Refleksi : Apa komentar pembaca?

http://www.mediaindonesia.com/read/2010/06/06/150245/88/14/Pendidikan_tidak_Kenal_Eksklusif_Berdasarkan_Kekayaan


Mendiknas:
Pendidikan tidak Kenal Eksklusif Berdasarkan Kekayaan 
Minggu, 20 Juni 2010 13:57 WIB      
Penulis : Bagus Suryo


MALANG--MI: Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menyatakan di 
dunia pendidikan tidak boleh ada eksklusif yang didasarkan pada kekayaan 
terkait rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI). 

"Tetapi kalau eksklusivitas atas dasar kemampuan akademik itu boleh," kata 
Mendiknas menjawab pertanyaan Media Indonesia soal RSBI usai melantik Rektor 
Universitas Brawijaya Yogi Sugito periode 2010-2014 di Kota Malang, Jawa Timur, 
Sabtu (19/6). 

Itu sebabnya untuk mengetahui apakah RSBI sekarang sudah berjalan dengan baik 
atau justru eksklusif didasarkan pada kekayaan dan status sosial orang tua 
siswa, maka pemerintah akan melakukan evaluasi. Empat parameter untuk 
mengevaluasi RSBI, antara lain, akuntabilitas, capaian akademik, proses 
rekrutmen, dan melihat persyaratan sumber daya manusia, dan sarana prasarana. 

"Proses rekrutmen RSBI akan dilihat apakah menerapkan persyaratan akademik atau 
justru rekrutmen berdasarkan yang kaya diterima sedangkan yang miskin tidak 
diterima," tegasnya. Ia menegaskan, RSBI harus dilanjutkan karena amanah 
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. 

Pasal 50 ayat 3 UU itu menyebutkan pemerintah dan pemerintah daerah 
sekurang-kurangnya atau paling tidak menyelenggarakan jenjang pendidikan 
berstandar internasional. "Bila tidak dilaksanakan, maka pemerintah dianggap 
salah," ujarnya. 

Ia menegaskan siswa dari keluarga miskin mendapatkan kesempatan yang sama untuk 
masuk RSBI dengan catatan berprestasi.Pada kesempatan itu Mendiknas 
mengomentari penggunaan istilah kasta baru di dunia pendidikan yang kerap 
digunakan akhir-akhir ini terkait RSBI. 

"Kasta adalah perbedaan yang didasarkan pada prinsip primordial. Tetapi kalau 
perbedaan atas dasar prestasi, apa itu kasta? Kita sering menggunakan kata yang 
tidak tepat," ujarnya. 

Pantauan pengaduan masyarakat terkait pendaftaran siswa baru (PSB) yang 
dilakukan Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) hingga saat ini sudah ada 
tujuh pengaduan. Empat pengaduan di antaranya terkait RSBI. 

Terdapat dua orang tua siswa mengaku minder ketika akan mendaftarkan anaknya 
masuk RSBI. Alasannya biaya pendidikan sekolah itu mahal. Warga Kecamatan Sukun 
dan Blimbing itu bekerja sebagai buruh pabrik. Karenanya, orang tua dari siswa 
berprestasi dengan nilai ujian nasional hampir mendekati 37,00 itu mengaku 
tidak sanggup membayar mahalnya SPP RSBI Rp250 ribu per bulan dan Sumbangan 
Biaya Penunjang Pendidikan (SBPP) Rp5 juta. 

"Kedua warga yang mengadu itu mengatakan tidak punya uang bila disuruh membayar 
sebanyak itu. Akhirnya mereka memutuskan tidak mendaftarkan anaknya di RSBI," 
kata Koordinator Badan Pekerja Malang Corruption Watch Zia Ulhaq. 

MCW dalam waktu dekat ini akan mengupayakan orang tua siswa dari keluarga 
miskin agar mendapatkan kemudahan dalam membayar sekolah anaknya. Salah satu 
cara yang akan ditempuh adalah menyurati pihak sekolah terkait hal itu dan 
mendampingi orang tua saat daftar ulang di sekolah. (BN/OL-5) 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke