Refleksi: Perjuangan buruh bukan semata-mata mengenai peningkatan upah seperti 
apa yang dikatakan penulis artikel dibawah ini, tetapi juga ditujukan guna 
perbaikan kondisi kerja serta hal-hal lain yang penting untuk perubahan keadaan 
sosial dan ekonomi masyarakat dari buruk menjadi baik, dan yang baik menjadi 
lebih baik lagi.  Bagaimana komentar Anda?

http://www.bangkapos.com/opini.php?action=baca&topik=42&id=930
Kamis, 03 Mei 2007 20:36


Cermin Upah Dalam Islam
oleh: D Hendriyanto 


HARI SELASA 1 Mei 2007, jutaan pekerja (baca:buruh) memperingati Hari Buruh 
Sedunia atau Mayday. Setiap kali memperingati Hari Buruh, yang selalu menjadi 
perjuangan kaum buruh tiada lain adalah peningkatan upah. Para buruh seolah 
tidak bosan-bosanya meminta pemerintah segera memberlakukan upah layak nasional 
yang manusiawi. Bahkan untuk tahun ini para buruh meminta pemerintah 
memberlakukan upah sebesar Rp 3,2 juta per bulan. Selain itu, mereka juga minta 
agar 1 Mei dijadikan hari libur nasional. 

Berbicara upah, tentunya kita sepakat bahwa upah merupakan sumber penghasilan 
guna memenuhi kebutuhan diri si pekerja maupun keluarganya serta cerminan 
kepuasan kerja. Sementara bagi pengusaha melihat upah sebagai bagian dari biaya 
produksi, sehingga harus dioptimalkan penggunaannya dalam meningkatkan 
produktivitas dan etos kerja. 

Sementara pemerintah melihat upah, di satu pihak, untuk tetap dapat menjamin 
terpenuhinya kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, meningkatkan 
produktivitas pekerja dan meningkatkan daya beli masyarakat. Di lain pihak, 
untuk mendorong kemajuan dan daya saing usaha. 

Dalam konvensi ILO No 100 digunakan istilah resmi remuneration yakni semua 
pengeluaran biaya oleh perusahaan untuk membayar jasa tenaga kerja baik itu 
gaji/upah, tunjangan, fasilitas, insentif dll. Demikian sudut pandang tentang 
upah yang masing-masing pihak mempunyai argumentasinya. 

Setiap memperingati Hari Buruh 1 Mei, upah menjadi isu perburuhan yang terus 
diperdebatkan oleh Serikat Buruh. Sebelumnya penentuan upah menjadi hegemoni 
pemerintah Orde Baru. Namun sejak lahirnya kebijakan Otonomi Daerah (UU No 22 
Tahun 1999), perumusan upah yang semula dilakukan oleh Dewan Penelitian 
Pengupahan Nasional (DPPN) dan Dewan Penelitian Pengupahan Daerah (DPPD) 
diambil alih oleh pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota. 

Institusi pengupahan provinsi dan institusi pengupahan kabupaten/kota merupakan 
bentuk perwujudan pelimpahan kewenangan perumusan dan penetapan upah tersebut. 
Selain konteks Otonomi Daerah, konteks kebebasan berserikat (UU No 21 Tahun 
2000) pun memberikan lebih banyak ruang partisipasi kepada Serikat Buruh di 
tingkat kabupaten/kota untuk terlibat dalam proses perumusan upah. 

Namun sayangnya, meski persoalan pengupahan ini telah diserahkan kepada daerah, 
problematika ketenagakerjaan/perburuhan sepanjang masa belum juga selesai, dari 
masalah perlindungan, pengupahan, kesejahteraan, perselisihan hubungan 
industrial, pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan. 

Kondisi ini lebih diakibatkan oleh kelemahan pemerintah secara sistemik dalam 
mengimplementasikan undang-undang ketenagekerjaan, bahkan cenderung ada 
penyimpangan, hal lain masalah koordinasi dan kinerja antar lembaga pemerintah 
belum optimal dan masih sangat memprihatinkan. 

Upah Konsep Islam 

Upah menurut pengertian Barat terkait dengan pemberian imbalan kepada pekerja 
tidak tetap, atau tenaga buruh lepas, seperti upah buruh lepas di perkebunan 
kelapa sawit, upah pekerja bangunan yang dibayar mingguan atau bahkan harian. 
Sedangkan gaji menurut pengertian Barat terkait dengan imbalan uang (finansial) 
yang diterima oleh karyawan atau pekerja tetap dan dibayarkan sebulan sekali. 
Sehingga dalam pengertian barat, Perbedaan gaji dan upah itu terletak pada 
jenis karyawannya (Tetap atau tidak tetap) dan sistem pembayarannya (bulanan 
atau tidak). 

Islam menggariskan upah dan gaji lebih komprehensif dari pada Barat. Allah 
menegaskan tentang imbalan ini dalam Alquran yang artinya sbb: Dan katakanlah : 
"Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan 
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang 
Mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang 
kamu kerjakan." (At Taubah :105). 

Lebih lanjut dalam hadits Rasulullah saw tentang upah yang diriwayatkan oleh 
Abu Dzar bahwa Rasulullah SAW bersabda: Mereka (para budak dan pelayanmu) 
adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang 
siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti 
apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya 
(sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, 
dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu 
mereka (mengerjakannya). (HR. Muslim). 

Lembaga, Organisasi ataupun perusahaan haruslah menerapkan prinsip keadilan 
dalam pengupahan. Konsep adil merupakan ciri-ciri organisasi yang bertaqwa. 
Alquran menegaskan: Berbuat adillah, karena adil itu lebih dekat kepada 
Taqwa".(QS Al-Maidah: 8). 

Sementara itu Nabi Muhammad SAW bersabda: Berikanlah gaji kepada pekerja 
sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa 
yang dikerjakan. (HR Baihaqi) 

Dari ayat Alquran dan hadits riwayat Baihaqi di atas, dapat diketahui bahwa 
prinsip utama pengupahan adalah keadilan yang terletak pada kejelasan aqad 
(transaksi) dan komitmen melakukannya. Aqad dalam perburuhan adalah aqad yang 
terjadi antara pekerja dengan pengusaha. Artinya, sebelum pekerja dipekerjakan, 
harus jelas dahulu bagaimana upah yang akan diterima oleh pekerja. Upah 
tersebut meliputi besarnya upah dan tata cara pembayaran upah. 

Transparansi Upah 

Dalam menjelaskan hadits ini, Syeikh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Pesan Nilai 
dan Moral dalam Perekonomian Islam, menjelaskan sebagai berikut: Sesungguhnya 
seorang pekerja hanya berhak atas upahnya jika ia telah menunaikan pekerjaannya 
dengan semestinya dan sesuai dengan kesepakatan, karena umat Islam terikat 
dengan syarat-syarat antar mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal 
atau menghalalkan yang haram. Namun, jika ia membolos bekerja tanpa alasan yang 
benar atau sengaja menunaikannya dengan tidak semestinya, maka sepatutnya hal 
itu diperhitungkan atasnya (dipotong upahnya) karena setiap hak dibarengi 
dengan kewajiban. Selama ia mendapatkan upah secara penuh, maka kewajibannya 
juga harus dipenuhi. Sepatutnya hal ini dijelaskan secara detail dalam 
"peraturan kerja" yang menjelaskan masing-masing hak dan kewajiban kedua belah 
pihak. 

Bahkan Syeikh Qardhawi mengatakan bahwa bekerja yang baik merupakan kewajiban 
karyawan atas hak upah yang diperolehnya, demikian juga, memberi upah merupakan 
kewajiban perusahaan atas hak hasil kerja karyawan yang diperolehnya. Dalam 
keadaan masa kini, maka aturan-aturan bekerja yang baik itu, dituangkan dalam 
buku Pedoman Kepegawaian yang ada di masing-masing perusahaan. 

Hadits lain yang menjelaskan tentang pembayaran upah ini adalah: Diriwayatkan 
dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Muhammad SAW bahwa beliau bersabda: Allah telah 
berfirman: Ada tiga jenis manusia dimana Aku adalah musuh mereka nanti di hari 
kiamat. Pertama, adalah orang yang membuat komitmen akan memberi atas nama-Ku 
(bersumpah dengan nama-Ku), kemudian ia tidak memenuhinya. Kedua, orang yang 
menjual seorang manusia bebas (bukan budak), lalu memakan uangnya. Ketiga, 
adalah orang yang menyewa seorang upahan dan mempekerjakan dengan penuh, tetapi 
tidak membayar upahnya. (HR Bukhari). 

Hadits-hadits di atas menegaskan tentang waktu pembayaran upah, agar sangat 
diperhatikan. Keterlambatan pembayaran upah, dikategorikan sebagai perbuatan 
zalim dan orang yang tidak membayar upah para pekerjanya termasuk orang yang 
dimusuhi oleh Nabi saw pada hari kiamat. (*)

D Hendriyanto

[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke