http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=122003
Fenomena Komersialisasi Layanan Kesehatan Oleh Oryz Setiawan Kamis, 22 September 2005 Sektor kesehatan yang selama ini sarat dengan aspek humanitarian sebagai salah satu indikator kualitas sumber daya manusia (SDM), ternyata telah mengalami distorsi, menjadi elemen pokok komoditas ekonomi yang menggiurkan. Perubahan status kelembagaan rumah sakit pemerintah yang mengadopsi faktor-faktor ekonomi yang berbasis kapital kian mengukuhkan orientasi pemerintah ke arah neoliberalisme sektor kesehatan. Berdasarkan kajian di beberapa lembaga survei independen -- pasca implementasikan UU Otonomi Daerah dan sistem desentralisasi -- telah terjadi disorientasi pemahaman substansi makna kesehatan. Sektor kesehatan telah menjadi salah satu sektor prospektif yang (ternyata) sangat menggiurkan bagi kontribusi pembangunan daerah melalui pendapatan asli daerah (PAD). Tren tersebut kian menguatkan kekhawatiran para pemerhati kesehatan sejak otonomi daerah diberlakukan. Sektor kesehatan merupakan bagian dari komoditas ekonomi yang mengarah pada eksploitasi hak kesehatan publik. Para pengambil kebijakan daerah belum mampu memahami substansi otonomi daerah yang hanya semata-mata berorientasi pada PAD sebagai penopang aktivitas penggerakan roda pembangunan pemerintahan daerah. Padahal para elite daerah harus mampu belajar menggali potensi, karakteristik lokal dan mengkaji domain mana saja yang harus mendapatkan prioritas proteksi pemerintah daerah, dan segmen mana yang memang dapat dijalankan melalui mekanisme pasar lokal dengan dukungan komponen iklim daerah. Peningkatan sektor kesehatan secara signifikan yang berkorelasi positif dengan peningkatan kualitas kesehatan publik, sistem kesehatan, penyediaan infrastruktur dan pelayanan kesehatan daerah yang bersangkutan berdasarkan pertimbangan karakteristik, jangkauan layanan dan kebutuhan kesehatan lokal, sebenarnya hanya indikator semu. Secara karakteristik parameter pencapaian sektor kesehatan lebih bersifat abstrak dan tidak selalu dinyatakan dengan skala ekonomi dengan basis perhitungan untung-rugi. Sementara indikator keberhasilan secara riil (return of investment) hanya dapat dievaluasi dalam jangka panjang sehingga variabel-variabel penyerta akan memiliki dampak signifikan bila terjadi akumulasi transidental. Kontribusi PAD sektor kesehatan diperoleh dari pos retribusi pelayanan kesehatan rumah sakit umum daerah (RSUD), puskesmas dan deviasi perizinan yang merupakan instrumen kebijakan sektor kesehatan di bidang pelayanan dasar yang memerlukan perhatian khusus. Sebab, sebagian besar publik daerah terutama kalangan bawah merupakan segmen yang paling banyak memanfaatkan layanan tersebut sehingga memerlukan proteksi dalam bentuk kemudahan akses mendapatkan pelayanan kesehatan, tarif layanan yang terjangkau, ketersediaan tenaga medis dan kesehatan serta jalur birokrasi kesehatan yang tak berbelit-belit. Di tengah gejala komersialisasi layanan kesehatan publik yang secara substansi merupakan domain pemerintah termasuk sektor public goods, dunia kesehatan mengalami tekanan akibat kompetisi dan agresivitas invasi sistem industri pelayanan kesehatan pemodal asing. Penggunaan konsep perhitungan ekonomi menjadi rujukan utama ketika subsidi untuk rumah sakit kian terbatas. Struktur pasar yang semakin kompetitif dan implikasi kebijakan desentralisasi pelayanan kesehatan maupun otonomi rumah sakit cenderung mengacu pada bentuk-bentuk persaingan yang tidak sehat. Sementara di tingkat kebijakan internal Depkes sendiri terjadi dikotomi yang mengatur hubungan antara Dinkes dan Rumah Sakit Daerah (RSD). PP No 8 tahun 2003 di satu sisi mengatur pemisahan antara Dinkes dan RSD secara manajerial, di sisi lain menekankan fungsi perizinan oleh Dinkes. Di lain pihak, RSD wajib dipantau aspek mutu pelayanan kesehatan dan fungsinya dalam sistem rujukan. Fenomena merebaknya kasus polio, gizi buruk, flu burung dan demam berdarah adalah refleksi kegagalan kebijakan pemerintah menciptakan sistem kesehatan yang berorientasi pada kepentingan publik dengan mengedepankan aspek promotif-preventif sebagai acuan dasar pengelolaan kesehatan. Otoritas telah dilimpahkan ke kabupaten/kota dalam memberikan layanan kesehatan, penyediaan sarana dan upaya program peningkatkan kualitas kesehatan publik daerah. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, perubahan orientasi institusi kesehatan yang cenderung berorientasi profit dengan basis perhitungan kapital menyebabkan beban berat bagi publik daerah. Oleh sebab itu, pemerintah daerah dituntut mencari terobosan sistem kesehatan termasuk pola pembiayaan yang dapat diakses oleh seluruh publik lokal. Berdasarkan fakta empiris, hampir sebagian besar program kebijakan kesehatan cenderung mengarah pada peningkatan fasilitas fisik seperti pembangunan rumah sakit, puskesmas dan sarana kesehatan lain. Akibatnya, peran fungsi kuratif-rehabilitatif lebih dominan daripada fungsi promotif-preventif yang mengedepankan upaya pemahaman makna kesehatan melalui pendidikan dan penyuluhan sehingga publik mampu meningkatkan derajat kesehatan secara mandiri. Selain itu upaya penyediaan sarana kebutuhan publik (sarana air bersih, penciptaan mutu lingkungan, mengurangi paparan pencemaran udara) memerlukan prioritas karena terkait erat dengan publik secara umum. Komitmen global diwujudkan dalam grand design di tingkat pusat dengan aspek pengelolaan isu-isu aktual kesehatan global dan kasus-kasus yang menjadi pusat kajian organisasi kesehatan internasional (WHO). Di antaranya termasuk ancaman penyakit dengan tingkat virulensi tinggi antar-negara secara cepat dan massal seperti kasus SARS, flu burung, eradikasi polio, efek domino akibat rokok serta seputar problem kesehatan ibu dan anak. Komitmen nasional menuntut pemerintah melakukan gerakan 'membumikan' sektor kesehatan sebagai bagian utama dalam proses pembangunan. Selain merupakan prinsip paradigma sehat dalam penyelenggaraan negara, hal ini merupakan domain negara berdasarkan kebutuhan dan prioritas sistem kesehatan nasional dalam mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2010 melalui berbagai kegiatan, seperti gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) lewat program 3M, program PIN, program penanganan busung lapar dan gizi buruk. Sejauh ini institusi kesehatan lebih berfungsi sebagai 'pemadam kebakaran' untuk menyembuhkan penyakit. Padahal prinsip kesehatan yang utama adalah "mencegah lebih baik daripada mengobati". Semangat ini harus mewarnai setiap aktivitas publik termasuk implementasi setiap kebijakan daerah di sektor kesehatan di tengah keterbatasan keuangan daerah. *** Penulis praktisi kesehatan, aktivis di Pusat Pengkajian [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Life without art & music? Keep the arts alive today at Network for Good! http://us.click.yahoo.com/FXrMlA/dnQLAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/