http://www.suarapembaruan.com/News/2005/05/06/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
Tajuk Rencana

Mengembalikan Makna Pendidikan
MENYELENGGARAKAN pendidikan melalui sistem persekolahan memang mahal. Namun 
apakah kecenderungan itu layak dijadikan komoditas? Faktanya, sejumlah pakar 
pendidikan menengarai realita tersebut telah berkembang di Indonesia, dan 
menjadi sasaran kritik sehingga hari pendidikan diperingati dengan berbagai 
gugatan. Bukan semua lembaga pendidikan demikian, namun sekolahan yang 
cenderung komersial makin banyak. 

Sekolah seperti itu lebih sibuk pada tawar-menawar harga, seperti transaksi 
dagang. Saat pendaftaran, tawar-menawar biaya masuk menjadi kesibukan utama 
antara pihak sekolah dan orangtua calon siswa. Saat mulai belajar, terjadi 
tawar-menawar harga buku, seragam, biaya bulanan. Menjelang evaluasi semester 
atau akhir tahun, tawar-menawar harga pada urusan biaya ujian. Pertemuan antara 
komite sekolah dan pihak pengelola. Tawar menawar terjadi nyaris hingga saat 
lulus. Sekolah nyaris tak pernah sepi dari urusan uang, yang bahkan bisa 
menggeser urusan yang lebih esensial, yaitu proses belajar-mengajar. 

HAL ini merupakan fenomena yang didorong masuknya pemilik modal sebagai 
penyelenggara sekolah, dengan latar belakang berbisnis daripada keinginan ambil 
bagian mendidik generasi muda. 

Sebagaimana barang dagangan, agar menarik, sekolah-sekolah tersebut menawarkan 
fasilitas yang bisa dikatakan mewah. Atas alasan fasilitas itu, orangtua pun 
harus membayar tinggi. Prinsip perhitungan biaya operasional dan pendapatan 
juga diterapkan dengan ketat. Maka, guru pun bisa digaji pas-pasan. Ke mana 
uang yang diperoleh dari orangtua itu mengalir? Masuk ke pemilik modal atau 
untuk membayar tagihan bank, karena ada juga yang dibangun dari kredit. 

Yang terjadi kemudian, lembaga pendidikan mudah terjebak ke arah bisnis jasa 
persekolahan daripada lembaga atau entitas pendidikan. Jangan heran kalau 
sebuah sekolah dasar di pinggiran Depok, sudah mematok Rp 40 juta setiap siswa 
untuk biaya masuk saja. Padahal pendapatan per kapita penduduk Indonesia 
rata-rata masih di bawah US$ 1.000 per tahun atau sekitar Rp 9 juta per tahun. 
Dengan biaya pendidikan seperti itu, siapakah yang berpeluang mendapatkan 
pendidikan dengan layak? Di sisi lain kita menyaksikan begitu banyak siswa 
belajar di tempat kumuh, dan para guru hidup pas-pasan, bahkan kekurangan. 

Pendidikan di Indonesia dalam tahun-tahun belakangan, justru menunjukkan wajah 
yang begitu menyedihkan. Cerita siswa belajar di bangunan yang nyaris ambruk, 
guru dan guru pembantu yang tak digaji, anak-anak yang bunuh diri karena 
orangtua tak mampu membayar biaya sekolah, dan anak jalanan yang terus 
bertambah. Ironisnya cerita tentang korupsi di pemerintahan, termasuk di 
Departemen Pendidikan Nasional, tak pernah sepi. 

PENDIDIKAN yang tumbuh sebagai barang dagangan memang hanya membuat frustasi 
orang-orang yang tak berduit. Pada gilirannya pendidikan seperti itu ibarat 
pajangan toko mewah yang hanya bisa ditonton dari balik kaca tebal oleh mereka 
yang miskin, seraya menelan ludah. 

Ini fenomena yang menunjukkan bahwa pemerintah telah terjebak pada 
ketidakpedulian pada dunia pendidikan. Padahal secara konstitusional jelas 
sekali tanggung jawab yang diberikan pada pemerintah. Tentang anggaran saja, 
pemerintah terlalu lama begitu pelit. Sementara sikap permisif justru 
diperlihatkan terhadap tindakan pembocoran uang negara. 

Yang diperlukan sekarang adalah mengembalikan sekolah sebagai lembaga 
pendidikan yang diperlukan agar bangsa ini bermartabat, dan berbudaya tinggi, 
bukan mengambil untung dari "yang miskin pengetahuan". 


Last modified: 6/5/05 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Dying to be thin?
Anorexia. Narrated by Julianne Moore .
http://us.click.yahoo.com/FLQ_sC/gsnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke