Hari minggu kemarin saya kerja bakti membersihkan got.
Ada sekitar 10 karung berisi pasir got yang berwarna
hitam yang diangkat agar got tidak macet.

Nah harusnya pasir got yang kotor itu yang diekspor ke
Singapura. Bukan pasir laut yang putih dan cantik yang
menenggelamkan pulau-pulau kecil di Riau akibat
pasirnya dihabisi oleh "Eksportir Pasir Laut".

"Ekspor Pasir Laut" ini mengurangi luas wilayah
Indonesia. Oleh karena itu selain harus dilarang,
pelaku ("Eksportir pasir laut) yang nekat sebaiknya
dipidana dengan tuduhan mengurangi luas wilayah
Indonesia (kalau tak ada pasalnya buat saja yang
baru...:).

Salam
--- Oyot Kelopo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

>   Keran Pasir Ditutup Singapura Kalang Kabut
>   Adu kuat perundingan perbatasan antara Indonesia
> dan Singapura berimbas ke urusan pasir. Tidak cukup
> dengan melarang ekspor pasir laut hampir empat tahun
> lalu, Pemerintah Indonesia akhirnya menutup sama
> sekali keran ekspor pasir darat. Beleid itu tertuang
> dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
> 02/M-DAG/PER/1/ 2007 tentang Larangan Ekspor Pasir,
> Tanah, dan Top Soil. Sasaran tembaknya tak lain
> Singapura, yang lahap mengonsumsi pasir dari
> Kepulauan Riau.
>   Tentu saja, beleid itu menyengat Himpunan
> Pengusaha Eksportir Pasir Kepulauan Riau (Hipepari).
> Ficky Z.Z., Ketua Hipepari, menyayangkan dan
> menanggap urusan pasir mestinya tak dikait-kaitkan
> dengan perang urat saraf Indonesia-Singapura. "Saya
> yakin, pelarangan ekspor pasir darat ini menjadi
> komoditas politik untuk menekan Singapura agar mau
> berunding soal perbatasan," ujarnya.
>   Kecurigaan Ficky tidak mengada-ada. Ia merujuk
> pada pertemuan tingkat menteri di Kantor Menteri
> Koordinator Bidang Hukum, Politik, dan Keamanan
> (Menko Polhukam), 18 Januari lalu. Rapat yang
> berlangsung alot itu dihadiri para menteri dan
> pejabat setingkat menteri di bidang polkam, seperti
> Panglima TNI, Jaksa Agung, Kepala Badan Intelijen
> Negara, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri,
> Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta
> menteri lain bidang ekonomi. "Soal pasir kok sampai
> dikerubuti sekian banyak menteri," kata Ficky.
>   Menurut sumber Gatra di Departemen Luar Negeri,
> pertemuan khusus itu diwarnai perdebatan seru.
> Intinya, bagaimana menekan Singapura agar duduk satu
> meja dengan Indonesia untuk membicarakan garis
> perbatasan. Para menteri di jajaran polkam dan ekuin
> lantas sepakat melarang ekspor semua jenis tambang
> golongan C, termasuk granit dan bauksit.
>   Namun Menteri Perdagangan Mari Pangestu dan
> Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro berbeda pandangan.
> Mereka tak setuju jika granit dan bauksit ikut
> di-"verboden"-kan. Perbedaan pandangan itu membuat
> tuan rumah, Menko Polhukam Widodo AS lantas
> menawarkan voting, meski akhirnya jalan kompromi
> pula yang disepakati.
>   Maka, keluarlah keputusan itu: melarang ekspor
> pasir, tanah, dan top soil. Untuk bahan tambang
> golongan C lain, seperti granit dan bauksit, masih
> boleh "lolos" dengan verifikasi. Alasan resminya,
> kerusakan pulau-pulau yang sudah tak terampunkan.
>   Kegusaran para pejabat Jakarta itu mudah dipahami.
> Sudah lebih dari 30 tahun negeri jiran itu menguruk
> laut hingga daratannya mekar secara fantastis, dari
> 490 kilometer persegi jadi 699 kilometer persegi.
> Proyek reklamasi yang dulu memang di "halaman"
> Singapura sendiri: di daratan utamanya, di belakang
> pulau-pulau kecil miliknya. Dengan demikian,
> reklamasi itu tak mengancam garis perbatasan laut.
>   Belakangan, reklamasi dilakukan di wilayah Jurong,
> sisi barat daya Singapura. Di situ, beberapa pulau
> kecil dibikin nyambung jadi satu. Perairan dangkal
> juga diuruk. Padahal, kawasan ini langsung
> berhadapan dengan wilayah perairan Indonesia.
> Daratan baru itu akan menggeser garis perbatasan.
> Wilayah perairan RI akan menyempit. Begitu
> kondisinya. Celakanya, pasir yang digunakan menguruk
> Jurong itu diboyong pula dari tanah Indonesia.
>   Pasir dijadikan alat politik? Menteri Luar Negeri
> Nur Hassan Wirajuda, ketika ditanya Gatra, usai
> menghadiri sidang kabinet Selasa lalu, menolak
> sinyalemen tersebut. "Pulau-pulau itu keadaannya
> sudah amat parah," ujarnya. Menurut dia, ekosistem
> pulau-pulau kecil yang digali pasirnya demi proyek
> reklamasi di Singapura itu sudah hancur lebur. Jadi,
> katanya, tak betul bahwa pasir dipolitisasi.
>   Apa pun alasannya, Jakarta sepertinya sengaja
> menggebrak Singapura. Tidak saja untuk mempercepat
> perundingan soal garis perbatasan, melainkan juga
> menyangkut perjanjian ekstradisi. Seperti disinyalir
> harian Jakarta Post, 16 Februari lalu, yang mengutip
> pernyataan Dirjen Asia Timur, Pasifik, dan Afrika,
> Primo A. Joelianto, bahwa pelarangan ekspor pasir
> adalah cara menekan Singapura terkait ekstradisi dan
> beberapa negosiasi yang masih terkatung-katung.
>   Beleid Jakarta itu membuat Singapura meradang.
> Menteri Luar Negeri Singapura, George Yeoh, percaya
> bahwa pelarangan ekspor pasir itu terkait dengan
> politik. "Jika pendekatan Departemen Luar Negeri RI
> seperti itu, berarti tak sesuai alasan resminya yang
> mengacu pada perlindungan lingkungan," ujarnya,
> seperti dirilis Kedutaan Singapura untuk Indonesia.
>   Bisa dimaklumi jika Singapura jengkel. Terhentinya
> ekspor pasir ke Singapura membuat perusahaan
> konstruksi di negeri itu kelojotan. Bukan saja
> proyek reklamasi mandek, pembangunan gedung-gedung
> tinggi juga bisa terhenti.
>   Lee Miew, importir pasir di Singapura, mengakui
> bahwa kualitas pasir Indonesia lebih baik ketimbang
> pasir dari negara lain. "Selain itu, jarak
> pengangkutannya cukup dekat," kata Lee, yang
> menjabat sebagai General Manager Group Resources
> Management Pte Ltd. Namun tidak berarti importir
> pasir Singapura mati langkah. "Vietnam, Kamboja, dan
> Cina berpotensi menjadi pemasok pasir bagi kami,"
> tutur General Manager Join Ages Contruction Pte Ltd,
> Singapura, John Ang.
>   Kedua pengusaha jiran yang ditemui Gatra di
> Singapura itu mengakui, harga pasir darat naik
> hampir tiga kali lipat pasca-pelarangan ekspor.
> Namun mereka bergeming, harga terbaik untuk pasir
> darat dari Indonesia adalah S$ 10 per meter kubik.
> "Jangan dibandingkan dengan negara lain seperti
> Cina, misalnya, karena jaraknya lebih jauh," kata
> John. Pasir dari Cina dihargai sekitar S$ 30 per
> meter kubik.
>   Meski begitu, John tetap mau membuka pintu jika
> pihak Indonesia memberi harga S$25 hingga S$ 30 per
> meter kubik. "Apabila dibutuhkan, ya, kami mau
> beli," John menegaskan. Untuk membuka tambang pasir,
> mereka berani mengguyurkan modal ke pengusaha lokal
> hingga S$ 1 juta. Setiap lahan seluas 15 hektare,
> menurut John, cukup untuk eksplorasi selama dua
> hingga tiga tahun. Dengan ditutupnya keran ekspor
> pasir darat Indonesia, John mengaku rugi besar.
>   Namun John menilai, Pemerintah Indonesia sendiri
> mengalami dua kerugian akibat terhentinya
> penambangan pasir itu. Pertama, tidak ada uang masuk
> ke Indonesia. Kedua, tenaga kerja di bidang
> pertambangan banyak yang menganggur. Tentu pihak
> yang paling dirugikan akibat beleid Jakarta itu
> adalah para pengusaha pasir lokal. Dari penelusuran
> Gatra di lapangan, setelah regulasi pelarangan
> ekspor pasir darat diluncurkan, 22 Januari lalu,
> beberapa perusahaan pertambangan pasir menjadi
> kolaps.
>   Di Pulau Moro, misalnya, tak tampak lagi deru
> buldoser mengeruk pasir. Tak ada lagi lalu lalang
> para pekerja pasir di pulau yang kini gundul bin
> botak akibat digerus eskavator itu. Cuma satu-dua
> truk tampak hilir mudik mengangkut pasir yang siap
> disaring menjadi pasir halus. "Dalam waktu dekat,
> ke-42 pekerja yang kami miliki akan di-PHK," ujar S.
> Siregar, mewakili PT Syabas Riau Sakti, satu dari
> tiga perusahaan pasir yang beroperasi di pulau kecil
> di wilayah Kabupaten Karimun itu.
>   Menurut Regar, begitu ia biasa disapa, pemerintah
> hanya melihat penambangan itu dari satu sisi. "Pusat
> menutup mata bahwa ini pekerjaan utama masyarakat
> Moro," kata pria 45 tahun itu. Faktanya, katanya,
> 90% warga Moro yang berjumlah 15.000-an bekerja di
> tambang pasir.
>   Regar mengklaim, usaha pasir telah mengubah
> kehidupan warga Moro, yang mayoritas berpendidikan
> rendah, menjadi lebih baik. Mereka beralih dari
> profesi nelayan menjadi pekerja tambang. Itu pula
> yang dikatakan Ahmad Yani, Direktur PT Citra Karimun
> Aditya. Perusahaannya mempekerjakan sekitar 70
> penduduk lokal. PT Citra Karimun Aditya sendiri
> sudah memperoleh izin dari pemerintah setempat untuk
> menggarap 45 hektare lahan di Pulau Moro. Namun
> perusahaan ini baru mengolah 12 hektare.
>   Di mata Yani dan Regar, pemerintah telah
> diskriminatif dalam pelarangan ekspor pasir. "Kalau
> alasannya kerusakan lingkungan, mengapa pertambangan
> granit yang menggunakan dinamit tidak dilarang
> juga," katanya. Untuk granit dan bauksit, pemerintah
> cuma mensyaratkan verifikasi sebelum diekspor.
>   Mereka juga mempertanyakan alasan pemerintah
> dengan merujuk pada kerusakan lingkungan. Yani yang
> sudah 18 tahun berkecimpung di dunia pertambangan
> pasir mengungkapkan, proses penambangan pasir sama
> sekali tidak memakai bahan kimia. "Kami hanya
> menggunakan air untuk menyaringnya," tuturnya.
> Proses reklamasi pun sudah dilakukan perusahaan
> penambang, antara lain dengan menanam akasia dan
> sengon agar bukit bekas tambang tidak tandus.
>   Selain menohok pengusaha, regulasi anyar versi
> Jakarta itu membuat pendapatan beberapa pemerintah
> kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau melorot tajam.
> Pasalnya, setiap meter kubik pasir darat menyumbang
> Rp 10.000 ke kocek pemda. Selain itu, masih ada
> pemasukan berupa pajak eksploitasi Rp 45.000 per
> hektare per tahun dan pajak eksplorasi sebesar Rp
> 25.000 per hektare per tahun. Total jenderal, Pemkab
> Karimun mendulang Rp 3 milyar per tahun dari tambang
> pasir darat.
>   Di sisi lain, menurut Sekretaris Umum Hipepari,
> Syahrul Jamal, pasir Riau masih dihargai murah oleh
> pengusaha Singapura. Kata Syahrul, para pengusaha
> lokal memang tidak punya posisi tawar yang kuat di
> hadapan pembeli di Singapura. Sebab para pembelinya
> juga bertindak sebagai investor. "Para pengusaha
> pasir lokal umumnya tak punya modal kerja," tutur
> Syahrul. Untuk mendirikan usaha pertambangan pasir,
> diperlukan modal Rp 2 milyar hingga Rp 3 milyar.
> Pola yang dianut itu tak ubahnya sistem tengkulak
> yang kerap menjerat leher petani di Jawa.
>   Ditegaskan oleh Syahrul, sejatinya Hipepari
> mendukung pemerintah menghentikan ekspor pasir darat
> ini. "Jika bertujuan untuk melakukan tata niaga, dan
> segala masalah lingkungan diberesi," katanya. Malah,
> sebelum ada pemblokiran ekspor, Hipepari sudah
> menyusun proposal tata niaga pasir yang lebih
> menguntungkan pihak Indonesia. Kabarnya, kini
> Singapura sudah siap menaikkan harga menjadi sekitar
> S$ 24, yang berarti naik tiga kali lipat dari harga
> sebelum larangan ekspor.
>   Menurut Ficky, pihak Hipepari juga tidak keberatan
> menjadi korban politik demi kepentingan negara.
> Hanya saja, "Kok, cuma pengusaha tambang pasir yang
> jadi korban. Padahal, tambang granit dan bauksit
> menyumbang lebih besar untuk reklamasi pantai
> Singapura," ujarnya.
>   Meski menuai kontroversi, toh diplomasi "pasir"
> ala pejabat Indonesia itu jalan terus. Terbukti,
> serangan balik Jakarta ini membuat Singapura kalang
> kabut. Tapi pihak Singapura juga merasa punya kartu
> SEZ (spesial economics zones). Dalam pengembangan
> SEZ yang meliputi Batam, Bintan, dan Karimun,
> Singapura seperti memegang kunci kedatangan
> investor. Negeri jiran ini secara halus
> mengisyaratkan bahwa beleid pasir itu akan membuat
> investor SEZ ragu-ragu.
>   Heru Pamuji dan Bernadetta Febriana
>   [Laporan Khusus, Gatra Nomor 15, Beredar Kamis, 22
> Februari 2007] URL:
> http://www.gatra.com/versi_cetak.php?id=102982 
> 
>               
> ---------------------------------
> Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!


===
Ingin belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits?
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
http://www.media-islam.or.id


 
____________________________________________________________________________________
TV dinner still cooling? 
Check out "Tonight's Picks" on Yahoo! TV.
http://tv.yahoo.com/

Kirim email ke