http://www.kompas.com/kompas-cetak/0504/23/opini/1702934.htm

 
Peluang Damai Aceh di Helsinki 

Oleh Usman Hamid

PERUNDINGAN informal babak ketiga antara delegasi Indonesia dan Gerakan Aceh 
Merdeka di Helsinki Finlandia telah berakhir. Perundingan ini memang belum 
menghasilkan perjanjian damai. Namun, kesediaan untuk kembali bertemu dan 
membicarakan lebih lanjut tawaran-tawaran konkret kedua pihak memperjelas 
adanya peluang damai untuk Aceh. Oleh karena itu, momentum perundingan damai di 
Helsinki harus terus dijaga.

Dalam perundingan informal babak kedua, GAM dikabarkan tidak lagi menuntut 
merdeka. Tuntutan merdeka juga tidak muncul dalam perundingan babak ketiga yang 
berlangsung selama empat hari, 13-16 April 2005, di Helsinki, Finlandia. 
Perundingan yang berlangsung antara delegasi Indonesia dan GAM di Helsinki 
tersebut difasilitasi oleh mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari bersama 
lembaga penengah dialog yang dipimpinnya, Crisis Management Initiative (CMI).

Berubahnya tuntutan GAM di atas bisa jadi angin segar bagi peluang keberhasilan 
perundingan. Apalagi jika pada perundingan berikut, kedua pihak mencapai 
kesepakatan yang lebih konkret untuk perdamaian Aceh.

Di balik perubahan tuntutannya, GAM mengajukan tawaran-tawaran berikut, 
pelaksanaan pemerintahan sendiri (self government); pembagian sumber daya alam; 
pengusutan pelanggaran HAM oleh lembaga independen internasional; pembebasan 
juru runding; gencatan senjata; pembubaran milisi; penarikan seluruh pasukan 
TNI dari Aceh.

Dari perundingan babak ketiga tidak semua dari tawaran di atas dibahas. 
Beberapa agenda yang kemudian dipertimbangkan delegasi Indonesia adalah 
struktur politik, pemilu lokal plus lagu dan bendera sendiri. Itupun belum ada 
titik temu. Misalnya mengenai konsep pelaksanaan self government yang dianggap 
sama saja merdeka. Seperti menyadari hal ini, GAM mengubahnya menjadi self 
governing territory. Meskipun konsep ini berbeda dengan konsep semula (otonomi 
khusus), delegasi Indonesia terlihat sangat hati-hati sampai harus membawa 
hasil-hasil sementara perundingan kembali ke Jakarta untuk selanjutnya 
dipertimbangkan lebih matang, dan diputuskan. Langkah ini sangat bisa dipahami 
mengingat konsekuensi-konsekuensi hukum dan politik jika mengambil keputusan.

Lepas dari kesulitan untuk mencari titik temu dari perbedaan posisi di atas, di 
situlah letak tantangan perundingan Helsinki babak keempat Mei 2005. 
Bagaimanapun, kita semua menyadari bahwa sulitnya GAM mengikuti keinginan 
Pemerintah RI hampir sama dengan sulitnya Pemerintah RI mengikuti keinginan 
GAM. Karena itu, pembahasan substansi perundingan harus terus dilanjutkan, dan 
semua pihak patut mendukungnya.


MESKI dikatakan sebagai pertemuan informal, perundingan di Helsinki babak 
pertama, kedua dan ketiga adalah rangkaian perundingan penting. Penting karena 
melibatkan utusan pejabat strategis setingkat menteri sebagai juru runding dan 
merundingkan dua kehendak bertolak belakang yang selama hampir 30 tahun sulit 
dipecahkan. Perundingan ini juga menjadi penting karena momentum kemanusiaan 
pasca terjadinya tragedi tsunami. Bencana alam yang meluluhlantakkan Aceh tapi 
juga membangkitkan rasa solidaritas sesama manusia dari dalam negeri dan 
berbagai belahan dunia. Berbagai simpati yang mengalir, menyatu untuk 
bersama-sama membangun Aceh.

Semua ini memperbesar peluang berhasilnya perundingan Helsinki. Akan tetapi, 
besarnya peluang keberhasilan perundingan Helsinki memerlukan kondisi-kondisi 
tertentu sebagai prasyarat penting yang harus dipertimbangkan oleh kedua pihak.

Pertama, pengkondisian lapangan. Kedua pihak harus sebisa mungkin mencegah 
adanya upaya mementahkan hasil-hasil sementara yang telah dicapai sampai 
perundingan babak ketiga. Misalnya mengupayakan gencatan senjata atau 
demiliterisasi selama proses perundingan dari Helsinki ke Helsinki terus 
berjalan. Artinya, apabila perundingan ini memang diniatkan untuk tidak gagal, 
masing-masing kekuatan bersenjata harus tunduk pada proses perundingan.

Jangan sampai, perundingan gagal karena perilaku anggota kekuatan bersenjata 
salah satu pihak di lapangan, termasuk lewat penggunaan warga sipil yang 
dipersenjatai dan dijadikan informan. Sudah terlalu lama warga sipil Aceh 
terjepit oleh konflik bersenjata. Momentum tsunami, harus dimanfaatkan untuk 
mewujudkan perdamaian di Aceh, dengan mempertimbangkan perlunya gencatan 
senjata (ceasefire).

Keinginan Presiden SBY untuk mencapai perdamaian permanen adalah sesuatu yang 
mulia. Namun hal itu tentu tidak mungkin dicapai dalam waktu singkat. Apalagi 
tanpa gencatan senjata, sebuah tahapan penting untuk menghasilkan perdamaian 
permanen. Mengingat perundingan babak ketiga belum memutuskan soal gencatan 
senjata, maka perlu diambil langkah minimum. Minimal, petinggi militer kedua 
pihak bisa menahan diri dengan menghindari pernyataan-pernyataan keras yang 
tidak perlu. Mungkin dengan cara ini, tidak akan terjadi komplikasi di lapangan 
yang bisa menodai perundingan.

Kedua, faktor kepemimpinan GAM di lapangan. Kesulitan untuk mengakhiri konflik 
internal bersenjata di suatu negara juga dipengaruhi faktor kepemimpinan 
kelompok yang memberontak. Keberadaan pemimpin pemberontak di luar negeri kerap 
menyulitkan kendali dan kontrol atas kelompok bersenjatanya. Tidak terkecuali 
faktor kepemimpinan pemerintah dalam mengontrol kekuatan militernya. Dinamika 
dalam upaya penyelesaian konflik Aceh selama ini menunjukkan pentingnya 
faktor-faktor tersebut. Lihat saja pengalaman pelaksanaan Jeda Kemanusiaan 
(2000-2001) dan pelaksanaan Kesepakatan Penghentian Permusuhan (2002-2003). 
Faktor efektivitas kepemimpinan kedua pihak dalam membangun pengkondisian 
situasi lapangan yang kondusif, amat menentukan.

Ketiga, pemenuhan kebebasan sipil. Sampai perundingan babak ketiga, masyarakat 
sipil Aceh ternyata belum juga dilibatkan dalam perundingan. Bahkan bukan hanya 
tidak dilibatkan tapi juga dibatasi ruang geraknya. Contoh kasus terakhir 
adalah dilarangnya pertemuan masyarakat sipil Aceh untuk rekonstruksi Aceh di 
Takengon (14-16 Februari 2005) dan lokakarya masyarakat sipil Aceh mengenai 
trauma pasca gempa dan bencana tsunami di Medan (13-15 April 2005). Membangun 
proses perdamaian yang genuine membutuhkan peran mereka yang selama ini 
menanggung krisis Aceh karena konflik bersenjata dan (kini) bencana alam.

Agar keterlibatannya tidak instan seperti pengalaman terdahulu, perlu ada 
kesempatan yang cukup untuk berembug mengenai perundingan maupun bagaimana Aceh 
ke depan dibangun, khususnya pasca tsunami. Kondisi-kondisi yang membatasi 
kebebasan sipil sebagai akibat pemberlakuan status darurat sudah saatnya 
diakhiri. Dengan situasi yang bebas restriksi maka urun rembug semacam ini bisa 
berhasil.

Uraian di atas hanyalah beberapa catatan yang perlu dipertimbangkan untuk 
mendukung keberhasilan perundingan. Tidak ada jalan pintas menuju perdamaian, 
kecuali terus berunding secara demokratis. Dengan semangat itulah mungkin, 
perundingan dari Helsinki ke Helsinki akan kian membuka jalan menuju Aceh yang 
lebih baik.

Usman Hamid Koordinator KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak 
Kekerasan)


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke