http://www.indomedia.com/bpost/052005/9/opini/opini1.htm

Korupsi, Seks Dan Obat Antimaling

Oleh: Pribakti B

Belakangan ini, teman saya seorang pejabat sering tersenyum getir. Mungkin Anda 
mengira ada yang tidak beres pada dirinya. Sesungguhnya tidak. Kepada saya, ia 
mengaku selama ini bekerja tanpa kenal lelah, mengurangi jam tidur, 
mengorbankan waktu untuk keluarga, tapi masih juga dikritik kiri kanan tidak 
becus.

Bahkan ada pula yang mengomentari dengan sindiran nyelekit: Nggak korupsi ni 
ye!" Ini bukan sindiran tanpa sebab. Sudah sering ia difitnah, diteror bahkan 
dicibirkan teman-temannya karena tidak mau diajak kongkalikong. Tak apa, 
katanya. Biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Sakitnya bangsa 
ini memang sudah parah. Banyak yang bermental bunglon, penjilat dan mau 
menangnya sendiri demi menggendutkan perut.

Malah menurut ia, dalam situasi kini yang penuh intrik, suap, penggelapan, 
penggelembungan dan pengelabuan itu, yang namanya menekan, memeras dan memangsa 
sesama sudah jadi kebutuhan. Akibatnya etika pun terbalik-balik. Orang yang 
gigih mengatasi kekusutan malah dipinggirkan dan dimusuhi.

Paling aman, walau tak terpuji yaitu menutup mata, telinga dan hati terhadap 
penggerogotan uang negara di depan mata. Hampir semua 'makhluk' yang disebut 
proyek di republik ini, pasti berbau tak sedap. Terlebih yang didanai dolar 
pinjaman. Bisa-bisa dimark up hingga lebih 200 persen, ujar sang pejabat 
geregetan. Masyaallah! Apa iya?

Itu baru satu contoh. Simak saja ribuan kisah kegetiran mengisi republik ini, 
katanya serius. Seperti layaknya wabah penyakit, banyak pejabat dan elit 
politik doyan pamer mobil kinclong. Jika rumahnya tak dipajangi kristal mewah, 
misalnya, dinilai belum menaikkan gengsi. Mereka seperti orang buta dan tuli. 
Barangkali, mereka baru tergerak jika sempat mendengar jeritan "Besok makan 
apa?"

Padahal kata orang bijak, kaya itu bukan berarti harus memiliki banyak hal. 
Melainkan mampu menikmati apa pun yang kita miliki. Tapi sedihnya, walau 
termasuk masyarakat yang paling agamis di dunia, Indonesia termasuk negara yang 
paling korup di dunia. Aneh!

Obat Antimaling

Lalu, apakah ada korelasi antara masyarakat yang agamis dengan kualitas 
korupsi? Saya tidak tahu persis. Tapi kalaupun ada, pasti pelaku korupsi terus 
saja berusaha 'mengikis' atau 'menyamarkan' korupsinya, rela dengan rajin naik 
haji atau melakukan umrah, membangun rumah ibadah, derma kesana-kemari, 
menggelar kebaktian, melakukan upacara kepercayaan dan seterusnya.

Memang harus diakui, korupsi dalam pengertian yang spesifik bukan hanya 
menyangkut uang. Korupsi bersifat multidimensi, bisa menyangkut segala aspek 
kehidupan, baik ruang publik (negara) maupun privat (swasta). Sama halnya kalau 
kita sedang sakit. Minum sirup serasa minum jamu pahit, makan mie goreng bagai 
menelan karet gelang, musik favorit jadi membisingkan, seluruh dunia seolah 
terbalik.

Sakit itu tidak enak dan karena itu tidak ada manusia yang ingin sakit. Tidak 
ada manusia yang sengaja dan senang memelihara penyakitnya. Tiap manusia akan 
berusaha sesegera mungkin mengenyahkan rasa sakit yang dideritanya. Sebab yang 
sakit bukan hanya manusia tetapi juga masyakarat, lembaga, cara hidup dan 
kebudayaan. Seperti manusia yang sakit, masyarakat yang sakit juga amat peka 
terhadap semua rangsangan.

Masyarakat yang sakit juga melihat dunia seperti terbalik. Yang salah 
dibenarkan, yang benar disalahkan. Yang nyata disembunyikan, yang palsu 
ditonjol-tonjolkan. Yang kuat dilindungi, yang lemah semakin terinjak. Yang 
berbuat tidak diadili, tidak berbuat malah diseret ke pengadilan.

Tetapi berbeda dengan manusia yang sakit, sang koruptor malah sering keenakan 
dengan sakitnya dan tak mau minum obat. Ini karena korupsi banyak persamaannya 
dengan seks --tepatnya dengan seks selingkuh. Seperti seks, uang mengundang 
rasa ketertarikan dan kekaguman, serta fantasi dan emosi, kebal terhadap 
panduan akal sehat; merasuki manusia dengan keinginan, rasa iri, keserakahan 
dan acap di luar kuasa kita untuk mengendalikannya. Korupsi dan selingkuh 
merupakan penyelewengan, mustahil diberantas karena dilakukan semua kalangan 
penguasa maupun rakyat.

Sekalipun seandainya ditemukan obat antimaling di bidang kedokteran, kata teman 
saya dengan tersenyum. Saya pun manggut-manggut.

Kentut

Begitulah kehebatan koruptor Indonesia. Padahal ketika gerakan proreformasi 
bergulir pada 1998, timbul harapan tinggi bahwa korupsi akan hilang atau 
setidaknya berkurang. Kenyataannya, tidak. Bahkan justru merebak ke mana-mana. 
Jika ukurannya angka absolut, korupsi sekarang mungkin belum mengalahkan masa 
orba. Tapi, sebaran dan frekuensinya jelas lebih tinggi.

Contoh paling nyata ialah skema otonomi daerah (otda). Perancang otda dulu 
memiliki asumsi, bahwa delegasi kewenangan dan sebagian kekuasaan politik ke 
unit-unit kewilayahan yang lebih kecil akan meningkatkan akuntabilitas 
pemerintahan khususnya dalam hal pengelolaan sumberdaya lokal. Tapi, ternyata 
DPRD bukan hanya tidak mampu mengontrol eksekutif daerah, malah justru tidak 
mau mengontrolnya. Alih-alih DPRD mencegah atau menghentikan 'perampokan 
lokal', mereka sendiri menjadi 'perampok'. Itulah sebabnya, tidak salah bila 
menyikat koruptor jadi agenda utama duet SBY-Kalla. Maklum aja, hampir semua 
departemen tak luput dari sarang koruptor.

Bupati, walikota, gubernur dan anggota DPRD pun silih berganti menghiasi 
lembaran koran, karena mereka terindikasi memark up atau menyunat anggaran 
belanja. Jika didata, sudah lebih dari 200 anggota DPRD di seluruh Indonesia 
yang terkena kasus korupsi. Sebagian dari kasusnya terbukti dan dibawa ke 
pengadilan. Sebagian lagi dipetieskan.

Paling banyak, sulit mendapatkan bukti korupsi mereka, karena korupsi itu 
seperti kentut. Kita bisa mencium baunya, tapi sulit membuktikan siapa yang 
mengeluarkan gas buang. Pengalaman menunjukkan, pemberantasan korupsi tidak 
bisa dilakukan segera dan serta merta.

Singapura, menjadi contoh terbaik pemberantasan korupsi karena dilakukan 
langsung dari penguasa yang paling atas, yaitu Lee Kuan Yew, memerlukan waktu 
belasan tahun untuk dapat dikatakan lumayan bersih. Yang pasti, selalu 
diperlukan keberanian untuk tiap insiatif orisinal berdampak jauh. No gain 
without pain. Dapatkah sekali ini kita tampil sebagai pelopor kebajikan 
bernegara di dunia?

Dokter RSUD Ulin, tinggal di Banjarmasin


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
What would our lives be like without music, dance, and theater?
Donate or volunteer in the arts today at Network for Good!
http://us.click.yahoo.com/MCfFmA/SOnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke