Mengapa Kita Sulit Mengantre ?

Kebiasaan tidak mau antre akan menyebabkan kekacauan. DOK SP

*/Oleh/ Andri Suryadi *

Suatu saat ketika saya ke Singapura. Negara kecil yang terkenal banyak 
aturannya tersebut meninggalkan kesan yang cukup membekas di hati saya. 
Saat itu ada kejadian ketika saya berdiri di depan sebuah mal di sana, 
bersebelahan dengan tempat antre taksi. Saya kemudian mendapat teguran 
dari satpam di sana mengapa saya tidak mengantre di tempat yang disediakan.

Saya jawab bahwa saya hanya menunggu teman di tempat itu. Satpam 
tersebut kemudian menyarankan saya untuk menunggu di dalam saja karena 
keberadaan saya di sana akan mengganggu calon penumpang yang akan naik 
taksi. Apabila mengingat kejadian tersebut saya menjadi berpikir mungkin 
itulah penyebab mengapa negara Singapura terkenal disiplinnya. Mereka 
memberlakukan aturan dengan jelas.

Hal ini membuat jaminan bagi penduduknya untuk mendapatkan sesuatu 
dengan kepastian yang tinggi. Sedangkan di Indonesia terkadang sudah 
mengikuti aturan yang benar pun sulit bagi kita mendapatkan kepastian 
akan hak kita. Pernah saya mendengar cerita teman yang mengantar anaknya 
untuk bertemu artis cilik idola. Saat habis pementasan si artis cilik 
meminta penontonnya untuk berbaris karena akan diberikan balon.

Anak teman saya yang berada di urutan agak depan langsung mengantre 
untuk mendapatkan balon tersebut. Tapi apa mau dikata, ternyata penonton 
yang di belakang tidak sabar dan merangsek sampai ke depan.

Mereka bahkan langsung naik ke panggung untuk mendapatkan balon yang 
diberikan. Hasilnya yang antre dengan tertib malahan tidak mendapatkan 
balon dan membuat anak teman saya bertanya mengapa ia yang sudah 
mengikuti aturan mengantre malah tidak mendapatkan balon itu.

Teman saya tidak mampu menjawab dan akhirnya membujuk anaknya dengan 
membelikan balon sendiri. Kalau anda lihat lalu lintas di Jakarta, 
jangan harap anda lihat antrean yang rapi kecuali ada polisi.

Sering kali kita lihat di daerah pengatur lampu lalu lintas, motor- 
motor tidak sabar untuk menunggu giliran dan melanggar batas garis 
berhenti, sehingga sebenarnya memba-hayakan kendaraan yang sedang 
berjalan karena posisi mereka sangat ke depan. Apalagi di perempatan 
jalan, hal ini akan mengganggu pengemudi dari arah lain karena sering 
kali mereka, pengendara motor tampak bergerombol seperti pembalap yang 
takut ketingggalan star.

Sering kali saya juga melihat kendaraan di jalan ibukota masuk jalur 
busway, karena tidak tahan mengantre di jalur biasa. Padahal, 
jelas-jelas di sana terdapat larangan untuk masuk ke jalur tersebut. Hal 
ini biasanya terjadi bila tidak terdapat polisi yang mengatur lalu 
lintas. Karena tidak dapat dipungkiri pada beberapa keadaan seperti 
kemacetan yang sangat, polisi kadang memperbolehkan pengendara untuk 
masuk ke jalur busway.

Mengapa hal itu terjadi? Mengapa kita sulit mengantre? Hal ini karena 
sering kali kita hidup dalam ketidakpastian. Sering kali kita dihadapkan 
pada situasi di mana kita berusaha untuk mengikuti aturan yang berlaku 
untuk mendapatkan sesuatu namun akhirnya tidak kesampain untuk 
mendapatkan hal itu. Malahan yang mendapat adalah orang yang tidak 
mengikuti aturan yang telah diberlakukan.

Naif melihat kenyataan bahwa beberapa orang dengan cueknya berkata 
peraturan itu dibuat untuk dilanggar. Bayangkan bagaimana seorang yang 
tinggal di negara hukum bisa berkata demikian?

*Bagaimana Mengatasinya?*

Tentunya kepastian hukum menjadi hal yang sangat penting dalam hal ini. 
Masyrakat Indonesia terkadang sulit mengantre karena adanya kecemasan 
tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. Latar belakang pendidikan juga 
tidak mempengaruhi perilaku mengantre ini. Dalam beberapa kesempatan 
bahkan sering kali saya melihat orang yang mempunyai intelektual tinggi 
juga sering kali melanggar antrean.

Anak-anak kita seharusnya dari kecil dibiasakan untuk mengantre. Ini 
juga harus dimulai dari orangtuanya sendiri. Anak itu adalah peniru 
paling ulung /(the great imitator)/ dari orangtuanya. Maka dalam 
beberapa kesempatan bersama anak contohkanlah kepada mereka untuk 
mengantre sehingga tanpa diminta pun mereka akan melakukan hal yang sama 
di kemudian hari.

Mengapa hal ini menjadi penting? Karena saya pernah melihat bahwa 
terkadang orangtuanya sendiri yang mengajarkan kepada anak untuk tidak 
mengantre. Mirip dengan kasus teman saya di atas, saya pernah melihat 
bahwa pada suatu acara anak-anak, si orangtua malah yang sibuk memotong 
antrean anak-anak hanya untuk mendapatkan hadiah untuk anaknya.

Bayangkan hal demikian dilakukan oleh orang yang seharusnya lebih 
mengerti tentang arti mengantre. Saya pernah menulis dalam surat kabar 
ini bahwa kebanyakan masyarakat Indonesia masih berada dalam tahap 
perkembangan moral awal dari teori Lawrence Kohlberg.

Pada fase ini individu hanya akan mengikuti aturan moral bila dia 
mendapatkan penghargaan atau untuk menghindari hukuman. Dan pada fase 
ini maka pengawasan seseorang akan sangat diperlukan karena bila hal itu 
tidak ada maka kekacauan yang akan terjadi. Hal ini tergambar dari pola 
pengendara kendaraan di Indonesia. Kebanyakan hanya mengikuti aturan 
bila ada pengawas yang dalam hal ini adalah polisi. Bila tidak hasilnya 
adalah kekacauan yang berujung pada kemacetan yang tiada akhir.

Sebab itu, diperlukan suatu upaya kesadaran diri dari semua elemen 
masyarakat untuk belajar disiplin. Hal ini dapat dimulai dari masa anak 
yang tentunya dimulai dari penerapan disiplin dalam keluarga. Mengapa 
keluarga? Karena keluarga merupakan bagian terkecil dari struktur 
organisasi masyarakat dan tempat pendidikan dasar sebelum anak terjun ke 
masyarakat. Di sinilah individu pertama kali belajar tentang apa itu 
nilai dan moral.

Hal ini juga harus didukung oleh kebiasaan dan keteguhan orangtua dalam 
menerapkan disiplin di rumah. Kalau orangtuanya tidak disiplin jangan 
harapkan mempunyai anak yang disiplin. Tentunya penerapan ini harus 
konsisten dan berlangsung terus menerus karena mengubah suatu perilaku 
yang sudah begitu kuat mengakar dan dilakukan oleh begitu banyak orang 
membutuhkan tenaga yang sangat besar. Kita harus mulai mengubah sejak 
saat ini sehingga pada suatu waktu nanti kita mendapatkan hasilnya.

Janganlah menyerah pada kenyataan yang telah ada. Karena bila tidak kita 
mulai dari sekarang, sampai kapan kita akan pasrah pada kenyataan bahwa 
masyarakat kita sulit mengantre?

Penulis adalah Pengamat Kesehatan Jiwa, Anggota The American 
Psychosomatic Society [EMAIL PROTECTED]

------------------------------------------------------------------------

/Last modified: 5/10/07/

-- 
Diri bodoh bukanlah keadaan yang sangat memalukan jika dibandingkan dengan 
ketidakadaan kemauan untuk belajar.
Benjamin Franklin (Ilmuwan Amerika, 1706-1790)

Kirim email ke