http://www.kompas.com/kompas-cetak/0504/21/opini/1701374.htm

 
Masalah Penebangan Liar di Daerah Konflik 
Gatot Irianto

Benarkah illegal logging tidak bisa diatasi? Akankah kali ini Presiden Susilo 
Bambang Yudhoyono benar-benar tidak akan kompromi dengan masalah penebangan 
liar di daerah konflik, seperti Papua dan Aceh dan bukan sekadar sebagai lip 
service?

Pertanyaan tersebut terus mengemuka karena sebagian besar masyarakat saat ini 
cenderung apatis, apriori, skeptis, dan masa bodoh karena penebangan liar terus 
meluas dan terkesan tidak tersentuh aparat. Pembabat hutan di daerah konflik 
yang semakin merajalela, pengawasan masyarakat dan aparat sangat terbatas 
sehingga diperkirakan areal hutan di daerah konflik akan tinggal statusnya 
tidak ada buktinya.

Berdasarkan pemantauan lapangan, ada indikasi bahwa saat ini intensitas, 
frekuensi, dan luas wilayah illegal logging terkesan "menurun" akibat operasi 
yang digelar pemerintah. Sayangnya, penurunan ini menurut Yin et al (2003) 
dalam teorinya tentang: A Flexible Sigmoid Function of Determinate Growth, 
sifatnya hanya sementara menuju fase natural diminishing logging rate sebagai 
bagian strategi tiarap penjarah hutan sampai operasi penebangan liar mendingin.

Setelah pemerintah kehabisan bekal, energi, amunisi, dan tekanan publik 
menurun, pelaku akan keluar dari periode dormancy-nya beralih memasuki periode 
pertumbuhan yang dipercepat (accelerate logging growth rate) sehingga 
pembabatan hutan menjadi lebih dahsyat. Penyebabnya karena pemerintah tidak 
menyelesaikan akar masalah penebangan liar secara fundamental, tetapi lebih 
pada penyelesaian ad hock seperti pemadam kebakaran.

Akar masalah

Akar masalah illegal logging menurut Smith et al (2003) terjadi karena korupsi 
sistemis yang kolutif, baik secara horizontal maupun vertikal sehingga menyebar 
(widespread), persisten, mengakar, menahun, dan sulit diberantas karena hampir 
semua lini menikmati dan memperoleh manfaat hasil jarahan.

Perdagangan global kayu ilegal menjadi "multimillion trade" sehingga banyak 
pihak mengais bisnis rezeki haram yang sebenarnya merupakan kejahatan kriminal 
terhadap hutan (forest crime). Pemerintahan yang fragmented pascakejatuhan 
rezim Orde Baru memperburuk keadaan karena setiap elite politik dan penguasa 
ekonomi mencari sumber pendanaan untuk merebut kekuasaan yang lebih besar dan 
hutan menjadi salah satu sumber dana potensial rebutan elite politik dan 
ekonomi.

Mereka menggunakan pengaruh dan dananya untuk memanipulasi kebijakan dengan 
memanfaatkan kekacauan pemerintahan (chaotic government situation) untuk 
mengambil untung (profit taking) sebesar besarnya.

Pengusaha hutan yang oportunis merasa diuntungkan dalam jangka pendek dengan 
murahnya biaya produksi dan proses administrasinya sederhana sehingga secara 
bisnis menjadi sangat menguntungkan meskipun dalam jangka panjang menghancurkan 
recovery hutan alam, keragaman hayati (biodiversity distruction), dan 
keberlanjutan usaha perkayuan itu sendiri. Dampak sosial yang sangat mengerikan 
dan sering kali muncul akibat illegal logging adalah intimidasi dan kekerasan 
(intimidation and violence) terhadap masyarakat lokal oleh oknum aparat.

Secara spesifik, korupsi yang kolutif akan mendistruksi hutan secara sistemis 
karena corruption or abuse of public office for private gain exacerbates 
illegal logging by allowing it to occur in the first place and letting it to go 
unchecked and unpunished.

Artinya, korupsi "mengizinkan illegal logging" terjadi di suatu tempat dan 
membiarkan meluas tanpa kontrol dan hukuman. Bank Dunia menyatakan, 
pemerintahan yang membiarkan illegal logging akan terkorosi, rapuh, dan hancur 
akibat kerusakan hutan meluas dan kronis.

Fakta empiris korosinya antara lain: terjadinya banjir dan kekeringan di 
mana-mana, kapan saja dengan kerugian yang sangat besar, bahkan ada yang 
mengatakan malaikat pun tidak akan mampu mengatasinya.

Penebangan liar

Ada dua skenario besar yang harus dilakukan dalam menggempur para pelaku 
penebangan liar: (1) pemantauan alih fungsi hutan secara on line (2) 
pengembangan konsep reduced rate and impact logging.

Pemantauan on line sangat diperlukan agar masyarakat dapat memantau sepak 
terjang pembabat hutan sehingga ada tekanan publik terhadap aparat karena kerja 
dan kinerjanya diawasi masyarakat. Sementara itu masyarakat dan LSM dapat 
memanfaatkan informasi on line untuk memantau penebangan liar di lapangan 
sekaligus menekan pengambil kebijakan dan aparat hukum untuk menghentikan 
pembabatan hutan yang ilegal.

Berkaitan dengan upaya menekan laju dan dampak penebangan liar (reduced rate 
and impact logging) ada empat hal yang perlu dilakukan pemerintah bersama 
masyarakat: (1) penguatan NGO'S dan media, (2) penciptaan sumber pendapatan 
baru dan peningkatan nilai tambah dengan memperpanjang rantai proses untuk 
komoditas kayu dan nonkayu (creating non timber income for local community) (3) 
mendorong desentralisasi dan reformasi pemilikan lahan untuk meningkatkan 
insentif masyarakat setempat (4) mengembangkan program pemulihan hutan melalui 
pemberdayaan publik.

Pemberdayaan publik dalam akses, kontrol, dan partisipasi dalam pengelolaan 
hutan merupakan strategi dan pendekatan yang perlu diintensifkan dalam 
mengatasi penebangan liar akibat korupsi yang kolutif. Selain murah dan mudah, 
pengawasan masyarakat akan menjadikan hutan sebagai bagian hidup dan kehidupan 
masyarakat.

Pendekatan pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal dapat dijadikan teladan 
untuk pengembangan reduced impact logging. Sayangnya, upaya yang dilakukan 
pemerintah lebih bersifat parsial dan pemadam kebakaran sehingga para perambah 
hutan sangat mudah membaca untuk menghindari aparat tanpa khawatir tertangkap 
karena semua level sudah dikuasai.

Secara faktual, penebangan liar pasti diketahui masyarakat luas dan oknum 
petugas keamanan., karena pola (pattern), struktur (structure), dan lintasan 
(trajectory) relatif sama. Kalau ada argumen pemerintah setempat atau petugas 
keamanan tidak mengetahui, rasanya sangat sulit untuk dipahami.

Mengapa demikian, karena berdasarkan pemantauan beberapa lembaga swadaya 
masyarakat, umumnya marak dan meluasnya penebangan liar biasanya berkolusi 
dengan oknum petugas sehingga masyarakat tidak berdaya, itu yang perlu dikaji 
lebih jauh.

Perambahan hutan semakin menyedihkan terutama di daerah konflik karena wilayah 
seperti Aceh dan Papua, jenis, kualitas dan potensi kayunya masih tinggi, 
sementara kontrol aparat pemerintah dan masyarakat sangat terbatas.

Hasil penelitian kerja sama Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dan Pusat 
Data Inderaja LAPAN dalam pemantauan tutupan lahan dengan citra Satelit Landsat 
di daerah konflik yang sulit dijangkau tahun 2003 menunjukkan bahwa di DAS 
Singkil, DAS Krueng Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terkenal 
dengan kayu singkil, potensi produksi hutannya merosot drastis.

Ditinjau luas wilayah hutannya, secara kuantitas penurunan luas hutan relatif 
sangat rendah selama lima tahun terakhir. Namun, apabila dikaji secara kualitas 
dengan parameter indeks vegetasi (normal difference vegetation index) dan 
indeks kebasahan lahan (wetness index), kondisinya berubah sangat drastis baik 
nilainya maupun sebarannya.

Dampaknya, meskipun jenis tutupan lahannya relatif tetap, tetapi karena 
kerapatannya menurun, terjadi penurunan kemampuan lahan memegang air (water 
holding capacity) secara signifikan baik secara spasial dan temporal.

Apalagi daerah aliran sungai yang di dalamnya terdapat kota besar seperti 
Krueng Aceh, dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi pesat, penjarahan 
hutan akan terus terjadi, sekalipun areal tersebut merupakan wilayah konflik 
(Gambar 1). Terlihat bahwa areal hutan ditunjukkan oleh warna hijau pada citra 
satelit, sementara lahan yang kualitas penutupnya jarang berwarna kuning 
(vegetasinya jarang), sedangkan lahan yang tidak bervegetasi berwarna merah.

Adanya konflik seperti di Aceh dan Papua justru dimanfaatkan untuk membabat 
hutan semaksimal mungkin bagi kepentingan kelompok yang sifatnya sesaat. 
Meningkatnya luas dan besaran (magnitude) banjir dan kekeringan serta 
dahsyatnya dampak tsunami di Aceh adalah teladan konkret dampak penurunan 
kualitas tutupan lahan yang tidak terbantahkan.

Sayangnya, penurunan kualitas tutupan lahan yang tinggi ini tidak dieksplorasi 
pengambil kebijakan karena mereka berlindung dari luas tutupan lahan yang 
relatif tetap.

Danau Sentani di Papua, Danau Tempe dan Sidenreng di Sulawesi Selatan mengalami 
sedimentasi waduk akibat penebangan liar yang sudah tidak dapat dikontrol lagi. 
Memang, secara kuantitas, jenis penggunaan lahannya tetap, tetapi secara 
kualitas terjadi penurunan yang luar biasa.

Diperkirakan hampir semua badan air (water body) yang ada di Indonesia terancam 
mengalami pendangkalan. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota umumnya kurang 
peduli karena tidak menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) dan justru 
sebaliknya.

Padahal, di negara maju seperti Perancis, Thailand, China, dan Australia, tubuh 
air selalu dilindungi hutan alam dan buatan yang bagus sehingga selain dapat 
menghasilkan air juga dapat digunakan untuk pariwisata, listrik, dan perikanan 
darat. Kapan Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang luar biasa dapat 
melakukan hal serupa, mari kita tunggu jawabnya.

Gatot Irianto PhD Laboratorium Numerik Sistem Informasi Spasial Agroklimat dan 
Hidrologi, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke