From: kevin wu <kevinw...@yahoo.co.id> Date: Friday, September 3, 2010, 12:27 PM
FORUM ANTI BUDDHA BAR(FABB) PRESS RELEASE Jakarta, 2 September 2010 - TERKAIT KEPUTUSAN HAKIM PN JAKARTA PUSAT- Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa. Puji dan syukur kami panjatkan kepada Sanghyang Adi Buddha –Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia yang telah kita terima sampai dengan hari ini. Di tengah ketidakpercayaan public terhadap aparat hukum di Indonesia saat ini, Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai oleh FX. Jiwo Santoso pada hari Rabu (1/9/2010) serasa membawa angin segar, apalagi keputusannya yang membela kepentingan umat beragama ini dilakukan di bulan Suci Ramadhan. Pemilik PT. Nireta Vista Creative (NVC) Djan Faridz, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta Arie Budiman, selaku Tergugat 1, tergugat 2 dan tergugat 3 diwajibkan memberikan ganti rugi immateril sebesar Rp. 1 miliar kepada umat Buddha karena terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum. Kewajiban tersebut dinyatakan majelis hakim PN Jakarta Pusat saat membacakan keputusan No: 09/PDT.G/2010/PN.JKT-PST pada hari Rabu (1/9/2010), terkait gugatan perdata yang diajukan 61 orang umat Buddha yang mewakili umat Buddha di seluruh Indonesia yang tergabung dalam Forum Anti Buddha Bar (FABB), terhadap PT. NVC (Tergugat I), Gubernur Fauzi Bowo (Tergugat II), dan Disparbud (Tergugat III). Gugatan diajukan karena PT. NVC menggunakan nama Buddha-Bar (BB) untuk usaha hiburan malam yang menggunakan gedung kuno eks imigrasi di Jl. Teuku Umar No. 1, Menteng, Jakarta Pusat. Sementara Gubernur dan Disparbud merupakan pihak yang mengizinkan beroperasinya restoran tersebut dengan mengeluarkan Izin Tetap Usaha Pariwisata (ITUP) No. 3736/2008 untuk hiburan malam tersebut. Dalam amar putusannya, majelis mengatakan, eksepsi ketiga tergugat yang disampaikan dalam persidangan pada April 2010, yang antara lain menyatakan bahwa ke-61 penggugat yang tergabung dalam Forum Anti Buddha Bar (FABB) bukan pihak yang memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan, tidak dapat diterima, karena pasal 36 UU tentang HAM menjamin setiap warga negara untuk menggunakan haknya jika ada hal-hal yang dianggap tak patut dan melanggar kepatutan di sekitarnya. Majelis menilai, dengan menggunakan nama BB, PT. NVC melanggar pasal 1365 KUHPerdata yang melarang warga melanggar UU, hak, kepatutan, menghindari ketidaktelitian dan mengabaikan keharusan dalam pergaulan masyarakat, karena faktanya, penggunaan nama BB meresahkan umat Buddha di Indonesia. "Penggunaan nama Buddha-Bar oleh PT. NVC sejak hiburan malam itu beroperasi pada Desember 2008, juga penggunaan patung, ornamen, dan simbol agama Buddha untuk restoran itu jelas tidak sesuai dengan pasal 1365 KUHPerdata karena bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kepatutan, sehingga dalam hal ini PT. NVC telah melanggar hukum," jelas ketua majelis hakim FX. Jiwo Santoso. Penilaian yang sama juga diberikan kepada Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan Disparbud Arie Budiman, karena majelis mengatakan, tindakan tergugat II dan III tersebut dengan mengeluarkan ITUP, merupakan tindakan yang tidak teliti karena dasar keluarnya surat izin tersebut adalah surat rekomendasi yang dikeluarkan Ketua Forum Komunikasi Umat Buddha (FKUB) Budiman Sudharma. Padahal, di kalangan umat Buddha, organisasi ini tidak diakui. Fauzi Bowo bahkan dianggap tidak proaktif menyikapi dampak penggunaan nama BB, meski sejak Restoran BB beroperasi, umat Buddha telah berkali-kali berdemo, bahkan melapor ke Polda Metro Jaya dan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PUTN). Atas dasar pertimbangan tersebut, majelis mengabulkan enam dari tujuh tuntutan yang diajukan FABB dalam materi gugatannya. Antara lain: 1. Mengabulkan tuntutan Penggugat untuk sebagian. 2. Menyatakan bahwa Tergugat 1 (PT.NVC), Tergugat 2 (Gubernur DKI Jakarta), dan Tergugat 3 (Disparbud DKI Jakarta) telah melakukan perbuatan melawan hukum pada penggugat khususnya dan pada umat Buddha pada umumnya. 3. Memerintahkan Tergugat 1 untuk menganti nama BuddhaBar dan mengeluarkan Simbol-simbol/ornament-ornamen Buddhis di dalam tempat usahanya tersebut. 4. Memerintahkan kepada Tergugat 2 dan Tergugat 3 untuk menutup operasional Buddha-Bar dan mencabut Izin Tetap Usaha Pariwisata (ITUP) No. 3736/2008. 5. Memerintahkan Tergugat 1, Tergugat 2 dan Tergugat 3 untuk membayar kerugian immaterial secara tanggung renteng sebesar Rp 1 Milyar secara tunai dan sekaligus. 6. Menolak Profisi Penggungat yaitu menutup operasional BuddhaBar sebelum adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap 7. Menghukum Tergugat 1, Tergugat 2 dan Tergugat 3 untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng sebesar Rp 416.000,- Tuntutan yang juga ditolak adalah membayar ganti rugi materil sebesar Rp. 500 juta, karena menurut majelis, beroperasinya BB tidak menimbulkan kerugian materi. Namun demikian, majelis sangat mengapresiasi perjuangan umat Buddha dalam menjaga dan melindungi agamanya, karena meski tuntutan ganti rugi materil ditolak, ganti rugi immateril diterima. Yang luar biasa, dalam materi gugatan, para penggugat menuntut ganti rugi imateril Rp 500 juta, dan majelis mengabulkannya menjadi Rp 1 miliar. "Ketersingunggan Umat Buddha dengan berdirinya Buddha Bar tidak ternilai harganya, oleh karena itu Majelis Hakim mengabulkan ganti rugi immaterial sebesar Rp 1 miliar" ujar ketua majelis lagi. Putusan majelis ini kontan membuat umat Buddha yang memenuhi ruang sidang, bersorak gembira. Bahkan ada yang langsung menyanjung majelis. "Hidup hakim, Hidup Hakim!" katanya. Koordinator hukum penggugat dari kantor hukum Kusala Nitisena, F. Sugiyanto Sulaiman, mengaku lega setelah mendengar putusan majelis. "Ini sesuai dengan yang kami inginkan" katanya. Kuasa hukum para tergugat Kurnia Girsang, dkk langsung ngacir meninggalkan ruang sidang begitu majelis menutup persidangan, sehingga wartawan tak dapat meminta tanggapannya. Sejak Restoran BB beroperasi, umat Buddha di seluruh Indonesia, terutama yang bermukim di Jabodetabek, gusar, karena kata Buddha mengandung makna nama “Agama”, Nama “Nabi”, dan nama “Tuhan” dalam Agama Buddha tetapi sungguh ironis disandingkan dengan kata “BAR” yang berkonotasi tempat menjual minuman keras dan tempat mabuk-mabukan. Disamping itu hiburan malam ini juga menyajikan tari-tarian erotis & pertunjukkan porno aksi di depan simbol-simbol serta ornament Agama Buddha dan Hindu. Atas dasar inilah Umat Beragama merasa PT. NVC telah menghina dan menistakan agama di Indonesia, sehingga aksi demo pun digelar untuk menuntut perusahaan itu mengganti nama hiburan malam tersebut serta mengeluarkan symbol-simbol dan ornament agama di dalamnya, atau Gubernur dan DPRD menutup restoran itu. Tuntutan mereka di Dirjen HAKI Departemen Hukum dan HAM bahkan membuat instansi itu mencabut kembali sertifikat merek BB yang telah didaftarkan di situ. Sekitar April 2009, PT. NVC sempat menurunkan papan nama BB dan diganti dengan nama "Batavia Kunskring", namun beberapa hari kemudian papan nama BB dipasang kembali dan beroperasi seperti biasa. Terakhir pada 28 Juli 2010, ketika sekitar 3.000-an umat beragama yang tergabung dalam “Demo Akbar Lintas Agama Tutup Buddha-Bar” kembali berdemontrasi di bunderan Hotel Indonesia (HI), Kedutaan besar Prancis dan Buddha Bar. Guna mencegah hal-hal yang tak diinginkan, Camat Menteng Effri dengan tangan gemetar menandatangani surat penutupan restoran tersebut dengan disaksikan para tokoh-tokoh dan Wakapolres Jakarta Pusat AKBP Andri Wibowo. FABB menyerukan agar semua pihak tidak berlebihan menyikapi pencapaian saat ini karena perjuangan menutup hiburan malam ini belum tuntas karena pihak Gubernur dan Dinas Pariwisata DKI Jakarta belum merealisasikan keputusan pengadilan. Apalagi jika pihak tergugat belum legowo dan memilih naik banding atas keputusan ini. Disamping itu juga pengalaman sebelumnya bahwa kesepakatan dan keputusan yang telah dibuat bahkan Menteri Agama kala itu Bapak Mahtuf Basyumi pun berani mereka dilanggar. Artinya mereka berani melawan hukum dan menghina pemerintah. FABB mengajak seluruh pihak untuk memantau apakah hiburan malam ini akan beroperasi kembali ataukah tidak setelah kesepakatan tgl 28 Juli 2010 dan ditambah dengan keputusan Hakim PN Jakarta Pusat ini. Melalui Press Release ini juga, Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Seluruh Tokoh Masyarakat dan Lintas Agama (Islam, Buddha, Kristen, Katholik, Hindu dan Konfucu), Dirjen HAKI Departemen Kehakiman RI, Dirjen Bimas Buddha Departemen Agama, Organisasi-organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang setia membela perjuangan ini, seluruh umat beragama yang mencintai agamanya dan peduli dengan agama yang lain, serta rekan-rekan wartawan dan media massa yang terus meliput proses perjuangan kami hingga hari ini, juga semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Demikianlah berita ini kami sampaikan, lebih dan kurangnya kami mohon maaf yang sebesarnya. Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta Semoga Semua Mahkluk Hidup Berbahagia Hormat kami, Ttd Kevin Wu Koordinator FABB *** Demikian Press Release ini dibuat, apabila ada pertanyaan atau informasi lainnya silahkan menghubungi Sdr Karya Elly 08566333388 atau Sdr Sukman 085239754268 (Humas FABB) [Non-text portions of this message have been removed]