Pernyataan Sikap 
Kekerasan, Wajah Pengurus Negara dalam Politik Ruang
 
Kasus yang terjadi di Koja Tanjung Priok Jakarta Utara (Rabu, 14 April 2010), 
merupakan satu dari sekian banyak peristiwa kekerasan yang terjadi di Indonesia 
dengan berbagai politik kepentingannya. Sebelum peristiwa yang terjadi di 
Priok, berbagai kasus penggusuran dengan menggunakan kekerasan kerap terjadi di 
berbagai kota di Indonesia, dan korbannya kebanyakan adalah orang-orang miskin 
yang selama ini tidak memiliki akses dan control terhadap ruang hidupnya (ruang 
ekonomi, ruang social maupun ruang budaya) masyarakat dengan mengatasnamakan 
penataan ruang. 
 
Politik tata ruang di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta 
sarat dengan pertarungan kepentingan. Selama ini penataan ruang di Indonesia 
didominasi oleh kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan kepentingan 
rakyat lainnya, apalagi kalau bukan kepentingan yang memiliki kekuatan baik 
secara ekonomi yang diwakili oleh pemilik modal maupun kekuatan politik yang 
dalam hal ini diwakili oleh pemerintah melalui alat-alat kekuasannya seperti 
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Belakangan di banyak tempat dalam kasus 
penertiban dan penggusuran permukiman dan tempat mencari makan warga miskin, 
Satpol PP menjadi aktor utama dan menampilkan watak dan prilaku yang bercorak 
militeristik.
 
Penataan ruang, seharusnya juga dapat memenuhi rasa keadilan bagi semua orang, 
khususnya bagi kelompok rentan yang selama ini tidak memiliki akses dan kontrol 
yang cukup terhadap proses pembangunan perkotaan. Penataan ruang kota saat ini 
masih diskriminatif bagi kelompok rentan seperti kelompok miskin kota. Politik 
penataan ruang tidak memberikan penghormatan (to respect), perlindungan (to 
protect) dan pemenuhan (to fullfil) terhadap ruang hidup warga negaranya, 
orang-orang miskin yang selama ini telah memberikan subsidi kepada negara 
melalui cara bertahan hidup mereka dengan bekerja di sektor informal seperti 
menjadi pedagang asongan, pengamen dan lain-lain yang sesungguhnya sedang 
membantu pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan.
 
Kekerasan dan premanisme bahkan tidak dibenarkan dengan alasan apapun, karena 
ketika kekerasan digunakan sebagai pemegang kendali dalam pengelolaan kota, 
maka jarak antara pengurus negara dan rakyat yang mengalami krisis akan semakin 
jauh, bahkan berada di ruang yang saling berbeda.
 
Melihat Fakta-Fakta tersebut, Sarekat Hijau Indonesia menyatakan sikap sebagai 
berikut:

 Negara menghentikan praktek-praktek kekerasan dan tindakan diskriminatif dalam 
politik penataan ruangnya
Menjamin terpenuhinya hak-hak warga negara atas ruang hidupnya secara ekonomi, 
politik, social dan budaya yang mengedepankan demokrasi dan hak asasi manusia
Membubarkan Satuan Polisi Pamong Praja yang selama ini selama ini hanya menjadi 
alat untuk melanggengkan kekuasaan dan pemilik modal
 
Contact person:
1.      Koesnadi Wirasapoetra (Sekretaris Jendral) : 081288044608
2.      Khalisah Khalid (Biro Politik & Ekonomi): 0813 111 87498
 
 
 
PIMPINAN PUSAT SAREKAT HIJAU INDONESIA
Jl. Jatipadang Raya No. 5 Rt. 004 Rw. 03 Kel. Jatipadang Pasar Minggu Jakarta 
Selatan
Telp/Fax +62217806692. Mobile Phone: 081288044608  e-mail ; 
sarekathijauindone...@gmail.com. Web: www.sarekathijauindonesia.org




      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke