http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=170098
Sabtu, 07 Mei 2005, Memotong Siklus Kekerasan Pendidikan Oleh Edy Firmansyah * Idealnya, guru yang baik adalah yang memberikan masa depan cemerlang dengan membekali anak didiknya dengan visi tajam dan ilmu yang menjanjikan. Fokus utamanya adalah kebenaran, keadilan, spiritualitas, serta cinta kasih dalam arti yang seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya tanpa pandang bulu. Guru demikian adalah guru yang berjasa meskipun tanpa tanda jasa. Berdasarkan tatanan ideal itulah, sering guru menjadi kambing hitam ketika anak-anak didiknya melakukan hal yang dinilai merugikan masyarakat. Ketika marak tawuran antarpelajar, perilaku seks bebas di kalangan siswa, kekerasan pada siswa dalam sekolah, hingga kasus percobaan bunuh diri pada siswa, gurulah yang langsung dituding gagal dan tidak becus mengemban tugasnya mendidik generasi penerus bangsa. Padahal, dalam kenyataannya, justru guru sendiri tengah mengalami kekerasan struktural dan ini jarang sekali diungkit banyak kalangan. Bahkan, kekerasan struktural yang dialami guru dalam dunia pendidikan sudah pada tingkatan yang cukup parah, baik secara marko maupun mikro. Kekerasan struktural dapat dirasakan pada kemunculan hegemoni bahasa bahwa hanya pejabat yang berkuasa yang berhak memberikan tafsiran atas realitas yang terjadi dalam masyarakat. Dari hegemoni bahasa itu, kemudian berkembang pada hegemoni ekonomi yang menghadirkan wajah kekerasan struktural di hadapan guru (St. Kartono, 2002). Kekerasan struktural skala makro tampak pada minimnya dana alokasi pendidikan. Bisa dilihat, pada 2004, kita harus membayar cicilan utang dan bunga Rp 131,2 triliun. Sementara itu, alokasi pendidikan pada 2004 hanya dipatok Rp 15,34 triliun atau 3,49 persen total APBN. Pendek kata, cicilan utang itu 149 persen lebih tinggi daripada subsidi pendidikan kita. Hal itu masih diperparah oleh pungutan liar, spiral birokrasi yang rumit, dan korupsi yang sudah menjangkiti dunia pendidikan kita. Sedangkan di tingkatan mikro -dan ini sudah menjadi rahasia umum- gaji guru yang rendah. Dengan gaji yang kecil dari pemerintah itu, para guru dipaksa mengajar sembari memenuhi kebutuhan ekonomi yang kian melangit dan biaya pendidikan anak-anak mereka yang kian tak tersentuh. Parahnya lagi, gaji kecil itu masih dikenai potongan sana-sini yang tak jelas juntrungan oleh pejabat di atasnya. Dengan beban psikologis semacam itu, guru masih direpoti dengan gali lubang tutup lubang untuk bertahan hidup. Bahkan, ketika guru mencoba berbisnis buku pelajaran, yang notabene juga merugikan siswa, tak banyak hasil yang dapat diperoleh karena sebenarnya bisnis itu adalah ulah mereka yang ada di jabatan struktural. Para guru hanyalah dijadikan agen pemasaran. Tak ayal jika kemudian banyak guru yang nyambi bekerja di luar sekolah dan meninggalkan tugas utamanya sebagai pengajar. Di Madura, misalnya. Pada musim tembakau, banyak guru yang mengajar di sekolah desa-desa pedalaman meninggalkan siswa siswinya untuk menggarap sawah dan menjadi buruh tembakau di gudang-gudang. Sebenarnya banyak kalangan guru yang mengeluhkan kondisi semacam itu, namun hanya berakhir pada gerundelan dalam hati. Sebab, untuk protes mengenai keadaan itu, guru pun tak mampu karena akan dianggap tidak loyal pada jabatan. Dan, ancamannya adalah dipecat. Maka, makin lengkaplah kekerasan psikis yang dialami guru. Imbas dari itu muncul perilaku emosional yang destruktif dan violence. Mengajar asal-asalan dan sesekali diiringi dengan tindak kekerasan. Sasarannya siapa lagi kalau bukan anak-anak di rumah dan siswa siswinya di sekolah sebagai strata paling bawah. Jika kebetulan tindakan destruktif tersebut diliput media dan disebarkan ke khalayak umum, lagi-lagi gurulah yang disalahkan. Fenomena itu akan terus begitu, bahkan menggenlinding bagai bola salju dari waktu ke waktu. Kecuali siklus kekerasan struktural itu segera dipotong. Setidaknya, ada tiga cara untuk itu. Pertama, mengalihkan segala dana belanja rutin dan dana berbagai kegiatan para pejabat sekolah dan Dinas Pendidikan untuk biaya peningkatan kualitas guru yang potensial, terutama yang berada di daerah-daerah terpencil. Sebab, ditengarai bahwa dana belanja rutin dan dana kegiatan tersebut digunakan untuk berfoya-foya dengan berbagai dalih. Kedua, menindak tegas para koruptor yang bersembunyi di dalam birokrasi pendidikan. Dengan begitu, subsidi dalam dunia pendidikan yang minim tersebut dapat turun seratus persen tanpa potongan ini itu. Dengan demikian, pengelolaannya dapat berjalan baik tanpa harus mencari dana tambahan dari siswa yang terkesan biaya pendidikan mahal. Ketiga, cara yang paling efektif ialah menyejahterakan nasib guru dengan penghargaan yang setinggi-tingginya atas profesi yang diembannya. Sebab, sangatlah munafik, menurut hemat penulis -yang berasal dari keluarga guru-ketika meneriakkan pentingnya profesionalitas guru sebagai pendidik anak-anak bangsa, tapi menyetujui agar gaji guru tidak dinaikkan. Alasannya sederhana, penghargaan yang tinggi selalu berbanding lurus dengan profesionalitas. Dalam teori behaviorism disebutkan, perbuatan yang mengenakkan akan cenderung diulang manakala mendapatkan penghargaan. Karena itu, diharapkan guru mampu melaksanakan kewajibannya sebagai pendidik yang profesional berdasarkan lima kriteria berikut. Pertama, guru dapat mengabdi sepenuhnya dalam kancah perjuangan kepentingan negara kebangsaan, bahkan kemanusiaan universal. Kedua, perjuangan guru dilandasi semangat anti kekerasan karena sejatinya guru amat mencintai perdamaian. Ketiga, guru melandaskan sikap hidup dan perbuatannya pada keyakinan nurani. Keempat, mampu menciptakan komunitas yang memperlakukan dan diperlakukan semanusiawi mungkin. Dengan demikian, guru secara umum menabur tanpa henti benih-benih kehidupan masyarakat bangsa dan umat manusia untuk masa datang. Sedangkan secara khusus, guru memperbaiki citra pendidikan yang kian hari kian terpuruk. * Edy Firmansyah, ketua FORDEM (Front Rakyat untuk Demokrasi) Pamekasan, Madura. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/