Nasehat Hasan Al-Bashary

Oleh: KH. A. Mustofa Bisri



Begitu Umar Ibn Abdul Aziz –yang disebut-sebut sebagai mujaddid penghujung
abad I dari kalangan umaraa —diangkat sebagai khalifah, beliau mengirim
surat kepada imam Hasan al-Bashary– yang juga disebut-sebut sebagai salah
satu mujaddid penghujung abad I dari kalangan 'ulamaa. Dalam suratnya itu,
khalifah Umar meminta imam Hasan agar memerikan kriteria al-imaamul 'aadil,
penguasa atau pemimpin yang adil.



Imam Hasan pun menjawab dengan kalimat-kalimat yang indah, "Ketahuilah,
wahai Amiral mukminin, bahwa Allah menjadikan al-imaamul 'aadil sebagai
penegak setiap yang doyong; pembasmi setiap kelaliman; pembaik setiap
kerusakan; penguat setiap yang lemah; pembela setiap yang dilalimi; tempat
berlindung setiap yang memerlukan pertolongan."



"Al-imaamul 'aadil, wahai Amiral mukminin, bagaikan gembala yang bersikap
lembut kepada gembalaannya yang membawanya kepada tempat gembalaan yang
paling baik dan menjaganya jangan sampai merumput di tempat yang berbahaya;
menjaganya dari binatang buas dan melindunginya dari panas dan dingin."



"Al-imaamul 'aadil, wahai Amiral mukminin, bagaikan seorang ayah yang
menyintai anaknya yang merawatnya ketika kecil dan mengajarnya hingga besar;
bekerja untuknya sepanjang hidupnya dan menabung bagi kepentingannya setelah
ia tiada. Al-imaamul 'aadil bagaikan seorang ibu yang belas kasih terhadap
anaknya; rela menanggung beban mengandung dan melahirkannya; mendidiknya
penuh kesabaran; menjaganya siang-malam; gembira bila anaknya sehat dan
sedih bila ada keluhan sakit darinya."



"Al-imaamul 'aadil, wahai Amiral mukminin, adalah pengampu anak-anak yatim;
gudangnya orang-orang miskin yang merawat bocah-bocah mereka dan meransum
orang-orang tua mereka"



"Al-imaamul 'aadil, wahai Amiral mukminin, ibarat kalbu di antara
bagian-bagian tubuh; bagian-bagian itu akan baik selama ia baik dan akan
rusak apabila ia rusak.



"Al-imaamul 'aadil, wahai Amiral mukminin, adalah orang yang berdiri antara
Allah dan hamba-hambaNya; mendengarkan firman Allah dan memperdengarkannya
kepada mereka, memandang kepada Allah dan memperlihatkan kepada mereka,
tunduk kepada Allah dan memimpin mereka.'



"Maka, wahai Amiral mukminin, dalam kekuasaan yang diberikan Allah kepada
Anda, janganlah Anda seperti seorang budak yang diberi kepercayaan tuannya
untuk menjaga harta dan keluarganya lalu mengangkangi harta dan bertindak
sewenang-wenang terhadap keluarga tuannya itu, sehingga keluarganya menjadi
miskin dan hartanya terhambur-hamburkan."



"……………………….."



Sebenarnya surat itu masih panjang, namun yang dikemukakan disini kiranya
sudah cukup sebagai cermin bagi para pemimpin atau penguasa atau calon-calon
pemimpin atau penguasa.



Umar Ibn Abdul Aziz bukanlah presiden modern dari negara demokratis. Ia
adalah khalifah, penguasa negara yang menganut sistem kerajaan. Ia tidak
dipilih rakyat dari antara mereka, tapi dicomot dari lingkungan ningrat
istana. Karenanya, ia tentu saja sudah terbiasa dengan kemewahan hidup.
Kalau ketika 'hanya' menjadi keluarga istana saja, dia sudah bergelimang
kemewahan; maka saat menjadi khalifah –seandainya ia mau— kesempatan untuk
lebih bermewah-mewah lagi jelas sangat terbuka. Dia penguasa tunggal dan
kekuasaannya tidak terbatasi. Presiden negara demokratis yang kekuasaannya
tidak tak terbatas saja, kemewahannya kadang luar biasa.



Begitu diangkat menjadi khalifah, yang pertama dilakukan Umar Ibn Abdul
Aziz, bukan berkonsultasi kepada yang lain, tetapi kepada Hasan al-Bashary.
Seorang tokoh ulama yang mumpuni yang dijuluki Syeikhul Islam dan Sayyidut
Taabi'ien yang ketika wafat tahun 110 H tak ada seorang pun penduduk Bashrah
yang tak keluar melayatnya. Rahimahullah.



Al-Bashary, meski diminta oleh dan memberi nasihat kepada khalifah, ia
bukanlah semacam tokoh disini sekarang yang sering disebut pers sebagai
penasihat spiritual. Umumnya yang disebut penasihat spritual penguasa sejak
zaman Soekarno, tak lebih dari dukun atau paranormal yang sama sekali tak
mudheng tentang kehendak Allah dan persoalan negara. Karenanya
nasihat-nasihatnya belum pernah membawa kemaslahatan, bahkan sering kali
malah menambah kacau negeri ini saja.



Lihatlah penggalan nasihat Hasan al-Bashary di atas. Itulah nasihat
spiritual. Itulah nasihat ulama yang arif. Mana kini ada nasihat kepada
pemimpin atau penguasa seperti itu? Atau mana sekarang ada pemimpin atau
penguasa mau meminta nasihat kepada orang waras seperti itu? Kalau pun ada,
mana ada pemimpin atau penguasa yang mau mendengarkannya? Kalau pun ada mana
ada yang mau menjadikannya sebagai pedoman? Pemimpin atau penguasa sekarang
–satu dan lain hal karena terlampau sadar akan kelebihannya-- rata-rata
terlalu angkuh untuk menerima hidayah.



Umar Ibn Abdul Aziz yang raja, yang kekuasaannya tak terbatas itu, bukan
saja meminta dan mendengarkan nasihat Hasan al-Bashary, tapi benar-benar
menjadikannya sebagai pedoman. Baik sebagai pribadi maupun sebagai pemimpin
dan kepala negara. Kesederhanaan dan tawadluknya, kalau diceritakan
sekarang, pasti kedengaran seperti dongeng. Sejak menjadi khalifah hingga
wafat, misalnya, dia tidak pernah sujud menggunakan alas sajadah sebagaimana
kita yang –untuk merendah bersujud kepada Allah pun-- masih repot memikirkan
kemuliaan dan kebersihan kening kita sendiri. Meski sebagai khalifah, Umar
Ibn Abdul Aziz tidak pernah kehilangan kesadarannya sebagai hamba Allah.



Meskipun tidak ada undang-undang dasar negaranya yang menyatakan –seperti
pasal 34 UUD kita-- 'Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara
negara', khalifah Umar tak membiarkan ada warga negaranya yang terlantar dan
fakir miskin yang tak tersantuni. Umar Ibn Aziz begitu adil hingga dijuluki
Umar Kedua dan begitu arif hingga dijuluki Khalifah Rasyidin Kelima. Maka
negerinya pun barakah dan ia dicintai rakyatnya sebagaimana ia mencintai
mereka. Pemimpin atau penguasa yang baik adalah mereka yang ditaati karena
dicintai, bukan karena ditakuti atau diincar manfaatnya seperti kebanyakan
pemimpin dan penguasa kita.



Kita sangat merindukan pemimpin dari kalangan umara yang memiliki sedikit
saja kesederhanaan, ketawadlukan, dan keadilan Umar Ibn Abdul Aziz. Kita
merindukan pemimpin dari kalangan ulama yang memiliki sedikit saja keluasan
pandangan, keberanian, dan kearifan Hasan al-Bashary. []



KH. A. Mustofa Bisri, Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar Raudlatut
Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.


-- 
"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: ppiindia-dig...@yahoogroups.com
5. No-email/web only: ppiindia-nom...@yahoogroups.com
6. kembali menerima email: ppiindia-nor...@yahoogroups.com
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    ppiindia-dig...@yahoogroups.com 
    ppiindia-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke