Pernyataan Sikap Front Perjuangan Rakyat http://fprsatumei.wordpress.com
“Provokasi Politik Murahan Rejim SBY-JK untuk Mengalihkan Isu Kenaikan Harga BBM dan Meredam Kebangkitan Gerakan Massa” Salam Demokrasi! Pada tanggal 1 Juni 2008, terjadi peristiwa kekerasan yang dialami Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang tengah memperingati Hari Kelahiran Pancasila oleh Komando Laskar Islam yang berafiliasi ke Front Pembela Islam (FPI). Buntut dari itu semua, muncul reaksi yang mengarah pada potensi konflik horizontal antar masyarakat—terutama dari kalangan pengikut Nahdiyin—dengan pendukung FPI. Selain itu ada juga tuntutan untuk membubarkan FPI sebagai ormas yang dinilai sering melakukan tindakan anarkis atas nama penegakan ajaran Islam. Sementara persoalan yang menjadi dasar munculnya Insiden Monas yaitu mengenai Pembubaran Ahmadiyah (SKB 3 Menteri) akan diputuskan pemerintah pada akhir Juni ini. Lantas, bagaimana sesungguhnya kita menyikapi perkembangan ini? Benarkah persoalan ini semata-mata menyangkut pembubaran Ahmadiyah dan FPI? Sekedar kecaman atas kekerasan yang tidak tepat dilakukan dalam membangun iklim demokrasi dan pluralisme di Indonesia atau seperti apa? Provokasi Politik untuk Mengalihkan Isu Kenaikan BBM guna Menimbulkan Konflik Meluas di Kalangan Masyarakat Insiden Monas terjadi di tengah berlangsungnya aksi protes masyarakat menuntut pembatalan kenaikan harga BBM yang dilakukan rejim SBY-Kalla. Waktu itu, Istana dan sekitarnya berlangsung aksi protes yang dilakukan oleh massa Front Perjuangan Rakyat (FPR), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembebasan Nasional (FPN). Terlepas dari argumen masing-masing pihak baik AKKBB dan FPI tentang siapa yang saling mendahului hingga terjadinya insiden tersebut, ada hal penting yang perlu kita simak lebih mendalam dari insiden ini. Insiden ini berlangsung di tengah masih gencarnya protes masyarakat menentang kebijakan rejim SBY-JK menaikkan harga BBM. Dalam sekejap, kita bisa melihat bagaimana televisi, media cetak dan media massa lainnya mengupas habis soal insiden ini. Kupasan tentang kenaikan harga BBM dan berbagai soal di seputarnya, perlahan-lahan hanya sekilas muncul dalam pemberitaan media massa. Unsur praktek pembiaran dari pemerintah SBY-JK bisa juga terlihat dari keamanan atas aksi AKKBB yang bisa dinilai tidak seketat dan setanggap dalam pengamanan aksi-aksi massa menolak kenaikan harga BBM. Kesan aparat kepolisian membiarkan itu sangat jelas terlihat betapa leluasanya tindak kekerasan yang kemudian membuat laskar FPI begitu leluasa memukul massa AKKBB. Hal seperti ini bukan pertama kali dilakukan oleh pemerintah, dalam hal-hal konflik yang berpotensi bagi terjadi konflik horizontal antar masyarakat, aparat cenderung berdiam diri dan kemudian seolah-olah seperti “koboi” yang muncul untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi. Pemerintah SBY-JK pun bersikap tarik ulur atas soal-soal yang terkait dengan masalah Insiden Monas mulai dari persoalan pengusutan pelaku (seperti Komandan Laskar Munarman yang tengah menjadi DPO), pembubaran FPI, hingga masalah SKB 3 Menteri. Hingga beberapa soal yang muncul di tengah masyarakat atas dampak kenaikan harga BBM, tidak menjadi perhatian dari masyarakat Selain itu, akibat provokasi murahan dari pemerintah tersebut telah memicu pertentangan yang muncul antara kaum Nahdiyin dan pendukung FPI, dengan demikian akan membuat massa Nahdiyin dan FPI yang secara mayoritas juga terkena imbas dari kenaikan harga BBM saling berkonflik dan bukannya mengarahkan kegelisahannya untuk menentang kebijakan SBY-Kalla yang menaikkan harga BBM dan sangat merugikan bagi rakyat Indonesia. Sayangnya, pemuka-pemuka dari Nahdiyin dan FPI termakan akan provokasi ini murahan dari pemerintah SBY-JK ini. Upaya Rejim SBY-Kalla Meredam Kebangkitan Gerakan Massa Pelajaran lain dari insiden Monas yang bisa kita petik sesungguhnya adalah upaya rejim SBY-Kalla untuk meredam kebangkitan gerakan massa yang sesungguhnya memiliki tendensi bagi bahaya fasisme di Indonesia layaknya masa kekuasaan rejim fasis boneka imperialis Soeharto. Sebagai negeri yang berada di bawah dominasi imperialis pimpinan Amerika Serikat (AS) yang justru telah berkembang menjadi negara fasis yang menggunankan terorisme negara (state terorisme) atas nama misi penyelamatan dunia dari bahaya terorisme, kedudukan pemerintahan atau rejim yang berkuasa juga akan mencerminkan watak dari tuannya tersebut. Dan Insiden Monas semakin menjelaskan hal tersebut Sebagaimana disinggung di atas bahwa kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintahan SBY-Kalla telah mendapatkan protes dan memunculkan kebangkitan gerakan massa yang begitu meluas dari gerakan rakyat di Indonesia, terutama yang dimotori oleh gerakan pemuda-mahasiswa. Selain itu, berbagai organisasi massa dari berbagai kolompok, aliran dan warna politik bermunculan menentang kebijakan yang anti rakyat tersebut. Dalam situasi ini, rejim SBY-Kalla melakukan beberapa upaya meredam kebangkitan gerakan massa tersebut, mulai dari pendiskreditan atas aksi-aksi mahasiswa yang dinilai anarkhis seperti kasus Unas hingga mengumbar propanganda tentang aksi-aksi massa menolak kenaikan harga BBM ditunggangi sejumlah elit politik hingga cara paling halus dengan menyuap rakyat melalu Bantuan Khusus Mahasiswa (BKM) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun upaya-upaya ini sendiri tidak mampu meredam aksi-aksi massa rakyat termasuk mahasiswa untuk membatalkan kenaikan harga BBM. Juga BKM dan BLT yang tidak juga memecahka beban ekonomi rakyat akibat kenaikan harga BBM. Karena gejolak politik ini tidak mampu diredam, SBY-Kalla terlihat panik dan melakukan provokasi politik melalui insiden Monas. Buntut dari itu muncul wacana untuk menertibkan ormas-ormas yang dianggap mengganggu ketertiban umum dan kekuasaan pemerintah yang ada. Dalam titik ini, jika pun pemerintah akhirnya membubarkan FPI, efek dominonya juga pasti akan dirasakan oleh kalangan ormas-ormas lainnya yang karena kebijakan anti rakyat pemerintah SBY-Kalla, tidak ada pilihan lain kecuali melakukan berbagai protes atas kebijakan-kebijakan tersebut. Di sisi lain, karena aksi-aksi massa dianggap bisa memicu timbulnya gangguan bagi ketertiban umum dalam kacamata pemerintah SBY-Kalla, sangat terbuka potensi bagi rejim untuk menindas aksi-aksi massa rakyat yang secara tulus dan mulia memperjuangkan kepentingan rakyat. Intinya, provokasi dari insiden Monas akan memiliki kecendrungan bagi pemberangusan organisasi-organisasi massa progresif dan militan, serta menindas aksi-aksi massa rakyat secara luas. Situasi ini akan semakin menajadi-jadi jika pemerintah tidak tegas dan tarik ulur dalam penyelesaian insiden Monas. Dan ini membuka kembali lembaran kita akan peristiwa seperti Tragedi 27 Juli (Kudatuli) 1996. Artinya, Insiden Monas adalah preseden buruk bagi demokratisasi di Indonesia. Rejim SBY-Kalla adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas ini semua. Dengan demikian juga, gerakan massa di Indonesia perlu mencermati hal ini dengan jeli dan teliti, sehingga juga tidak terprovokasi oleh tindakan rejim SBY-Kalla yang tujuannya adalah untuk meredam kebangkitan gerakan massa secara luas di Indonesia. Rejim SBY-Kalla sesungguhnya tengah mendorong situasi politik ke arah depolitisasi dan deorganisasi untuk menciptakan lautan massa mengambang (floating mass) guna mengamankan kepentingan politik utamanya di tahun 2009 nanti, ketika Pemilu kaum borjuasi berlangsung di negeri ini. Berdasarkan hal tersebut, Front Perjuangan Rakyat (FPR) menyatakan sikapnya : 1. Mengecam Keras Insiden Monas 1 Juni 2008 dan Mendesak Kasus Tersebut Di usut Tuntas 2. Pemerintah SBY-Kalla melalui Kepolisian RI (Polri) adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas terjadinya Insiden Monas 3. Meminta seluruh lapisan masyarakat dan gerakan massa tidak terpancing atas provokasi politik yang bisa berpotensi bagi lahirnya konflik horizontal yang merugikan rakyat sendiri. 4. Terus Perkuat Persatuan di Kalangan Rakyat, utamanya Buruh danTani serta klas/sektor/golongan lainnya (Pemuda, Mahasiswa, Perempuan, Nelayan, Pedagang Kecil, Pegawai Rendahan, Sopir Angkot, dsb) dan Kobarkan Terus Perjuangan Menuntut Pembatalan Kenaikan Harga BBM dan Penurunan Harga Sembako Melawan Rejim Boneka Imperialis AS dan Anti Rakyat SBY-Kalla Demikian Pandangan dan Sikap FPR atas Insiden Monas, 1 Juni 2008. Perkuat Persatuan Buruh dan Tani Bersama Rakyat Tertindas Lainnya Melawan Rejim Anti Rakyat SBY-Kalla! Terima Kasih. Jakarta, 6 Juni 2008 Front Perjuangan Rakyat (FPR) Solidaritas untuk ASKUM Lombok Bebaskan 2 Sopir Angkutan Umum ASKUM Lombok! Berikan Subsidi Bagi Transportasi Angkutan Umum! Batalkan Kenaikan Harga BBM ! Salam Demokrasi! Kenaikan Harga BBM telah membuat gejolak dan keresahan yang semakin menjadi-jadi di tengah himpitan kehidupan ekonomi yang semakin akut. Itu pula yang dialami oleh Sopir angkutan Umum di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Belum lama ini (29/5) 2 (dua) orang anggota Asosiasi Sopir Angkuta Umum (ASKUM) Lombok ditahan Polres Lombok Timur sebagai buntut dari aksi sopir angkutan umum mendesak pemerintah dan dinas perhubungan setempat untuk memberikan subsidi BBM dan suku cadang bagi transportasi angkutan umum, penyesuaian tariff angkutan umum dan masalah trayek bis. Aksi sopir angkutan umum yang terabung dalam ASKUM Lombok ini juga sejak awal menuntut penolakan kenaikan harga BBM sebelum harga BBM dinaikkan pada 24 Mei 2008, karena kenaikan harga BBM bisa membawa beban yang lebih berat bagi sopir angkutan umum. Bahkan setelah harga BBM dinaikkan, tidak ada upaya lebih konkret dari pemerintah SBY-JK hingga pemerintah NTB menyangkut tuntutan sopir angkutan umum, karena jika harga dinaikkan semena-mena bisa berdampak pada sepinnya pemina angkutan umum, sementara beban seperti setoran dan onderdil semakin meningkat. Penangkapan yang terjadi terhadap 2 (dua) sopir angkutan umum yang terlibat dalam aksi ASKUM yang dituding melakukan perusakan atas bis angkutan AKDP non ekonomis sesungguhnya adalah upaya pemerintah setempat untuk meredam perjuangan massa sopir angkutan umum di Lombok. Jika kita melihat lebih jauh kenapa gejolak di kalangan Sopir angkutan umum saat ini meluas, tidak lain karena ulah pemerintah SBY-Kalla sendiri yang menetapkan kenaikan harga BBM dengan dalih mahalnya harga minyak dunia. Toh saat ini pun ketika harga minyak dunia berada di bawah level 125 dollar AS/barrel, pemerintah pun tidak ada niat menurunkan harga BBM. Sehingga sekali lagi, dalih dengan alasan kenaikan harga BBM dunia hanya bualan politik rejim SBY-Kalla yang tujuannya sesungguhnya untuk melayani kepentigan kaum imperialis dan antek-anteknya di dalam negeri yang memonopoli sumber-sumber migas di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, Front Perjuangan Rakyat (FPR) menyatakan sikap : 1. Menuntut Pembebasan 2 (dua) Sopir Angkutan Umum ASKUM Lombok yang ditahan Polres Lombok Timur 2. Berikan Subsidi Bagi Transportasi Kendaraan Umum 3. Batalkan Kenaikan Harga BBM 4. Turunkan Harga Barang Kebutuhan Pokok Rakyat Demikian Pernyataan sikap ini kami buat. Perkuat Persatuan Buruh dan Tani Beserta Rakyat Tertindas Indonesia Lainnya, Melawan Rejim Anti Rakyat SBY-Kalla. Maju Terus Perjuangan Massa Rakyat Indonesia Melawan Imperialisme, Feodalisme dan Kapitlaisme Birokrat! Jakarta, 6 Juni 2008 Front Perjuangan Rakyat (FPR)