Muslim - Koptik [Sebuah Potret] Catatan Ahmad Ginandjar Sya'ban Ada yang menarik dari pola interaksi umat Muslim dan umat Koptik di Mesir. Koptik (Coptic/ al-Qibth) merupakan salah satu sekte Kristen kuno yang sampai di Mesir pada abad pertama masehi di bawah tangan rasul Marcus (Rifaat Abd al-Hamid, al-Fikr al-Mashri fi 'Ashr al-Masihi: 2000). Contoh kecilnya, yaitu simpati yang kerap kali disampaikan oleh keduanya saat salah satu dari mereka sedang merayakan hari suci. Ketika umat Muslim merayakan Idul Fitri, banyak dari kalangan umat Koptik yang memberikan simpati, baik sekedar memberikan ucapan, memberikan kartu dan karangan bunga tanda selamat, memberikan hadiah, hingga ikut serta hadir dalam perayaan tersebut. Pun ketika umat Koptik merayakan hari raya Natal (id al-milad al-majid), tak sedikit dari umat Muslim yang memberikan simpati serupa (Nehdat Misr, edisi 6 Januari 2006). Justeru, yang lebih menjadikannya menarik adalah para pembesar agama kedua belah pihak yang melakukan hal-hal simpatik tersebut. Dr. Sayyed Thanthawi, Grand Syeikh Al-Azhar, kerap kali bersimpati dan menziarahi gereja-gereja Koptik, sama halnya seperti Poppe Sanouda, pucuk pemimpin spiritual umat Koptik Mesir, yang sering berkunjung ke lembaga Al-Azhar dan masjid-masjid. Bahkan, Syeikh Thanthawi membolehkan shalat di dalam gereja. Hal ini beliau lakukan berulang kali bersama para ulama Al-Azhar lainnya pada waktu-waktu dewan Al-Azhar diundang berbuka puasa bersama di gereja-gereja Koptik. Dewan ulama Al-Azhar berbuka puasa di gereja tersebut, sekaligus shalat berjama'ah di sana. Tidak bersama para Babawât tentunya (Nehdat Misr, edisi 12 Maret 2005). Dalam salah satu petikan wawancaranya di mingguan Nehdat Misr (edisi 12 Maret 2006), Syeikh Thanthawi mengatakan bahwa nahnu ka abna al-wathan al-wahid, fa 'alayna an nahfazha wathanana (kita bersama adalah anak bangsa yang satu, maka wajib bagi kita untuk bersama-sama menjaganya). Syeikh Azhar yang dikenal moderat ini juga menegaskan bahwa perbedaan agama bukan menjadi alasan untuk sebuah perselisihan. Lana ma lana wa lahum ma lahum, nahnu abna min al-abb al-wahid Ibrahim (bagi kita agama kita dan bagi mereka agama mereka, kita adalah anak-anak dari ayah yang satu, Nabi Ibrahim). Fenomena saling bersimpati ini rupanya sudah mengakar tradisi. Bahkan semenjak zaman nabi Muhammad dan masa penaklukan Mesiryang waktu itu menjadi anak peradaban Romawidi bawah komandan Amru bin Ash. Ketika Nabi Muhammad tiba di Mesir untuk pertama kalinya, pihak Mesir menghadiahkan seorang gadis Koptik bernama Morrient (Maria al-Qibthiyyah) yang kelak dinikahi oleh Nabi. Pun pada masa penaklukan Mesir, Amru bin Ash dengan keras melarang pasukannya untuk menganiaya penduduk setempat, merusak rumah-rumah serta sarana sosial yang ada. Maka hingga sekarang, situs-situs peninggalan orang Yunani, Yahudi dan Koptik sebelum masa penaklukan Islam sebagian masih terawat dengan baik. Beberapa synagog Yahudi, gereja-gereja kuno dan situs-situs Yunani-Romawi masih utuh, hal yang menandakan jika pada masa pendudukan Islam hampir tidak ada pengrusakan. Sewaktu Al-Mu'tashim, salah satu pucuk pemimpin dinasti Abbasiyyah (8 M) yang terkenal dengan ashr al-tarjamah al-ilmiyyah (masa penerjemahan besar-besaran), hendak mendirikan perpustakaan Bayt al-Hikmah di Baghdad, beliau mengundang ilmuwan-ilmuwan Yahudi, Kristen dan Zoroast untuk menerjemahkan literatur-literatur berbahasa Yunani, Ibrani, Suryani, Romawi dan Persia. Tak ketinggalan diundangnya juga ilmuwan Koptik Mesir untuk menerjemahkan beberapa literatur Neo-Platonis (Hellenistyc) yang dahulu berkembang di Alexandria (Ahmad Amin: Dluha al-Islam, 1998). Pada masa dinasti Shalahuddin al-Ayyubi (11 M), orang-orang Koptik dan Yahudi Mesir ikut serta memerdekakan Palestine yang waktu itu diduduki tentara Salib. Hal ini, menurut novelis Irlandia Lorenz Deriell, dalam salah satu novelnya yang berjudul Alexandria, adalah karena orang-orang Romawi melarang orang-orang Koptik untuk memasuki kota suci Palestina, sebab mereka memandang orang Koptik sama kafirnya dengan orang Muslim dan Yahudi (el-Cairo News/ 23 Mei 2006). Saat dinasti Muhammad Ali Pasya memimpin Mesir (18 M), ia menyerahkan urusan administrasi keuangan pada orang Koptik. Begitu juga puak penerusnya, Cadeve Ismail Pasya dan Cadeve Fuad Pasya yang banyak mengangkat orang-orang Koptik menjadi menteri kerajaannya (el-Cairo News/23 Mei 2006). Keharmonisan Muslim-Koptik justeru semakin menghangat sewaktu revolusi 1952 meledak dan menggulingkan raja Farauq II yang korup. Dalam film monumental Tsawrah Yuliu (Revolusi Juli) digambarkan ribuan orang Mesir (umat Muslim memakai pakaian identitas kemuslimannya dan umat Koptik memakai pakaian identitas mereka) berjibun memenuhi jalanan sambil bergandengantangan antar satu sama lain. Saat itu semboyan yang terkenal adalah misr awwalan, islam wa masihiyyah fi ma ba'd (bangsa Mesir utama, identitas agama Islam dan Kristen selanjutnya) dengan simbol bulan sabit dan salib Koptik yang menyatu. Saat teori Clash of Civilization yang digulirkan Samuel Huntington menggegerkan dunia, para cendikiawan Mesir dari unsur Muslim dan Koptik bersama-sama meraksinya. Adalah Milad Hanna yang kemudian menurunkan buku dengan tajuk Qabul al-Akhar (Attechment the Other/ Menerima yang Lain) yang kemudian mendapat nobel perdamaian. Pun, adalah Morad Wahbah, Lweiss Owd, Ramses Owd, Ghali Syukri, Samuel Sabri, Phillip Gallab, Yunan Labib dan sederet filosof Koptik-Mesir lainnya yang bersama-sama filosof Muslim-Mesir (semisal Zaki Naguib Mahmoud, Athef Iraqi, Hassan Hanafi, Abd al-Halim Atheyya, Saleh Qanswu dll) merancang bangun proyek al-falsafah al-arabiyyah al-haditsah (filsafat Arab modern). Itulah sedikit potret pola interaksi antara Muslim dengan Koptik di Mesir yang sangat harmonis. Sebuah pola yang mengedepankan kebersamaan dan menghargai yang lain, menjadikan perbedaan sebagai sebuah peluang untuk sama-sama saling belajar. Sejak jauh hari orang Mesir sadar betul bahwa sebuah bangsa tidak akan berdiri kokoh tanpa ditopang oleh asas saling menghargai. Sayang, pola interaksi yang harmonis di atas, yang telah turun temurun selama berabad-abad lamanya, tiba-tiba terguncang oleh ledakan bom di tiga gereja Koptik di Alexandria. Selama berabad-abad puak nenek moyang bangsa Mesir telah membangun "rumah laba-laba" Muslim-Koptik dengan sangat susah payah, tiba-tiba rumah sulaman itu sekarang harus terkoyak. **Ahmad Ginandjar Sya'ban, peminat kajian lintas peradaban, tinggal di Cairo Mobile: (+20)104858448 - Ahmad Ginandjar Sya'ban, Caire, Egypt, 26/05/2006 16:05 *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/