http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=223926

Rabu, 03 Mei 2006,



In Memoriam Pramudya Ananta Toer


Merdeka, Tak Pernah Merdeka

Oleh Herdi Sahrasad *



Ide-ide dari seluruh penjuru dunia yang ditampung masyarakat modern Indonesia 
menjelang akhir abad 20, meminjam perspektif Pramoedya Ananta Toer, tak mungkin 
dibendung pantulannya oleh kekuasaan yang "enggan" menjadi dewasa. 

Pramudya Ananta Toer, pujangga kesohor dan calon pemenang Nobel kesusastraan 
dari Indonesia, menyampaikan pandangan itu di Manila ketika menerima 
Penghargaan Magsaysay beberapa tahun silam. Sebuah penghargaan yang menimbulkan 
kontroversi. 

Kini Pram sudah tiada. Namun, suaranya mengingatkan kita bahwa sejarah hidupnya 
adalah sejarah manusia yang mengalami penindasan berlapis-lapis. Ironis, 
paradoksal, tragis, dan kontroversial.

Pram, walau berasal dari keluarga pejuang kemerdekaan -dan ia sendiri pun 
pejuang kemerdekaan-, dalam 50 tahun kemerdekaan justru kehilangan kemerdekaan 
pribadi selama 35,5 tahun. Selama 2,5 tahun dirampas Belanda, hampir satu tahun 
dirampas kekuasaan militer semasa Orde Lama, dan 30 tahun semasa Orde Baru, 
antara lain, 10 tahun kerja paksa di Pulau Buru dan 16 tahun sebagai ternak 
juga hanya dengan kode ET, artinya tahanan di luar penjara. 

Sebagai pengarang, sudah tentu Pram berontak terhadap kenyataan itu. Maka dalam 
karya-karyanya, dia mencoba berkisah tentang tahap-tahap tertentu perjalanan 
bangsa ini dan mencoba menjawab: mengapa bangsa ini jadi begini? 

Menurut Pram, Indonesia pascakolonial Belanda dan pendudukan militeristis 
Jepang mengalami perubahan yang kadang sulit dimengerti. Perubahan itu telah 
dialami negara Indonesia sendiri dari Demokrasi Liberal (Demlib) menjadi 
Demokrasi Terpimpin (Dempin), kemudian Demokrasi Pancasila (Dempan). 

Dalam masa demokrasi liberal, negara tetap berdasar Pancasila yang tak banyak 
diacuhkan, dalam masa demokrasi terpimpin, sewaktu Presiden Soekarno dengan 
segala konsekuensinya hendak mandiri dan mengebaskan pengaruh dan keterlibatan 
Perang Dingin para adikuasa, Pancasila lebih banyak dijadikan titik berat. 

Menurut Pram, Soekarno sebagai penggali Pancasila tidak bosan-bosan menerangkan 
bahwa Pancasila di antaranya digali dari San Min Chui Sun Yat Sen, Declaration 
of Independence Amerika Serikat, dan Manifesto Komunis dalam hal keadilan 
sosial. Penulisan sejarah sungguh memerlukan kejujuran dan keterbukaan. 

Semasa demokrasi Pancasila yang ditandai dengan gerakan de-Soekarnoisasi, 
rujukan-rujukan Pancasila bukan saja tidak pernah disebut lagi bahkan pernah 
ada upaya dari seorang sejarawan Orde Baru yang membuat teori (palsu) bahwa 
Pancasila bukan berasal dari Soekarno. Bung Hatta menegaskan kepada kita bahwa 
Soekarno adalah penggali Pancasila. 

Sastra dan Politik

Di bawah kekuasaan Jepang, menurut Pram, ada sastra avant garde yang lahir dan 
terjadi semasa penindasan militerisme Jepang, suatu pemberontakan yang sama 
kerasnya dengan penindasannya. Sosok itu Chairil Anwar dengan sajaknya, Aku, 
menyatakan," Aku binatang jalan/Dari kumpulannya terbuang." 

Pram melihat, Chairil Anwar menolak diperlakukan sebagai "binatang ternak" oleh 
Jepang, yang hanya harus melakukan perintah Jepang dan memisahkan diri dari 
selebihnya. Dia sendirilah yang harus bertanggung jawab atas karyanya. Kempetai 
Jepang menangkap Chairil Anwar (tokoh utama Kesusastraan Angkatan 1945) dan 
menganiayanya. Memang kemudian, dia dibebaskan. 

Ironisnya, masyarakat pembaca yang banyak membaca dan menyukai sajak Aku 
tersebut umumnya tak mengkaitkannya dengan masa pendudukan militeris Jepang 
waktu dia menciptakan sajak itu dengan "luka dan bisa kubawa berlari.". Militer 
Jepang pada waktu itu amat bengis dan fasis. 

Celakanya, fasisme tumbuh di Indonesia sebagai akibat warisan koloni Jepang. 
Dalam hal itu, Chairil berontak terhadap situasi politik di bawah Jepang yang 
membelenggu. Sastra dan politik berimpitan dalam badan dan jiwa Chairil yang 
meradang.

Mungkin ada yang heran mengapa bagi Pram, sastra bertautan erat dengan politik. 
Pram tidak menolak kenyataan itu. Menurut pandangannya, setiap orang dalam 
kehidupan bermasyarakat, apalagi berbangsa, selalu bertautan dengan politik. 
Bahwa seseorang menerima, menolak, bahkan mengukuhi suatu kewarganegaraan 
adalah sikap politik. 

Bahwa seseorang mengibarkan bendera kebangsaannya, itu adalah perbuatan 
politik. Bahwa seseorang membayar pajak, itu adalah pengakuan pada kekuasaan, 
jadi juga berarti ketaatan politik. Juga sastra tidak bisa lepas dari politik 
sejak sastra itu sendiri dilahirkan umat manusia. 

Bagi Pram, selama ada masyarakat manusia dan kekuasaan yang mengatur atau pun 
merusaknya, di situ setiap individu bertautan dengan politik. Dari kalangan 
publik, pernah lahir anggapan bahwa politik adalah kotor, maka sastra harus 
terpisahkan dari politik. 

Memang bisa saja politik kotor di tangan dan dari hati politisi dan penguasa. 
Kalau ada yang kotor, demikian Pram, sudah tentu juga ada yang bersih, tidak 
kotor. Bahwa sastra sebaiknya harus terpisahkan dari politik sebenarnya keluar 
dari pikiran para pengarang yang politiknya adalah "tidak berpolitik". 

Politik sendiri tidak bisa diartikan hanya sebatas kepartaian, ia adalah semua 
aspek yang bersangkutan dengan kekuasaan. Selama masyarakat ada, kekuasaan juga 
ada, tak peduli bagaimana 
eksistensinya, kotor atau bersih. 

Maka tak mengherankan bila bagi Pram, sastra yang "menolak" politik 
sesungguhnya dilahirkan para pengarang (sastrawan) yang telah mapan di pangkuan 
kekuasaan yang berlaku. 

Semoga Allah SWT menerima Pak Pram di sisi-Nya.


Herdi Sahrasad, associate director Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) 
Universitas Paramadina di Jakarta


[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke