( Tulisan ini juga disajikan dalam website

http://perso.club-internet.fr/kontak/ ,

dan dapat ditemukan dalam

Kumpulan Tulisan atau Tulisan Terbaru  )







                                            MASALAH KORBAN 65 ADALAH

                                            ========================

                                            AIB DAN DOSA BESAR BANGSA

                                            =========================



Menurut Tempo Interaktif (26 April 2005), "sekitar 30 orang eks tahanan dan
narapidana politik mendatangi Komisi A DPRD Jawa Barat Selasa (26/4) siang.
Mereka yang mewakili puluhan ribu tahanan dan narapidana politik lainnya di
Jawa Barat meminta dewan agar mendesak pemerintah mencabut semua peraturan
yang diskriminatif terhadap eks tahanan dan narapidana politik beserta
keluarganya yang diduga terlibat G 30 S.

“Menurut Muyono dari Yayasan Penelitian Korban Peristiwa (YPKP) 1965-1966
Jawa Barat, saat ini Orde Baru sudah tidak berkuasa. Namun para eks tapol
dan napol masih mengalami pelanggaran Hak Asasi Manusia. "Misalnya ada tanda
khusus ET dalam KTP yang berarti Eks Tapol,"kata Mulyono.

“Akibat dari perlakukan diskriminatif itu, eks tapol dan napol beserta
keluarga mereka tidak boleh masuk dalam struktur pemerintahan di tingkat
desa atau kelurahan. Mereka pun sulit mendapatkan pekerjaan dan jaminan
sosial lainnya. "Sudah saatnya penyiksaan serta pelanggaran terhadap hak
kami dihentikan,"ujar Mulyono.

“Menurut Mulyono, sampai saat ini diperkirakan ada sekitar 30 ribu eks
tahanan politik yang ada di Jawa Barat. Selain itu, dari data yang
dikumpulkan oleh YPKP, ada lebih dari 10 ribu tapol lainnya yang sampai
sekarang bermukim di kawasan Subang Jawa Barat dan sekitarnya.”

KALANGAN LANJUT USIA

Sementara itu,  puluhan korban pelanggaran hak azasi manusia pada  peristiwa
di tahun 1965 di kawasan Tanah Karo, Sumatera Utara, pada tanggal 12 April
2005 juga  melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka
Utara, Jakarta Pusat.

Mereka melakukan orasi dan membawa spanduk serta sejumlah poster yang
berisi tuntutan mereka. Massa yang terdiri dari kalangan lanjut usia ini
menuntut agar Presiden mengadili dan menuntaskan kasus Peristiwa 1965 di
Sumatera Utara.

Diantara pelaku yang diinginkan oleh para pengunjuk rasa agar diadili
adalah mantan Presiden RI, Soeharto. Massa menganggap bahwa Soeharto
merupakan dalang utama dalam peristiwa tersebut.

Menurut mereka, dalam peristiwa itu, ratusan orang di Tanah Karo tewas
karena tindak kriminal dan intervensi kepentingan politik yang dilakukan
oleh Soeharto. Pasalnya para korban tersebut dituduh terlibat melakukan
kudeta dalam Gerakan 30 September 1965. (Elshinta, 12 April 2005)

SURAT KOMNAS HAM KEPADA PRESIDEN SBY

Harian Kompas (21 Februari 2005), dengan judul “Komnas HAM Minta Hak Mantan
Tapol PKI Dipulihkan » telah menurunkan berita yang antara lain berbunyi
sebagai  berikut :

« Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono segera memulihkan hak asasi dan kebebasan mantan tahanan
politik yang dikaitkan dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965, yang
sejak masa Orde Baru hingga saat ini tidak pernah diproses hukum dan
dibuktikan bersalah. Presiden juga didesak untuk mencabut atau menghentikan
kebijakan, peraturan, atau praktik diskriminatif terhadap mantan tahanan
politik (tapol) dan keluarga, yang merupakan pelanggaran dan pengingkaran
hak asasi.

Desakan itu disampaikan Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara
melalui surat yang dikirim kepada Presiden Yudhoyono awal Februari 2005.
"Kami mendesak Presiden supaya segera mengambil keputusan merehabilitasi dan
memberikan kompensasi. Masalah ini sudah berlangsung sekian puluh tahun,"
ujar Abdul Hakim, Jumat (18/2) di Jakarta.

Ditegaskannya, negara berkewajiban memulihkan hak orang yang menjadi tapol
yang dibuang ke Pulau Buru, Salemba, dan sejumlah tempat pembuangan. Sebab,
penahanan terhadap orang-orang itu merupakan perbuatan melanggar HAM,
apalagi mereka tidak pernah dibuktikan bersalah. Menurut Abdul Hakim, jumlah
orang yang menjadi korban tapol tersebut banyak. "Jumlahnya diperkirakan
puluhan ribu, bahkan ratusan ribu. Bahkan mereka kini punya organisasi,"
ujarnya.

Pemulihan hak para korban tapol G30S/PKI merupakan tanggung jawab negara.
Tidak hanya Komnas HAM, Mahkamah Agung beberapa waktu lalu sudah mengirim
surat kepada pemerintah bahwa para tapol itu telah mengalami ketidakadilan
dan harus dipulihkan haknya. Bahkan Mahkamah Konstitusi juga telah melakukan
review terhadap Pasal 60 huruf (g) UU No 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum.

"Ini tanggung jawab negara yang harus ditanggapi Presiden Yudhoyono. Tiga
lembaga sudah meminta, jadi tak ada alasan untuk menunda-nunda supaya tidak
ada lagi warga negara yang hak asasinya diabaikan," ujarnya. (kutipan dari
Kompas selesai).

 GUGATAN YANG MEMPUNYAI DASAR YANG KUAT

Tiga berita tersebut di atas merupakan tambahan bukti yang menunjukkan
dengan jelas bahwa gugatan “class action” yang diajukan LBH Jakarta di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap 5 Presiden RI (mengenai kasus para
korban 65)  mempunyai alasan atau dasar yang kuat, baik secara hukum,
politik maupun moral.

Demo yang dilakukan para eks-tapol Sumatra Utara di depan Istana Negara
Jakarta dan para eks-tapol Jawa Barat di depan gudung DPRD Jawa Barat,
adalah manifestasi dari ledakan kemarahan, atau puncak kekesalan para
eks-tapol (dan para korban peristiwa 65 lainnya) atas perlakuan yang tidak
adil (dan tidak berperikemanusiaan!)  yang mereka alami secara terus-menerus
selama hampir selama 40 tahun. Karena hebatnya berbagai macam repressi,
persekusi, dan intimidasi yang dilakukan secara ketat dan total oleh rejim
militer Suharto dkk maka para korban peristiwa 65 pada umumnya tidak bisa
bersuara lantang untuk menggugat kekejaman dan ketidak-adilan  yang mereka
derita.

Hanya setelah jatuhnya Suharto dari kekuasaan mutlaknya (sejak tahun1998)
maka sedikit demi sedikit, dan setapak demi setapak, para korban peristiwa
65 mulai “bersuara” dan melakukan berbagai kegiatan untuk mempersoalkan
situasi mereka. Tetapi, karena hebatnya trauma yang mereka alami akibat
persekusi  besar-besaran selama puluhan tahun, kegiatan mereka untuk
memprotes dan menggugat perlakuan yang tidak adil (sekali lagi : dan tidak
berperikemanusiaan)  ini belum bisa mengakhiri penyiksaan besar-besaran yang
berkepanjangan sampai sekarang ini.. Di samping itu, terlalu banyak
undang-undang atau peraturan-peraturan yang dibikin oleh rejim militer Orde
Baru masih belum dicabut, sampai sekarang. Semuanya itu membikin sebagian
besar masyarakat Indonesia masih terus dihinggapi “penyakit mental” dan
ikut-ikutan memusuhi para korban 65, sebagai akibat indoktrinasi sesat yang
dijalankan selama puluhan tahun.

 MASALAH KORBAN 65 ADALAH URUSAN KITA SEMUA

Gugatan LBH Jakarta yang diperkuat dengan aksi-aksi demo para korban
peristiwa 65 tersebut di atas, merupakan peringatan kepada seluruh  bangsa
(termasuk pemerintah dan masyarakat luas)  bahwa ada masalah besar yang
menyangkut keadilan dan perikemanusiaan yang harus diselesaikan bersama,
yaitu masalah korban peristiwa 65. Masalah para korban peristiwa 65 adalah
masalah besar bangsa !. Ini bukanlah melulu hanya urusan jutaan orang-orang
yang pernah jadi anggota dan simpatisan PKI (atau yang hanya dituduh
demikian), yang pernah disiksa secara sewenang-wenang selama puluhan tahun
oleh rejim militer Suharto. Ini juga bukan melulu hanya urusan keluarga,
saudara, sanak-kadang (dekat dan jauh) para korban 65, yang jumlahnya
puluhan juta orang di seluruh Indonesia.

Masalah besar para korban peristiwa 65 adalah urusan seluruh bangsa. Sebab,
ini  berkaitan dengan ketidakadilan dan  penyiksaan (lahir dan batin)
terhadap orang-orang tidak bersalah, yang sudah berlangsung begitu lama dan
terhadap begitu banyak orang di seluruh Indonesia. Penyiksaan besar-besaran
atau perlakuan tidak adil dan sewenang-wenang ini merupakan aib besar bangsa
dan dosa berat negara. Ini merupakan pelanggaran HAM yang serius, yang tidak
kepalang tanggung. Aib besar atau dosa berat bangsa ini tidak menguntungkan
siapa-siapa. Bahkan, orang-orang atau golongan yang anti-komunis atau anti
Bung Karno pun tidaklah patut sama sekali untuk bergembira atau menyetujui
pelestarian penyiksaan dan perlakuan tidak adil terhadap para korban 65 ini.

 MEREKA BERHAK SEPENUHNYA MENUNTUT

Gugatan LBH Jakarta dan aksi-aksi demo para korban 65 juga mengingatkan kita
semua bahwa para korban 65 (termasuk para eks-tapol) berhak sepenuhnya untuk
mengadakan aksi-aksi atau berbagai macam kegiatan untuk mengakhiri
ketidakadilan dan penyiksaan yang sudah berlangsung begitu lama itu.
Tindakan mereka itu seratus persen sah, benar dan adil, dipandang dari sudut
manapun juga, baik dari sudut politik, hukum, moral maupun agama. Dan,
adalah justru salah sama sekali kalau mereka tidak mengadakan aksi-aksi atau
berbagai kegiatan, untuk mengakhiri ketidak-adilan yang tidak
berperkemanusiaan ini.

Oleh karena itu, patutlah kiranya kita semua memandang bahwa gugatan LBH
Jakarta atau aksi-aksi demo para korban 65 itu adalah justru untuk kebaikan
kita semua, dalam usaha bersama untuk  menghilangkan aib bangsa dan dosa
besar negara. Penyiksaan atau perlakuan tidak adil itu sudah berlangsung
terlalu lama! Korban dan penderitaan sudah bertumpuk-tumpuk dan
berlapis-lapis. Di antara mereka banyak yang sudah lanjut usia, dalam
kesehatan yang kurang baik, karena sulitnya kehidupan sehari-hari.
Dihentikannya penyiksaan terhadap para korban 65 akan mendatangkan kebaikan
untuk kehidupan bangsa kita sebagai keseluruhan. Tidak ada orang atau
golongan yang dirugikan oleh adanya rehabilitasi dan kompensasi para korban
65. Sebaliknya, kalau masalah korban 65 tidak diselesaikan secara baik, maka
bangsa kita akan terus-menerus dihinggapi berbagai penyakit, yang akan terus
merusak hati nurani, membikin sakit jiwa, mencupetkan nalar, dan mematikan
rasa kemanusiaan banyak orang.

Orang-orang  atau golongan yang benar-benar menjunjung tinggi-tinggi
Pancasila,  atau yang sungguh-sungguh membela HAM tentu akan merasa sedih
dan juga marah  melihat begitu banyak orang tidak bersalah disiksa begitu
lama. Hanyalah orang-orang yang hati nuraninya sudah rusak, yang jiwanya
sakit, yang nalarnya cupet  --  yang juga rasa kemanusiaannya sudah mati
  -- merasa gembira dengan adanya penyiksaan yang begitu lama (dan
penderitaan yang begitu parah !) yang dialami oleh para korban peristiwa 65.

Paris, 3 Mei 2005





























--
No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Anti-Virus.
Version: 7.0.308 / Virus Database: 266.11.0 - Release Date: 29/04/2005


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke