Refleksi: Ayo, ayo silahkan terus bertarung dan bertaring! 
     

http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=14555

2010-03-15 
Pertarungan Tiada Akhir Kasus Century


Oleh: Refly Harun

Pengamat Hukum Tata Negara Centre for Electoral Reform (Cetro)

Mereka yang berharap kasus Century segera selesai pascakemenangan opsi C di 
Sidang Paripurna DPR, 3 Maret lalu, bisa jadi akan kecewa. Target mengungkap 
kebenaran mengenai tergerusnya uang negara senilai Rp 6,7 triliun, sekaligus 
menghukum pejabat-pejabat yang terlibat, bisa jadi sekadar kotbah pemanis kaum 
politisi di parlemen. Fakta yang sesungguhnya, mereka tidak ingin kasus ini 
selesai. Kalau bisa, Centurygate dipelihara selama mungkin, hingga pengadilan 
rakyat pada Pemilu 2014. Saya mencatat setidaknya ada lima motivasi atau 
imajinasi terkait kasus Century dari kaum politisi. Pertama, bagi sebagian, 
Centurygate adalah inisiasi politisi baru masuk ke gelanggang politik Tanah 
Air. Jumlah mereka sangat banyak, yaitu 70 persen dari 560 orang. 


Dengan coverage media yang luar biasa selama prosesi investigasi oleh Pansus 
Hak Angket, beberapa politisi langsung terangkat ke pentas nasional tanpa susah 
payah beriklan. Setiap hari, media-media cetak dan elektronik memberitakan 
secara besar-besaran sepak terjang Pansus. 


Kedua, perang personal (personal battle). Disukai atau tidak, sejak awal, 
satu-dua tokoh partai memiliki target yang sangat personal dalam kasus Century. 
Ada yang berimajinasi Wapres Boediono jatuh sehingga ada slot kosong yang 
diperebutkan, sembari berharap Presiden SBY berbaik hati mengajukan nama mereka 
dari dua nama yang harus diajukan ke MPR bila jabatan wapres kosong. Lebih 
sempit lagi, ada yang hanya berimajinasi agar Sri Mulyani ditendang dari 
kabinet. Target kelompok ini jelas belum tercapai.
Ketiga, menjadikan kasus Century sebagai alat barter kasus lain. Harus 
dipahami, mencuatnya kasus Century jelas sangat merugikan Partai Demokrat dan 
Presiden SBY. Tuduhan publik tertuju pada pemenang Pemilu 2009 itu, bahwa 
kemenangan yang diraih tidak lepas dari "perampokan" dari gelontoran uang 
bailout Century. 


Di saat yang bersamaan, beberapa partai telah terjerumus pada sejumlah kasus. 
PDI-P, misalnya, diguncang kasus suap belasan politisi mereka pada pemilihan 
Deputi Gubernur Senior BI Miranda S Goeltom. Kasus Century, karenanya, akan 
menjadi alat tawar untuk sama-sama saling menutupi borok yang sudah menganga. 
Keempat, delegitimasi pemenang Pemilu 2009, baik Partai Demokrat maupun 
pasangan SBY-Boediono. Bagi kelompok ini, memelihara aroma tak sedap Century 
selama mungkin akan menguntungkan menghadapi pertarungan Pemilu 2014. Untuk 
jangka pendek, aroma Century akan menjadi alat kampanye pada pilkada-pilkada 
2010, yang sedikit banyak pasti akan memberhadapkan kembali kubu pemerintah dan 
oposisi.


Kelima, harus disebutkan pula bahwa masih ada politisi yang berhati nurani, 
yaitu mereka yang ingin melindungi negara ini dari penjarah-penjarah uang 
rakyat dengan cara membongkar skandal Century, sekaligus membawa pelakunya ke 
meja keadilan. Mereka tidak banyak jumlahnya, tetapi pasti ada. 


Di wilayah periferi, kasus Century juga merupakan pertarungan simbolik antara 
dua blok ekonomi, blok sosialis dan blok neolib. Kejatuhan Boediono dan Sri 
Mulyani bisa dimaknai sebagai kejatuhan kelompok neolib dalam tim ekonomi SBY. 
Motif yang belum terselesaikan ini membuat para politisi dan kekuatan politik 
berada pada situasi saling mencekik atau menodongkan pistol, meminjam istilah 
yang pernah dilontarkan pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin. Tak ada yang 
berani menarik pelatuk karena mereka tidak ingin mati sama-sama.

Pertarungan Kekuasaan
Bagi masyarakat yang senantiasa menjadi korban dari pertarungan para elite 
politik, situasi seperti ini tak perlu diratapi. Iwan Fals, dalam salah satu 
lagunya menyatakan, "tak selamanya politik itu kejam".Dengan cara yang 
terbalik, kalimat itu dapat dibaca bahwa memang porsi terbesar dari politik 
adalah kekejaman alias pertarungan para politisi untuk mendapatkan kekuasaan. 
Tidak mengherankan, karena politik itu sendiri adalah "siapa dapat apa dengan 
cara yang bagaimana". Justru konflik elite dapat menjadi blessing in disguise 
(rahmat terselubung). Tanpa persaingan antarelite, publik tak akan tahu bahwa 
ada banyak soal di balik kebijakan bailout Bank Century.


Yang penting pada titik ini, publik terus mengawal dan mengawasi agar 
pertarungan para elite tersebut terus-menerus membuka borok dari luka-luka yang 
telah menahun, yang selama ini tertutupi karena para politisi hidup sejahtera 
dengan gelontoran uang kiri-kanan selama duduk di bangku empuk bernama "wakil 
rakyat". 


Indonesia yang sejahtera di masa depan tidak bisa diserahkan kepada elite yang 
telah berkubang dengan noda uang dan kekuasaan. Di DPR, masih ada 70 persen 
politisi baru yang harus segera mengambil pelajaran agar tidak bermain-main 
lagi dengan praktik menyimpang dari pendahulu-pendahulu mereka. Biarlah yang 
hancur menjadi lebur. Yang baru dan masih bersih itulah yang harus diproteksi. u








[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke