SUARA KARYA


 ANALISIS EKONOMI
Implikasi Tingginya Harga Minyak
Oleh Umar Juoro
Pengamat Ekonomi 


Rabu, 3 Mei 2006
Harga minyak di pasar dunia mengalami peningkatan lagi mencapai di atas 70 
dolar AS per barel. Tingginya harga minyak ini disebabkan oleh kekhawatiran 
menyangkut pasokan minyak dunia berkaitan dengan ketegangan antara AS dan Iran, 
dan masalah politik di Nigeria dan Venezuela sebagai produsen utama minyak 
dunia. Pada umumnya banyak analis memperkirakan harga minyak tetap tinggi - 
paling tidak sampai dengan akhir tahun. 

Keadaan itu tentu saja memberatkan anggaran negara karena asumsi harga minyak 
dalam APBN 2006 adalah 57 dolar AS per barel. Jika harga minyak tetap tinggi, 
sekitar 70 dolar AS per barel, diperkirakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) 
meningkat dari Rp 54 triliun menjadi sekitar Rp 70 triliun. Itu tentu saja 
membuat pemerintah kesulitan mengatasinya. Jika subsidi tidak ditingkatkan, 
pemerintah harus menaikkan harga BBM yang disubsidi - dan karena itu, tentu, 
sangat membebani masyarakat serta mendorong inflasi. Jika pemerintah 
mempertahankan harga BBM pada tingkatan sekarang ini, subsidi harus ditambah. 
Dari mana sumber dana yang dibutuhkan ini? 

Sebagai anggota OPEC, semestinya Indonesia lebih diuntungkan dengan tingginya 
harga minyak dibanding negara yang bukan produsen minyak. Namun produksi minyak 
Indonesia tidak optimal - akibat rendahnya investasi sebagai dampak 
ketidakpastian dalam peraturan dan kontrak. 

Dengan produksi yang tidak optimal sekalipun Indonesia sebenarnya mendapatkan 
penerimaan yang lebih tinggi dari tingginya harga minyak. Namun di sisi 
pengeluaran untuk subsidi juga terjadi peningkatan yang besar. 

Upaya meningkatkan penerimaan dari tingginya harga minyak tentu saja tidak 
dapat dilakukan dalam jangka pendek. Bahkan kesepakatan antara Pertamina dan 
ExxonMobil untuk mengelola ladang minyak di Blok Cepu kemungkinan baru satu 
sampai dua tahun bisa mulai berproduksi secara berarti. Sedangkan permasalahan 
tingginya harga minyak terutama implikasinya pada subsidi harus dipecahkan 
sekarang juga. 

Gagasan untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi dengan cara rationing 
sebagaimana yang dikemukakan Ketua Bappenas tampaknya menarik dan sederhana. 
Namun dalam perekonomian yang sudah telanjur terbuka, pembatasan konsumsi itu 
akan menimbulkan kekacauan. Dalam perekonomian terbuka, kebijakan yang optimal 
adalah menyesuaikan harga dengan perkembangan di pasar internasional. 

Masalahnya, seberapa besar dan kapan penyesuaian itu dilakukan? Pertimbangan 
lain adalah implikasi terhadap inflasi dan daya beli masyarakat sebagaimana 
kita alami pada saat harga BBM disesuaikan demikian tinggi, Oktober 2005. 

Penyesuaian harga BBM bagaimanapun perlu dilakukan secara bertahap. Pada saat 
ini BBM berupa premium, solar, dan minyak tanah untuk transportasi dan rumah 
tangga masih disubsidi. Sedangkan pemakaian BBM untuk industri dan pertamax 
tidak lagi disubsidi. Penyesuaian harga BBM solar dapat menjadi pilihan pertama 
untuk mengurangi beban subsidi secara bertahap, karena selain beban subsidi 
juga ada alasan berkaitan dengan pencemaran udara. Selanjutnya secara bertahap 
penyesuaian dilakukan untuk premium, dan minyak tanah untuk rumah tangga adalah 
pilihan terakhir. Subsidi untuk minyak tanah adalah yang terbesar. Namun karena 
sensitivitas sosial pengurangannya adalah seminimal mungkin dan sedapat mungkin 
secara perlahan. 

Untuk menunjukkan sensitivitas pemerintah terhadap mobilitas masyarakat 
mempergunakan transportasi, maka subsidi masih dapat diberikan pada angkutan 
umum. Tentu saja secara bertahap pula kualitas pelayanan transportasi publik 
diperbaiki sebagai kompensasi penyesuaian harga BBM untuk transportasi pribadi. 

Karena pengurangan subsidi BBM hanya dapat dilakukan secara bertahap, maka 
pemerintah tetap harus memberikan subsidi tambahan. Namun subsidi tambahan itu 
tidak terlalu besar jika secara bersamaan dilakukan juga penyesuaian harga. 
Ingat, pemerintah masih harus mencari sumber tambahan subsidi terhadap tarif 
dasar listrik (TDL) sekitar Rp 10 triliun sebagai konsekuensi tidak 
dinaikkannya TDL. Kesanggupan pemerintah menanggung kenaikan subsidi BBM 
sebesar Rp 10 triliun saja sudah merupakan beban berat yang harus dicarikan 
sumbernya. Sisa anggaran dan dana yang masih ada di rekening, ditambah 
efisiensi di PLN dan Pertamina, merupakan langkah yang harus ditempuh. 

Dalam jangka menengah, bukan saja optimalisasi produksi minyak dan gas perlu 
dilakukan, tetapi pengembangan energi alternatif juga perlu ditingkatkan. Untuk 
itu pemerintah semestinya tidak sungkan-sungkan memberikan insentif. Dapat 
dikatakan, bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang energi, praktis tidak ada 
insentif berarti sebagaimana masa sebelumnya. Perlu dipertimbangkan bahwa 
sejauh ini pemerintah, baik pusat maupun daerah, kurang dapat mempergunakan 
dana secara optimal sebagaimana diperlihatkan oleh rendahnya pencairan dana 
anggaran. Karena itu, insentif yang diberikan pada perusahaan untuk 
mengembangkan sumber energi, baik konvensional maupun alternatif, kemungkinan 
lebih efektif mendukung langsung kegiatan ekonomi. 

Permintaan terhadap sumber energi di luar BBM, baik konvensional seperti 
batubara dan gas maupun nonkonvensional seperti ethanol, energi bersumber 
matahari dan lain-lain sebenarnya cukup tinggi. Namun pasokan, pembiayaan, dan 
insentif tidak memadai. Padahal ini merupakan peluang besar bagi perkembangan 
ekonomi dan bisnis. Lembaga keuangan, terutama perbankan, semakin terbuka untuk 
menyalurkan kredit bagi pengembangan sumber energi, tentunya dengan tetap 
mempertimbangkan aspek-aspek prudensial perbankan. Sayangnya kebijaksanaan di 
bidang energi dan fiskal kurang mendukung secara langsung. 

Bagitu pula minat investasi demikian tinggi pada bidang energi. Tetapi sekali 
lagi rezim kebijakan energi dan fiskalnya kurang mendukung. Aspek ini yang 
harus kita perbaiki supaya dalam jangka menengah kita tidak selalu dihadapkan 
dengan masalah sulit pengurangan subsidi, tetapi sebaliknya kita sebagai negara 
yang kaya sumber energi diuntungkan oleh tingginya harga minyak atau sumber 
energi lain.*** 

[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke