Refleksi : Penipuan bisnis obat adalah cermin dari para petinggi negara yang sering menipu rakyat.
http://www.harianterbit.com/artikel/rubrik/artikel.php?aid=88529 Penipuan bisnis obat menggila Tanggal : 02 Mar 2010 Sumber : Harian Terbit JAKARTA - Pasien di rumah sakit banyak yang mengeluhkan mahalnya harga obat, bahkan harus menebus dalam jumlah yang banyak. Hal ini diduga akibat adanya permainan bonus menggiurkan yang diberikan oleh perusahaan farmasi kepada tenaga medis (dokter) dan pihak rumah sakit. Pemerintah seharusnya membenahi permainan ini. "Bisnis obat antara oknum dokter dan perusahaan farmasi yang menyebabkan peresepan obat generik bagi pasien sangat minim. Bahkan, akibat praktek tersebut sering kali obat yang diberikan tidak rasional atau melebihi standar pemberian obat," kata Ketua Yayasan Perlindungan Kesehatan Konsumen Indonesia (YPKKI) Dr Marius Widjajarta dihubungi Harian Terbit, Selasa(2/1). Marius mengaku pernah melakukan survei di 31 provinsi yang menggunakan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) pada periode tahun 2009. Dari hasil survey, ditemukan praktek penipuan bisnis obat baik yang terang-terangan maupun terselubung. Yang terang-terangan, katanya, memang masih menggunakan modus lama yakni kerja sama antara oknum dokter atau rumah sakit dengan perusahaan farmasi. Sedangkan, yang bahaya adalah praktek yang terselubung yakni, menggunakan obat generik namun di ubah bentuk menjadi puyer dan harga yang ditawarkan menggunakan harga obat merek dagang. "Obatnya generik, tapi identitas obat diubah dan dihilangkan dengan cara merubah obat tersebut berbentuk puyer, sehingga keuntungannya berlipat ganda," ungkapnya. Dia mengungkapkan, akibat praktek kolusi tersebut harga obat menjadi tinggi khususnya pada obat bermerek atau bernama dagang. Tingginya harga obat bisa mencapai 200 kali lipat dari Harga Eceran Tetingi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah. "Seharusnya pasien bisa mendapatkan obat yang murah dan bermutu sama yakni obat generik. Dengan praktek kolusi tersebut beban pasien bertambah besar. Pasien bukan hanya terbebani oleh biaya rawat yang tinggi, tapi terbebani dengan harga obat yang mencekik," ujarnya. Sementara itu, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengakui bahwa obat generik merupakan masalah yang cukup rumit, sehingga untuk mengatasinya harus diselesaikan secara bersama-sama dengan organisasi profesi, industri dan masyarakat. "Kemenkes tak bisa bekerja sendiri, karenanya akan melakukan kerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia, GP Farmasi dan Organisasi masyarakat," kata menkes usai meresmikan laboratorium nasional penelitian penyakit infeksi dengan tingkat keamanan tinggi (Bio Safety Level-3/BSL3) di Jakarta, Senin (1/3). Dia mengungkapkan, ada berbagai macam alasan dokter jika ditanya mengapa meresepkan obat bukan obat generik, salah satunya karena tidak tersedianya obat generik di tempat dokter tersebut praktek. Namun, jelasnya, antara peresepan dan ketersediaan obat generik seperti fenomena telur dan ayam, jika obat generik tidak diresepkan maka ketersediaannya juga tidak ada. Tapi, jika tidak ada, sudah jelas tidak akan diresepkan.( [Non-text portions of this message have been removed]