MEDIA INDONESIA
Senin, 17 Oktober 2005


Probosutedjo, Pendekar atau Penyuap?
Achmad Ali, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar



MAFIA pengadilan, sejak puluhan tahun memang sudah menjadi rahasia umum, ada 
tetapi tidak nyata. Tetapi belakangan ini, selaras dengan 'angin keterbukaan' 
yang semakin kencang bertiup di Tanah Air.

Maka juga semakin banyak terungkap transaksi suap yang melibatkan aparat yang 
bekerja dalam proses pengadilan, mulai di tingkat penyelidikan hingga ke 
tingkat putusan, melibatkan sosok-sosok polisi, jaksa, panitera, advokat dan 
hakim di sejumlah pengadilan, termasuk sosok hakim agung.

Contohnya kasus Hakim Agung Yahya Harahap dan kawan-kawan yang terungkap berkat 
pengaduan saksi korban, Ending. Kasus ini sempat mencuat, tetapi kemudian 
masyarakat kecewa dengan putusan yang membebaskan mereka.

Ternyata babakan cerita tentang 'mafia pengadilan', bukannya semakin melemah, 
sebaliknya semakin 'dahsyat' dengan babakan paling baru, disebut-sebutnya sang 
Ketua Mahkamah Agung sendiri, Bagir Manan sebagai 'penerima suap' sejumlah Rp5 
miliar dalam perkara tingkat kasasi Probosutedjo, adik tiri mantan Presiden 
Soeharto.

Wallahu a'lam. Konon yang membongkar kasus dugaan suap yang menyebut-nyebut 
keterlibatan ketua lembaga tinggi negara itu adalah Probosutedjo sendiri, yang 
melapor ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Probosutedjo mengaku sudah habis 
tidak kurang Rp16 miliar untuk menyuap sejak tahap pengadilan tingkat pertama 
hingga sekarang.

Ada dua pertanyaan penting di sini. Pertama, mampukah KPK menuntaskan dugaan 
suap ini tanpa diskriminasi? Kedua, bagaimana status Probosutedjo, sebagai 
pelaku suap atau sebagai saksi korban yang menjadi saksi pelapor?

Apa boleh buat, terus terang sebagian masyarakat, mulai meragukan komitmen dan 
kredibilitas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), setelah menyaksikan sendiri 
betapa payahnya dan diskriminatifnya KPK untuk mengungkap kasus dugaan korupsi 
di KPU secara tuntas.

Fenomena KPK yang tampak sekarang, bahwa KPK sudah kembali 'menyanyikan lagu 
aku masih seperti yang dulu', dalam arti, KPK sudah mulai mengikuti gaya 
konvensional institusi penegakan hukum di Indonesia, yaitu kembali sangat 
legalistik-normatif, dan lebih parah lagi KPK sama sekali tidak punya komitmen 
untuk menggunakan kewenangan dahsyatnya secara memadai.

Padahal, KPK dibentuk melalui proses panjang dan mahal, setelah terbentuknya 
pun meraup biaya yang mahal yang semuanya berasal dari dana rakyat, tetapi 
setelah terbentuk, hanya sekali dan awal saja membahagiakan rakyat, yaitu dalam 
kasus Abdullah Puteh, selebihnya kembali mengecewakan. Dalam kasus KPU sangat 
tampak KPK menggunakan standar ganda dan 'keadilan sarang laba-laba' yang hanya 
menjerat 'serangga-serangga kecil yang namanya Hamdani dan cs staf lain', serta 
menjadikan sekadar 'kambing hitam penanggung jawab' sang Ketua KPU, Nazaruddin 
Sjamsuddin. Selebihnya, anggota KPU lain terkesan 'terlindungi', entah oleh KPK 
sendiri, entah oleh suatu 'kekuatan lain' di luar KPK .

Berangkat dari komitmen seperempat hati KPK dalam pengusutan kasus dugaan 
korupsi di KPU, maka apa boleh buat, menurut pendapat dan prediksi saya, kasus 
dugaan suap dalam perkara tingkat kasasi Probosutedjo, juga akan bernasib sama 
dengan kasus KPU. Akan ada tindakan-tindakan pelemahan, dan bukannya penguatan 
komitmen pemberantasan korupsi. Tidak percaya! Disilakan wait and see!

Sama payahnya dengan Komisi Judisial, alih-alih serius mengusut dugaan suap 
yang konon melibatkan para hakim agung itu, malah menyarankan kepada Ketua MA 
untuk mengadukan ke polisi sebagai tindakan pencemaran nama baik dan fitnah 
kepada mantan staf MA yang memberikan kesaksian tentang penyuapan itu. Terlepas 
dari benar tidaknya penyuapan, mestinya Komisi Judisial tidak menempatkan diri 
sebagai 'pengacara'.

Meskipun saya akui Presiden SBY sangat serius berharap agar korupsi dapat 
diberantas, tetapi selain kinerja Jaksa Agung yang lemah dalam pemberantasan 
korupsi, maka yang lebih membuat saya sangat khawatir, jangan-jangan apa yang 
dilakukan KPK sekarang ini, mirip dengan apa yang dilakukan Soeharto di masa 
berkuasanya.
***

Dalam buku karya RE Elson, Soeharto, Sebuah Biografi Politik, mengungkap banyak 
hal yang baru tentang Soeharto dan pemerintahannya. Menurut Elson, sikap 
Soeharto terhadap korupsi yang dilakukan oleh kroni-kroni dan keluarganya 
ketika itu (hlm 373) adalah hanya sekadar bermain-main seolah-olah ingin 
memberantas korupsi, tetapi ''...dimaksudkan bukan untuk menyelesaikan masalah 
korupsi itu sendiri, melainkan lebih merupakan upaya untuk meredam kerugian 
politik yang diakibatkan oleh pembeberan-pembeberan korupsi tingkat tinggi 
tersebut.''

Fenomena ini sangat cocok dengan apa yang pernah dikemukakan oleh pakar tentang 
korupsi dari Malaysia, SH Alatas, bahwa di negara-negara berkembang, 
undang-undang dan lembaga antikorupsi dibuat sekadar untuk melindungi para 
koruptor, yaitu mempersulit pembuktian terjadinya korupsi.

Apakah KPK berwenang memeriksa seorang Ketua Mahkamah Agung dan Hakim Agung? 
Jawabannya 'Berwenang penuh!' Berdasarkan UU No 30/2002 Pasal 11 yang 
menentukan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 
huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, 
penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang: (a) melibatkan aparat 
penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan 
tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau 
penyelenggara negara; (b) mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; 
dan/atau (c) menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu 
miliar rupiah).

Berdasarkan pasal 12 undang-undang tersebut, KPK juga berwenang memerintahkan 
pemberhentian sementara tersangka dari jabatannya.

Andai KPK memang serius mengusut tuntas dugaan suap yang menyebut-nyebut 
keterlibatan sang Ketua Mahkamah Agung, bagaimana status Probosutedjo khusus 
dalam kasus dugaan suap itu? Pilihan status Probosutedjo itu, menurut saya, 
sepenuhnya tergantung pada penilaian KPK.

Pertama sekali harus diselidiki, apakah Probosutedjo sebagai pelaku penyuapan 
yang terpaksa dalam keadaan terpojok melapor sekadar dengan niat sekadar demi 
kepentingan dirinya sendiri, atau karena memang berniat untuk membantu KPK 
mengungkap praktik 'mafia pengadilan' yang sudah berakar di tubuh institusi 
penegakan hukum tertinggi di Republik ini?

Jika KPK menilai yang pertama yang terjadi, tentunya status Probosutedjo akan 
bertambah, dari terpidana kasus korupsi menjadi juga tersangka kasus penyuapan; 
sebaliknya jika KPK berkesimpulan yang kedua yang terjadi, status Probosutedjo 
menjadi 'pendekar pemberantas mafia pengadilan', yang tidak mustahil oleh KPK 
diberi perlindungan sebagai saksi pelapor dalam kasus dugaan suap, tetapi tidak 
bisa memengaruhi perkara korupsinya di tingkat kasasi.

Namun demikian, saya berpendapat laporan Probosutedjo ke KPK lebih memenuhi 
yang pertama. Alasan Probosutedjo kenapa tidak dari dulu ia melapor karena 
belum ada KPK waktu itu, adalah tidak dapat diterima, karena waktu itu pun ia 
dapat membeberkan ke publik lewat media massa.

Apa pun status Probosutedjo, yang lebih penting lagi bagi bangsa ini, bagaimana 
agar seluruh institusi penegakan hukum termasuk juga KPK dan Tipikor, dapat 
terbebas dari praktik 'mafia pengadilan' yang terasa semakin parah akhir-akhir 
ini, karena sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Hakim Agung USA, Justice 
Hugo Black: There can be no equal justice where the kind of trial a man gets 
depends on the amount of money he has.***

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke