduduk tidak lagi tinggal dalam suasana masyarakat yang 
homogen, kebiasaan lama bertempat tinggal dengan keluarga besar satu klan atau 
marga telah lama bergeser kearah masyarakat yang heterogen, majemuk, dan 
plural. Hal ini berimbas pada pola perilaku masyarakat yang berbeda karena 
berada dalam pengaruh nilai-nilai yang berbeda pula. 

                  Oleh karena itu sebagian besar masyarakat yang terdidik 
dengan baik menganggap bahwa lingkungan sosial seperti itu sudah tidak lagi 
kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan intelektual dan moralitas anak. 
Kedua, keadaan ekonomi masyarakat yang semakin membaik mendorong pemenuhan 
kebutuhan di atas kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Bagi 
kalangan mengengah-atas yang baru muncul akibat tingkat pendidikan mereka yang 
cukup tinggi sehingga mendapatkan posisi-posisi yang baik dalam lapangan 
pekerjaan berimplikasi pada tingginya penghasilan mereka. 

                  Hal ini mendorong niat dan tekad untuk memberikan pendidikan 
yang terbaik bagi anak-anak melebihi pendidikan yang telah diterima orang 
tuanya. Ketiga, cara pandang religiusitas. Masyarakat telah, sedang, dan akan 
terus berubah. Kecenderungan terbaru masyarakat perkotaan sedang bergerak 
kearah yang semakin religius. Indikatornya adalah semakin diminati dan 
semaraknya kajian dan berbagai kegiatan keagamaan. Modernitas membawa implikasi 
negatif dengan adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan ruhani dan jasmani. 
Untuk itu masyarakat tidak ingin hal yang sama akan menimpa anak-anak mereka. 
Intinya, ada keinginan untuk melahirkan generasi yang lebih agamis atau 
memiliki nilai-nilai hidup yang baik mendorong orang tua mencarikan sistem 
pendidikan alternatif.

                  Dari ketiga faktor di atas, sistem pendidikan boarding school 
seolah menemukan pasarnya. Dari segi sosial, sistem boarding school mengisolasi 
anak didik dari lingkungan sosial yang heterogen yang cenderung buruk. Di 
lingkungan sekolah dan asrama dikontruksi suatu lingkungan sosial yang relatif 
homogen yakni teman sebaya dan para guru pembimbing. Homogen dalam tujuan yakni 
menuntut ilmu sebagai sarana mengejar cita-cita. 

                  Dari segi ekonomi, boarding school memberikan layanan yang 
paripurna sehingga menuntut biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu anak didik 
akan benar-benar terlayani dengan baik melalui berbagai layanan dan fasilitas. 
Terakhir dari segi semangat religiusitas, boarding school menjanjikan 
pendidikan yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan ruhani, intelektual dan 
spiritual. Diharapkan akan lahir peserta didik yang tangguh secara keduniaan 
dengan ilmu dan teknologi, serta siap secara iman dan amal soleh.

                  Renungan
                  Pertanyannya sekarang adalah apakah cukup membekali generasi 
dengan pendidikan ilmu dan teknologi serta penanaman nilai-nilai yang baik 
dalam suatu ruang dan waktu yang terisolasi? Di sini penulis teringat akan 
sebuah hikayat, sepenggal kisah dalam romantika kehidupan pesantran, lembaga 
pendidikan boarding school tertua dan masih eksis hingga kini. 

                  Setelah mengenyam pendidikan selama belasan tahun di sebuah 
pondok pesantren, seorang santri menghadap kiai untuk mohon izin kembali ke 
masyarakat guna mengamalkan ilmunya. Lalu dengan bijak kiai meminta santri 
tersebut membantunya merawat sapi di kandangnya sebagai kenang-kenangan sebelum 
santri tersebut meninggalkan pesantren. Ia bertugas memberi makan sapi itu di 
waktu pagi, siang mencari makan, dan sore harinya memandikan sapi-sapi itu. 
Praktis selama sehari semalam dia hidup bersama sapi di sekitar kandang. Begitu 
setiap hari sampai hari keempat puluh. 

                  Pada hari itu, kiai berkenan menerima santrinya, calon 
pendakwah itu, dalam sebuah acara perpisahan. Lalu mereka duduk di beranda 
pondok sambil minum teh dan mencicipi pangangan kecil. Bagaimana kelakuan 
santri setelah empat puluh hari-empat puluh malam di kandang sapi? Ternyata 
sang santri minum dengan cara sebagaimana sapi minum, dia mengusir lalat yang 
hinggap di pipinya sebagaimana sapi menghela binatang, dia mencium aroma 
panganan sebagaimana sapi mengendus bau, dan seterusnya. Pak kiai kecewa. 
Belasan tahun santri ditempa dengan ilmu agama dan keterampilan, namun dalam 
tempo puluhan hari perilakunya berubah. 

                  Apa pelajaran yang dapat kita petik dari kisah itu? Maknanya 
adalah lingkungan, situasi, atau keadaan harus disikapi bukan untuk ditiru dan 
dicontoh. Dari cerita itu kita dapat pelajaran bahwa santri tadi baru saja 
berinteraksi dengan salah satu faktor yang ada di lingkungan dan perilakunya 
bisa berubah. Padahal, di dunia nyata beratus bahkan beribu faktor yang datang 
dan pergi mempengaruhi hidu kita.

                  Penulis juga teringat satu pertanyaan yang dilontarkan 
seorang pendidik, Ustadz Ihsan Tandjung. Dia bertanya, ''Apakah dalam mendidik 
anak kita hendak melahirkan generasi yang imun, anak, dan remaja yang kebal 
terhadap berbagai pengaruh buruk lingkungan sehingga mereka tidak meniru dan 
mengikutinya sebagaimana seseorang yang telah kebal terhadap bibit penyakit 
yang senantiasa menyerang tubuhnya? Ataukah, kita malah berniat melahirkan 
generasi steril bagaikan kertas putih, bersih, suci, yang siap diwarnai oleh 
lingkungan dengan warna apapun yang digoreskan di atasnya? Itulah bahan 
renungan bersama apabila kita ingin mengembangkan pendidikan boradiang school.
                 
           
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke