http://www.suaramerdeka.com/harian/0505/03/opi4.htm

Pemimpin yang Kaya 
Oleh: Aminullah Yunus
Di tengah gelombang perubahan politik nasional, ada dua peristiwa penting yang 
mengerucut pada fokus yang sama. Pertama, regenerasi kepemimpinan partai 
politik yang jatuh pada tangan-tangan pengusaha, seperti M Jusuf Kalla di 
Partai Golkar atau Soetrisno Bachir di Partai Amanat Nasional. Kedua, proses 
seleksi internal partai politik untuk menentukan calon-calon kepala daerah juga 
banyak jatuh kepada para pengusaha. Tampaknya, warna politik nasional mendatang 
akan diwarnai oleh para pengusaha sebab mereka yang akan banyak menentukan 
kebijakan politik nasional.

Bukan itu saja, masuknya pengusaha ke dalam arena politik juga terlihat dalam 
daftar-daftar calon legislatif yang berlaga dalam putaran pemilu beberapa waktu 
yang lalu. Sebagian dari mereka kini telah benar-benar menjadi anggota 
legislatif. Bahkan, di kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dikenal 
dengan sebutan Kabinet Indonesia Bersatu juga banyak diisi oleh kalangan 
pengusaha, seperti Aburizal Bakrie dan kawan-kawan.

Secara simplistik, fenomena tersebut menggambarkan sebuah perubahan politik 
menuju sebuah sistem yang sangat terbuka dan memungkinkan siapa saja mengambil 
peranan di dalamnya. Jika selama ini partai-partai hanya membuka ruang bagi 
kader-kadernya sendiri, dengan keterbukaan ini, benar-benar telah mendorong 
terjadinya partisipasi yang sangat tinggi bagi masyarakat umum untuk mengambil 
bagian di dalamnya, tak terkecuali bagi para pengusaha. Namun demikian, karena 
kejadiannya dalam skala yang sangat luas (perebutan ketua partai, calon 
legislatif dan calon kepala daerah), maka fenomena tersebut harus ditelaah 
secara serius untuk mendapatkan gambaran ke mana arah perubahan politik 
nasional yang sesungguhnya. 

Karena itu, dalam tulisan ini, ada dua hipotesis yang ingin saya ajukan. 
Pertama, perubahan itu mengindikasikan terjadinya komersialisasi politik. 
Kedua, perubahan itu dilatari oleh ketidakpastian politik kelompok pengusaha 
terhadap bangunan sistem politik nasional, terutama terhadap perilaku para 
politisi itu sendiri.

Komersialisasi Politik

Secara natural, memang domain politik adalah ruang yang sangat terbuka kepada 
siapa saja untuk berkiprah di dalamnya. Sebagai domain terbuka, sektor politik 
tidak hanya diperuntukkan bagi segmen sosial tertentu. Kecuali itu, dalam 
pengertian yang sangat praktis, politik hanya mengenal istilah haram bagi 
mereka yang tercatat sebagai pegawai negeri sipil-selebihnya tidak ada. 
Makanya, dalam ruang politik, semua dapat berkumpul di dalamnya, baik dari 
lapis petani, nelayan, buruh hingga lapisan elite sosial.

Tetapi, peristiwa politik praktis, bukanlah kejadian natural. Kejadian politik 
lahir dari obsesi, pikiran dan ambisi yang direkayasa secara struktural melalui 
mekanisme yang formal. Di sana ada pertarungan energi, kekuatan, dan, pikiran 
dan lain sebagainya. 

Misalnya, seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai ketua partai politik, 
atau menjadi kepala daerah harus melalui mekanisme yang rumit dan tahapan yang 
sangat panjang, seperti pendaftaran, penggalangan dukungan, kampanye dan 
seterusnya. Itu artinya, politik adalah kesengajaan, bukan terjadi secara 
natural.

Jika seorang pengusaha melibatkan diri ke dalam panggung politik, berarti dia 
telah mengambil keputusan itu dengan penuh kesengajaan dan rekayasa ke dalam 
sistem politik formal dengan segala obsesi dan ambisinya.Dengan demikian, yang 
jadi persoalan adalah mengapa pengusaha mau "mengotori" tangannya dengan 
politik praktis, bukankah dunia usaha dan dunia politik merupakan dua hal yang 
berbeda?

Mungkin benar bahwa dunia politik berbeda dengan dunia usaha. Politik adalah 
instrumen formal yang dapat mengantarkan pada posisi dimana seseorang bisa 
memperoleh sumber-sumber otoritatif negara. 

Sementara dunia usaha merupakan sarana kapitalistik yang memungkinkan seseorang 
untuk mendapatkan atau mengumpulkan kapital dalam jumlah tidak terbatas. Jadi, 
secara konsepsional antara keduanya sungguh berbeda jauh.

Jadi, dalam pengertian seperti itu, seharusnya pengusaha berkonsentrasi di 
domain keusahaannya. Sementara para pelaku politik, seharusnya memaksimalkan 
perannya dalam upaya perolehan sumber-sumber otoritatif negara untuk dijalankan 
sebaik-baiknya.

Jika seorang pengusaha telah melibatkan diri ke dalam politik praktis, maka 
sesungguhnya dia telah melakukan dua peran secara bersamaan; antara pengejaran 
otoritatif dan pemburuan kapital. Ini sangat berbahaya sebab efeknya adalah 
terjadinya unifikasi antara aktivitas politik dan kerja-kerja keusahaan. 
Bekerja politik dan bekerja keusahaan sekaligus.

Apa jadinya bila sumber otoritatif negara (politik) bertemu dengan 
sumber-sumber kapital? Tanpa bermaksud purbasangka, bisa jadi otoritas politik 
menjadi instrumen "jalan tol" bagi sebuah proyeksi kapitalistik yang maha 
dahsyat. Atau sebaliknya, menjadikan otoritas politik sebagai bisnis itu 
sendiri. Sungguh fenomena ini sangat sulit diurai. 

Dalam kondisi seperti itu, politik menjadi sangat komersial. Orang mencari 
kekayaan lewat politik, atau politik itu sendiri hanya mampu dibeli oleh 
orang-orang yang sudah sangat kaya. Inilah hipotesis pertama mengapa pimpinan 
partai politik atau tiket kepala daerah jatuh ke tangan pengusaha.

Ketidakpuasan Politik

Hipotesis kedua, sebagai kelanjutan dari hipotesis pertama, karena 
komersialisasi politik maka terjadilah apa yang disebut "politik biaya tinggi" 
(high cost politic). Misalnya, untuk sekadar mendapatkan tiket berlaga dalam 
kontestasi kepala daerah saja, harus menguras sejumlah nominal dana yang sangat 
besar. Ditambah lagi biaya kampanye dan pemenangan yang jauh lebih besar. Maka, 
sudah barang tentu memberatkan para pelaku politik.

Sementara mereka berangkat dengan persediaan logistik (gizi) yang terbatas, 
maka alternatifnya adalah mengkolaborasikan antara kerja-kerja politik dengan 
kepentingan ekonomi kelompok pemodal yang memungkinkan terjadinya mutualisasi 
kepentingan pelaku politik membawa kepentingan ekonomi pemodal, dan pemodal 
menjadi penyantun logistik pelaku-pelaku politik.

Fenomena semacam ini sudah sangat lazim sejak bertahun-tahun sampai sekarang. 
Modus semacam ini, masih menjadi salah satu alternatif yang banyak dilakukan 
oleh para pelaku politik. Maka wajar kalau sering terdengar adanya kaukus 
pemodal yang mengitari politisi-politisi tertentu. Bahkan, di zaman Orde Baru, 
mereka dipelihara dan dibesarkan di sekitar istana untuk bersimbiosis dengan 
politik penguasa.

Tetapi memang tidak semua dari mereka dibesarkan melalui privilese politik 
meskipun pada akhirnya, karena aspek usahanya yang sudah stabil dan luas 
mengharuskan dirinya berinteraksi secara politis dengan pemegang otoritatif 
negara (politisi). 

Sudah bisa diduga, interaksi itu membebani pengusaha sebab politisi mempunyai 
kecenderungan dilayani, bukan melayani. Makanya kemudian muncul istilah palak, 
sogok dan pelicin, sebuah terminologi bentuk-bentuk pelayanan bagi politisi, 
dimana seorang pengusaha haraus menyetorkan sejumlah "upeti" bagi aktivitas 
para politisi.

Dengan demikian, sangat mungkin kehadiran para pengusaha ke dalam arena politik 
dilatari oleh perlawanan terhadap kultur politik yang selalu cenderung dilayani 
tersebut. Jika benar demikian, fenomena kehadiran mereka di pentas politik akan 
sangat bermakna bagi perubahan politik mendatang agar lebih independen dan 
mandiri. (11)

-Aminullah Yunus, Ketua Umum Badko HMI Jateng


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke