No. 08/XXXIV/18 - 24 April 2005 Laporan Utama
Sebuah Perangkap untuk Sang Aktivis Mulyana W. Kusumah tertangkap tangan menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan. Tak ingin jadi tersangka sendirian. MULYANA Wira Kusumah meraih telepon genggam dan memencet sejumlah nomor. Saat itu seperti ada yang ingin ia bicarakan kepada anak lelakinya, Guevara Santayana. Mobil dinas Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ditumpanginya melaju tenang menyusuri jalan-jalan Ibu Kota. Malam belum larut benar, Jumat 8 April lalu. Jarum jam belum lagi menunjuk angka delapan. Dari ujung telepon, si anak mendengar suara bapaknya. Mulyana menyampaikan pesan singkat yang tak bakal dilupakan Guevara. "Jaga adik-adik, jaga Teteh, dan Mama. Kamu tulang punggung keluarga sekarang," kata Mulyana sebelum menutup telepon. Setelah itu mobil terus melaju ke tujuan utama: Hotel Ibis. ina Santiyana-anak pertama Mulyana, yang menceritakan percakapan di atas-mengaku ayahnya tak mengatakan apa pun mengenai keperluannya di Hotel Ibis. Tetapi hanya selang beberapa jam kemudian seluruh anggota keluarga tahu apa yang menimpa kepala keluarga mereka di hotel tersebut. Mulyana ditahan dengan tuduhan tertangkap tangan menyuap Khairiansyah Salman, seorang auditor investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dia dituduh melanggar Pasal (1) UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. l l l HOTEL Ibis, Slipi, Jakarta, kamar 609. Sekitar pukul delapan, beberapa aparat KPK menerobos masuk dan menangkap Mulyana yang tengah menemui Khairiansyah. Petugas menemukan uang tunai Rp 50 juta plus empat lembar travelers cheque Bank Mandiri masing-masing senilai Rp 25 juta. Malam itu juga Mulyana dibawa ke kantor KPK untuk diperiksa. Publik gempar. Pria 56 tahun itu selama ini telanjur dikenal sebagai aktivis prodemokrasi. Ia pernah menjadi Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan menjadi pendiri Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Malam itu, rencananya, Mulyana hendak menuntaskan urusan dengan Khairiansyah. Di tangannya tergenggam amplop cokelat yang berisi uang Rp 50 juta plus empat lembar travelers cheque. Dana sejumlah Rp 150 juta itu adalah "setoran" kedua yang akan diserahkannya ke Khairiansyah. Dalam pertemuan sebelumnya Mulyana sudah menyerahkan uang dengan jumlah yang sama. "Dia yang meminta saya datang (ke Hotel Ibis) lewat sms," kata Mulyana. Sumber Tempo di KPK menyebutkan, di dalam kamar Mulyana meminta agar audit BPK bisa "diarahkan". Kepada Tempo, Mulyana berdalih hanya meminta KPK agar memperhatikan dokumen dan fakta dalam menyusun laporan. "Baru dua menit saya menyampaikan hal itu, tiba-tiba aparat KPK datang," kata Mulyana. Sumber di KPK mengungkapkan, dalam kamar itu terdapat dua tempat tidur. Mulyana duduk di salah satu tempat tidur dan Khairiansyah di tempat tidur yang lain. Mulyana menyerahkan uang Rp 50 juta dan empat lembar travelers cheque, yang lalu dijejerkan di atas kasur. Saat itulah penyidik KPK yang sebelumnya sudah bersiaga di kamar 607 menerobos. Tanpa membuang waktu, petugas KPK langsung menggeledah Mulyana. "Ketika ditangkap, dia tenang sekali," kata seorang penyidik KPK. "Bahkan saat badannya digeledah, ia masih sempat minta izin untuk merokok". Mulyana mengaku tak bisa berbuat apa-apa atas aksi mendadak itu. "Uang sudah dijejerkan di tempat tidur oleh Pak Khairiansyah," katanya. Malam itu juga bapak lima anak ini dibawa ke kantor KPK untuk diperiksa. Adapun sopir Mul yang menunggu di tempat parkir tak tahu bosnya sudah dibawa pergi. Ia menunggu hingga larut malam. l l l INI adalah sebuah operasi sangat rahasia. Bahkan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas tak tahu persis detail operasi. Pada malam penangkapan itu ia sedang berada di Trans TV untuk sebuah acara. Mendadak sebuah pesan pendek masuk ke telepon genggamnya. "Kami berangkat, Pak," begitu bunyi pesan itu. Erry hanya tahu anak buahnya sedang memburu Mulyana. "Oke. Selamat berjuang," jawab Erry. Beberapa jam kemudian, telepon Erry kembali bergetar. "Yang bersangkutan sudah di KPK, Pak. Mohon besok diadakan rapat pimpinan khusus." Tak ingin membuang waktu, Erry membalas, "Kenapa tunggu besok, malam ini saja." Pukul 10 malam, rapat penting itu digelar. Penangkapan pada 8 April itu memang klimaks dari serangkaian penyidikan KPK sebelumnya. Sumber di KPK menyebutkan, mereka sudah mengendus akan adanya upaya penyuapan sebulan lalu. Menurut sumber itu, pada 10 Maret, Mulyana mengajak Khairiansyah bertemu di sebuah restoran Jepang, di Hotel Borobudur, Jakarta. Dalam pertemuan itu Mulyana didampingi pelaksana harian Sekjen KPU, Sussongko Suhardjo, dan seorang staf Wakil Sekjen bernama Mubari. Dalam pertemuan itu Mulyana meminta agar hasil audit BPK tidak berdampak negatif pada Panitia Pengadaan Kotak Suara KPU yang dipimpinnya. Mengendus upaya penyogokan, tim KPK bergerak. Sebelum ke Hotel Borobudur, di kemeja Khairiansyah dipasang alat perekam. Dua penyidik KPK semula berencana duduk di restoran yang sama. Tapi, karena khawatir Mulyana memindahkan lokasi pertemuan, mereka memilih duduk di lobi. Pertemuan dilakukan pada jam makan siang. "Penyidik KPK sampai kelaparan karena tak sempat makan," kata seorang sumber Tempo. Dalam pertemuan itu disepakati Mulyana akan menyerahkan uang Rp 300 juta sebagai imbalan "mengarahkan" hasil audit investigatif BPK. Hasil "kesepakatan Borobudur" ditindaklanjuti pada 3 April 2005. Pertemuan disepakati dilakukan di Hotel Ibis kamar 709, pukul tujuh malam. Penyidik KPK menyusun persiapan lebih matang. Mereka tidak hanya memasang kamera mini di kancing baju Khairiansyah, tetapi juga memasang satu kamera lain secara tersembunyi di meja kamar. Ketika pertemuan berlangsung, kembali Mulyana meminta agar hasil audit bisa lebih "proporsional". Lalu, bruk..., Mulyana meletakkan sebuah amplop cokelat di atas meja. Di dalam amplop itu tersimpan segepok uang Rp 150 juta dalam pecahan Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu. Penyidik KPK yang bersembunyi tak jauh dari lokasi panik: amplop itu menutup kamera di atas meja. Beruntung, kamera di kancing kemeja Khairiansyah bekerja dengan baik. Sumber Tempo mengatakan, dalam pertemuan itu Mulyana menyebut uang yang dia bawa baru setengahnya, dan sisanya akan diserahkan di lain waktu. "Mulyana bahkan menyebut nama anggota KPU lain yang akan minta bantuan Khairiansyah jika proses ini lancar," kata seorang penyidik KPK. Menurut si sumber, sebenarnya saat itu sudah cukup bukti untuk menangkap Mulyana. Tapi, karena ada ucapan akan memberikan separuh sisanya, penangkapan ditunda. Selain itu, secara teknis KPK punya kendala: tim yang memantau transaksi itu berada terlalu jauh dari kamar. Dikhawatirkan, Mulyana keburu raib sebelum anggota tim datang. Nasib sial Mulyana akhirnya memang terjadi di Hotel Ibis. Dalam pertemuan ketiga kalinya itulah Mulyana dicokok. Penyidik KPK saat itu sudah siap dengan segala risiko. Mereka tak menutup kemungkinan bahwa Mulyana mungkin saja curiga dan menyiapkan jebakan terhadap Khairiansyah. Untuk berjaga-jaga, tiga skenario disiapkan. Skenario terbaik adalah Mulyana tertangkap tangan. Skenario kedua penangkapan batal karena bukti tak cukup. Ini bisa terjadi jika tak ada pernyataan dari Mulyana atau dia tak menyerahkan uang. Skenario terburuk adalah jika ternyata Mulyana dan kelompoknya yang menjebak Khairiansyah. "Kalau ini terjadi, tim penyidik KPK akan keluar, menjelaskan, dan persoalan diakhiri makan malam bersama," kata sumber Tempo itu. Tetapi semua orang tahu, malam itu tidak ada makan bersama, dan Mulyana tertangkap tangan. l l l SUSSONGKO Suhardjo dan Mubari adalah figur penting dalam pertemuan awal Mulyana dengan Khairiansyah. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) terhadap dirinya, Mulyana mengungkapkan kerap berbicara dengan Sussongko seputar audit investigasi yang tengah dilakukan BPK. Mereka khawatir hasil audit BPK bakal menyudutkan KPU. Lalu mereka sepakat untuk menemui Ketua Sub-Tim BPK, Khairiansyah, guna menyampaikan kekhawatiran tersebut. Mereka juga sepakat menyertakan Mubari dalam pertemuan. Alasannya, Mubari mengetahui banyak soal tender pengadaan kotak suara dan piawai bernegosiasi dengan pihak lain. Demikianlah, Sussongko dan Mubari pun terlibat dalam pertemuan di Hotel Borobudur yang menjadi awal dari seluruh kisah ini. Sehari-hari sebagai pelaksana harian Sekretariat Jenderal KPU-menggantikan Safder Yussac yang pensiun Januari lalu-Sussongko Suhardjo bertugas meneken kontrak kerja sama antara KPU dan rekanan. Sussongko pula yang mengeluarkan surat perintah mulai kerja (SPMK) terhadap setiap rekanan KPU. Sussongko adalah pegawai negeri sipil Departemen Dalam Negeri yang dipekerjakan di KPU. Karier Sussongko mulai menanjak sejak ia berada di pos Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD). Dia bahkan sempat menjadi Direktur Bina Pemerintahan, ketika Dirjen PUOD dipimpin Ryaas Rasyid. Menurut Ryaas, Sussongko adalah seorang ahli di bidang teknis. Dia sering ditunjuk menangani berbagai proyek pengadaan barang yang dilakukan pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi keuangannya. Sussongko juga dikenal tegas dalam bernegosiasi dengan rekanan Departemen. Sebagai birokrat, ia juga bertugas mengatur pertemuan dengan tim audit dan birokrasi keuangan lainnya. Ketika Sussongko ditunjuk bertugas di KPU, dia memboyong pula stafnya di Departemen Dalam Negeri, salah satunya Mubari. Pegawai golongan II D ini sudah lama menjadi kepercayaan Sussongko. Karier kepegawaian Mubari menakjubkan. Mulai bekerja di Departemen Dalam Negeri pada awal 1980-an sebagai petugas cleaning service, masa depannya mulai cerah ketika dia diangkat sebagai pegawai negeri pada pertengahan 1980-an. l l l MENDEKAM di balik dinding penjara tak membuat Mulyana berdiam diri. Meski bersesak-sesak mendiami pendapa rumah tahanan bersama 27 tahanan baru lainnya, dia masih menyempatkan menyusun siaran pers mengenai peristiwa yang dialaminya. Analisis itulah yang kemudian dibacakan kedua anaknya, Gina dan Guevara, di depan penjara Salemba, Jumat pekan lalu. Dalam pernyataan empat lembar yang diketik Gina itu, Mulyana berkesimpulan dirinya telah mengalami pemerasan yang berakhir dengan jebakan. "Jebakan dalam bentuk penangkapan yang saya alami sudah dirancang rapi dan merupakan hasil kerja sama KPK, Saudara Khairiansyah, serta kemungkinan oknum staf Sekretaris Jenderal KPU," kata Mulyana. Seluruh proses dari pemerasan hingga jebakan itu diyakininya melalui tujuh tahap, yakni mulai sejak adanya draf laporan audit investigasi yang dinilianya bias, hingga penangkapan (lihat Selaksa Coreng di Wajah KPU). Staf Sekjen KPU dinilainya ikut dalam kongkalikong itu karena semula dialah yang akan menyerahkan uang Rp 300 juta. Tetapi, menjelang hari yang ditentukan, "Secara aneh tiba-tiba (dia) cuti 10 hari," katanya. Menurut Mulyana, Khairiansyah menyatakan hanya ingin berhubungan dengan dirinya. Mulyana tak bersedia menyebut identitas staf Sekjen itu secara gamblang. "Sebut saja dia Pak M," katanya kepada Andari Karina Anom dari Tempo (lihat wawancara dengan Mulyana: "Penawaran Datang dari BPK") Tak sulit menduga, Pak M yang dimaksud adalah Mubari. Sayang, ketika dikonfirmasi wartawan seusai diperiksa KPK pada Jumat pekan lalu, Mubari menyatakan tidak tahu-menahu soal ini. Adapun Sussongko menolak berkomentar. Anggota BPK yang menjadi Ketua Tim Audit KPU, Hasan Bisri, menolak tudingan Mulyana. Dia menjelaskan, dalam audit investigasi, BPK mempunyai banyak metode, termasuk melakukan pengamatan dan pengintaian. Hasan juga membantah bahwa anak buahnya melakukan pemerasan terhadap Mulyana. "Ya, nggak bodohlah. Masa, kita mau memeras?" Senada dengan bosnya, Khairiansyah menegaskan apa yang dilakukannya sesuai dengan aturan baku teknis audit investigasi yang berlaku secara internasional. "Atas dasar petunjuk teknis tersebut, saya berusaha mendapatkan informasi tidak hanya berdasarkan informasi formal, tapi juga informal," katanya. Dalam kaitan dengan audit investigasi yang tengah dilakukannya itulah dia kemudian juga membuka kontak dengan KPK. Menurut dia, audit yang berusaha mengungkap ada tidaknya tindak pidana korupsi itu relevan dengan misi KPK. "Sehingga kami berkonsultasi dengan mereka. KPK sendiri lalu memberikan arahan," katanya. Khairiansyah menegaskan, jalur komunikasi yang dibukanya itu telah dikonsultasikan dengan Hasan Bisri, atasannya. Siaran pers Mulyana ternyata tak hanya mengarah ke para penangkapnya, tetapi juga memberikan petunjuk keterlibatan personel KPU lainnya. Dengan lugas dia menyatakan bahwa seluruh proses yang dialaminya, serta pengambilan keputusan di dalamnya, dibahas secara kolektif di lingkungan KPU. "Sudah pasti bukan keputusan individual," katanya. Mulyana menunjuk kesaksian Hamdani Amin, Ketua Biro Keuangan, ketika diperiksa KPK. Hamdani menyatakan bahwa dana Rp 300 juta dihimpun dari uang pribadi Mulyana dan pribadi lainnya. Selain itu juga diambilkan dari dana taktis KPU. Cerita menarik diungkap salah seorang anggota KPU kepada Tempo. Kepada anggota KPU ini baik Sussongko maupun Mubari bercerita bahwa dana Rp 150 juta pertama yang diserahkan Mulyana pada 3 April berasal dari saweran pejabat Sekretariat Jenderal sebesar Rp 100 juta ditambah Rp 50 juta milik Mulyana sendiri. Yang Rp 150 lagi diambil dari dana taktis. Hamdani berpendapat, secara birokratis Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin mestinya mengetahui perihal bantuan itu. Selama ini Ketua KPU bertugas di bidang supporting system, yang salah satunya adalah soal keuangan KPU. Soal aliran dana di tubuh KPU, baik untuk operasional sekretariat maupun pelaksanaan pemilu, pun juga harus setahu Ketua KPU, Sekjen, dan Kepala Biro Keuangan. "Saya juga menyampaikan kepada pemeriksa bahwa kami selalu bekerja sesuai dengan sistem dan atas setahu atasan," katanya. Ketua KPU Nazaruddin Syamsuddin membantah dirinya dan lembaga KPU ikut saweran dana Rp 300 juta itu. Menurut dia, dana itu berasal dari uang pribadi Mulyana. Ia juga membantah meneken pengeluaran dana taktis untuk kepentingan tersebut. Masih banyak keterangan yang bertentangan. Wakil Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, mengakui fakta itu. Drama ini memang masih berlanjut. Para aktornya saat ini mungkin sedang susah tidur. Tulus Wijanarko, Arif Zulkifli, Widiarsi Agustina, Ramidi, Sukma Lopies, Muhamad Nafi Malam Bergegas di Hotel Ibis 10 Maret 2005 Mulyana bersama Sussongko Suhardjo (Wakil Sekjen KPU) dan Mubari (Staf Sekjen) bertemu Khairiansyah, auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di sebuah restoran Jepang di Hotel Borobudur, Jakarta. Dalam pertemuan itu, baju Khairiansyah dipasangi penyadap audio oleh penyidik KPK. Dua orang penyidik KPK menunggu di lobi hotel sambil mendengarkan percakapan Mulyana dan Khairiansyah. Semula mereka akan duduk di restoran yang sama, tapi pindah ke lobi untuk memudahkan bergerak jika Mulyana memindahkan tempat pertemuan. Dalam pertemuan itu disepakati Mulyana akan menyerahkan uang Rp 300 juta sebagai imbalan untuk "mengarahkan" hasil audit investigatif BPK atas laporan pengadaan kotak suara KPU. 3 April 2005 Mulyana W. Kusumah bertemu Khairiansyah di kamar 709 Hotel Ibis, Slipi, Jakarta. Dua kamera tersembunyi dipasang penyidik KPK: satu di meja, dan yang lain di kancing baju Khairiansyah. Mulyana mengeluarkan amplop warna cokelat berisi uang Rp 150 juta dan meletakkannya di meja. Amplop itu menutupi kamera di atas meja. Penyidik KPK, yang bersembunyi di sebuah tempat tak jauh dari Hotel Ibis, sempat panik karena kehilangan gambar. Beruntung, kamera di kancing Khairiansyah tetap bekerja. 8 April 2005 Sekitar pukul 20.00, Mulyana W. Kusumah kembali bertemu Khairiansyah di kamar 609 Hotel Ibis, Slipi, Jakarta. Terdapat dua tempat tidur di kamar itu: Mulyana duduk di salah satu tempat tidur, dan Khairiansyah di tempat tidur yang lain. Dalam pertemuan itu Mulyana sekali lagi meminta agar hasil audit investigatif terhadap KPU bisa lebih "proporsional". Mulyana menyerahkan uang Rp 50 juta dan empat travelers cheque senilai Rp 100 juta. Uang dan travelers cheque dijejerkan di atas tempat tidur (dalam BAP, Mulyana mengaku meletakkannya di dekat TV). Penyidik KPK, yang sebelumnya bersembunyi di kamar 607, menggerebek kamar 609. Mulyana digeledah dan ditangkap. Selama penggeledahan, ia minta izin untuk merokok. Mulyana dibawa ke kantor KPK. Sopirnya, yang mengantarkan, tak tahu dan menunggu di tempat parkir hingga larut malam. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/