Terimakasih atas penjelasan saudara Juswan.

Saya bukannya emosi tetapi bingung dan nga habis
pikir.

Logikanya bilamana seseorang ingin menutup sebuah
lobang adalah dengan mengambil tanah atau sampah atau
benda dari tempat lain yang bisa digunakan untuk
menutup lobang tersebut. Tetapi oknum fakultas
Psikologi Universitas Indonesia justeu membuat lubang
baru disamping lubang yang pertama dan menggunakan
tanah yang dari hasil menggali lubang yang baru untuk
menutup lubang yang lama, jadi hanya pindah posisi
saja lubangnya tetapi tetap lubang tidak tertutup.

Awalnya khan oknum-oknum berkuasa yang terlibat dalam
pembuatan Memo dalam kasus Sekertariat kemarin
menemukan bahwa tindakan mereka membuat memo yang
seharunya hanya email antara moderator dan members
tetapi karena gegabah / paranoid menjadi sebuah
semacam Surat Resmi fakultas yang melarang
penyebarluasan Kompatiologi karena membuat dosen yang
telah mapan jadi tidak nyaman (berkurang
kenyamanannya). Nah dalam hal ini sudah membuat jadi
resmi adalah salah prosedur penggunaan kalimatnya juga
jelas salah tempat dimana pembaca akan jelas membaca
bahwa dosen-dosen Fak Psikologi Universitas Indonesia
yang terwakili takut kenyamanan posisi/jabatannya
teramcam gara-gara ada ilmu baru Kompatiologi yang
masih seupil. Seperti membunuh nyamuk dengan meriam
saja? Padahal saya tidak meyerang Universitas
Indonesia tetapi dengan adanya ilmu baru Kompatiologi
saja mereka sudah menganggap sebagai serangan.

Nah,lantas  setelah merasa bersalah dan tidak nyaman
atas kesalahan yang dibuat sendiri maka kalau
menghukum teman yaitu si Sekertaris Fakultas khan
tidak enak, maka dibuat isu saja agar Istiani tidak
bisa dapat makan baik di Universitas Indonesia dan di
luar Universitas Indonesia. Isu yang disebarkan oleh
bagian manager SDM adalah bahwa ada dugaan Istiani
memalak mahasiswa, tetapi hal ini disebarkan sebagai
pertanyaan ke bayak dosen agar anggapan benar-benar
memalak terjadi sehingga kasus sebelumnya tidak usah
diusut. Dan agar Istiani cepat keluar mengundurkan
diri dari Universitas indonesia dan tidak bisa
mendapat pekerjaan di Universitas lain

Yang saya kecewa adalah; Hanya sekedar untuk menutupi
kesalahan teman-teman sesama oknum fakultas Psikologi
Universitas Indonesia padahal sebenarnya tidak ada
masalah entah pribadi atau kelembagaan antara Istiani
dengan Kompatiologinya dengan fakultas psikologi
Universitas Indonesia kok ada usaha yang jelas-jelas
ingin memutus rantai makanan Istiani dan orang-orang
yang menjadi tanggungjawabnya. 

Saya saja ketika kemarin ketika melakukan komplain
dengan tulisan berjudul: "Tanggapan Vincent Liong
terhadap kasus Memo dari Sekertaris Fakultas"
http://groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/226
""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
5. Maka dari itu saya meminta dengan sangat agar para
manusia sok benar di fakultas Psikologi tidak
mengulangi kesalahan yang sama. Sebentar saja kita
merasakan sebagai manusia ke-“saya”-an yang menjadi
terukur dan pengukur sekaligus dalam diri sendiri.
Soal dua kasus tsb di atas saya sudah cuek kok, jangan
sampai malah anda-anda masyarakat Psikologi yang
mengintimidasi secara pribadi pihak yg ketahuan
bersalah, seperti kelakukan orang-orang pemilik hak
paten Psikologi terhadap saya dan kesukaan mencaci
maki keluarga bahkan orangtua orang lain tanpa sebab.
Cukup tahu saja siapa-siapa yang main konspirasi, yang
kecewa boleh nulis kritik kelembagaan / birokrasi
saja, tetapi jangan disudutkan / dikambinghitamkan
orangnya secara pribadi, karena toh yang tampak itu
hanya yang dikorbankan, yang bermain konspirasinya
sudah melarikan diri dengan pura-pura tidak tahu. Saya
kahwatir, khan mereka juga orang Psikologi yang
dididik dengan ilmu ke-“anda”-an, yang tidak mampu
menerima dengan ikhlas bilamana disudutkan meski
karena perbuatan sendiri, tetapi mampu menyudutkan
orang lain. Maka itu bila terlalu ditekan bisa
menyimpang spt: butuh diri, dlsb nanti anda-anda kena
karma-nya lho. Kecuali anda merasa tidak pernah
berdosa. Saya yang dirugikan saja nga marah kok,
maklum kalau ada teman yang sedang sakit, ya dimaklumi
dan mendoakan semoga lekas sembuh.
"""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""
Dalam email itu dengan tidak langsung saya masih
berusaha agar jangan gara-gara kasus konyol semacam
ini oknum-oknum yang terlibat kehilangan sumber
nafkahnya yang digunakan untuk membiayai keluarga dan
pihak-pihak dalam tanggungjawabnya. Boleh kita benci
ke orang lain tetapi harus ingat bahwa ada anak-anak
mereka yang tidak membuat kesalahan apapunh kepada
kita.

Nah pihak oknum-oknum fakultas Psikologi UI membalas
niat baik saya dengan niat buruk agar Istiani dan
keluarganya tidak dapat makan lagi dari dunia akademis
tempatnya bekerja dan dari dunia akademis yang lain.
Sungguh kejam anda-anda ini dari bagian manager SDM
(yang salah satu anggota kelompok geng Psikologi
Sosial Universitas Indonesia). Anda harus ingat bahwa
istiani an saya tidak berusaha mengganggu jalurrejeki
keluarga anda. Maka dari itu bilamana anda memang
terbviasa dan merasa wajar melakukan demikian pada
pihak yang bahkan sebenarnya tidak ada urusan apa-apa
dengan anda hanya untuk menutup rasa maklu akibat
kesalahan anda sendiri.

Suatu hari nanti, ketika anda mengalami jalur rejeki
anda terputus karena ulah sendiri atau karena ulah
orang lain semoga saja tidak ada yang membantu anda...

Istiani banyak membantu orang lain dan tidak lupa
untuk memperhatikan bahwa pihak anda pun butuh jalur
rejeki itu, tentu saja akan ada yang bantu dia
bilamana anda terus menjebaknya untuk menggali lubang
baru guna menutup lubang yang lama. Karma itu berjalan
bukan diam.


ttd,
Vincent Liong


--- In [EMAIL PROTECTED], "Juswan"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Sdr. ISF,
>
> Anda benar. VCL telah menemukan dua butir batu
intan, yang satu namanya "komunikasi" dan yang kedua
namanya "empati'.  Batu itu ditunjukkan kepada kami
satu per satu. Lalu kami berkata: "Yuk kita asah batu
ini." Supaya dapat diasah maka batu itu harus
ditunjukkan kepada orang lain yang mampu mengasahnya.
Maka mulailah saya ngecap soal batu itu ke milis. Tiap
hari saya ngecap sehingga akhirnya ada juga yang
termakan isyu kecap nomor satu itu. Tetapi kami juga
melihat bahwa batu itu memang dapat dijadikan permata
kalau benar-benar diasah dengan baik. Audivax mulai
mengasah, Leo mulai mengasah, Bimo mulai mengasah,
Isti mulai mengasah, Priatna mulai mengasah, Rizki
mulai mengasah, Hubertus niat mengasah tetapi masih
sibuk terus, begitulah urutan kejadiannya. Baru diasah
sedikit sudah mulai muncul "kilatan star"-nya dan
menarik perhatian dari sana sini dari kalangan
praktisi tetapi juga dari kalangan akademisi; namun
ada juga yang tidak tertarik karena dianggap batu akik
saja bukan intan berlian. Anehnya, bukan karena
intannya tetapi karena penemunya yang norak. 
Kilahnya, akik saja mau digembar-gemborkan pakai
julukan dan cara bombastis lagi. Harusnya empatik juga
caranya doang. Sang penemu tambah gairah bernafsu kuda
tetapi tidak pernah lupa bahwa yang diketemukannya itu
bukan intan asahan tetapi intan mentah, yang belum
jadi rebutan pasar. Maka dianjurkan kepada semua
supaya cooling down, calm down dengan memposting "Kill
And Destroy Kim Il Sen".  Message utamanya penemu
memang historis dan penting tetapi pengasahannya jauh
lebih penting lagi walaupun secara post mortem
penemunya.
> 
> 
> 
> Tahu-tahu timbul insiden "prasangka buruk" terhadap
kunjungan silaturahim VCL ke Pasca Sarjana FPsi UI dan
diisyukan VCL bakulan ilmu kompatiologi ke dosen-dosen
pasca sarjana. Kalau pun sekiranya iya, lalu emangnya
kenapa?  Masuk menara gading yang tertutup rapat buat
tamu luar? Toh Isti itu theoretician piskometrik
kompatinya VCL, jadi tidak boleh bertemu beliau di
tempat kerja?  Naif sekali !  Ironisnya isyu ini
terjadi justru di Komunitas Psi UI di mana Sang
Bhagawannya juga sedang siap-siap kulakan buku barunya
"Psikologi Prasangka Orang Indonesia".  Rupanya
prasangka ini tidak berhenti hanya dalam hati tetapi
diteruskan dalam move-move nyata sehingga keluarlah
Surat Himbauan urusan milis tetapi pakai Nomor
Registrasi dan Kopt/Amplop resmi Lembaga Pasca Sarjana
F.Psi UI. Belum hal ini selesai tuntas - maka dalam
minggu yang sama - muncul kasus kedua berupa panggilan
oleh SDM untuk klarifiksi isyu baru di Psi UI soal
"pemalakan mahasiswa" yang dilaporkan oleh seorang
"mahasiswa Psi pengecut" yang tidak berani jadi saksi
untuk dikonfrontir bahwa laporannya itu faktual atau
justru fitnah. Prasangka demi prasangka tumbuh subur
di Kampus yang meneliti soal Prasangka Orang
Indonesia. Sekedar suatu koinsidensi ataukah malahan
menjadi suatu Jungian Synchronity? (Orang Psi pasti
tahu APA itu JS, tetapi tetap saja ignoran untuk mampu
menjawab  BAGAIMANA mekanismenya).
> 
>  
> 
> Soal VCL yang menurut Pakar Psikologi pasien sakit
jiwa yang mengidap sindrom ADD, justru oleh penulis
Kompas dan Tempo malah pernah disebut-sebut sebagai
"anak indigo". Dan memang semua ciri anak indigo ada
padanya, walaupun kini ia bukan kanak-kanak lagi.
Tetapi menurut istilah awam sih - dan d kalangan
teman-teman dekat - namanya tetap saja "anak norak",
doekoen sinting, freak person, dan istilah mineur
lainnya. Mau bagaimana lagi?, kalau tidak berkelakuan
aneh-aneh dan semau gue, bukan lagi norak namanya.
Orang norak juga bisa emosi dan marah, apalagi
theoretician utamanya di-dzolimi (hah? :-@ ) lewat
bermacam-macam isyu justru di dalam kalangan yang
kudunya mengharamkan isyu dan prasangka. Teori dan
praktek memang dimana-mana juga berbedalah,  apalagi
antara idealisme menara gading dengan realitas
lapangan.
> 
>  
> 
> Sementara itu theoretician kompatiolog lain-lainnya
tetap saja fokus pada tujuan utama yaitu untuk terus
mengasah batu intan hasil penemuan tak disengaja
pemuda norak abis itu untuk dijadikan batu permata
indah sebagai sumbangsih penghias pada mahkota bagi
ibu pertiwi. Idealis dikit boleh kan bung ISF?  
> 
> 
> 
> Salam,
> 
> Mang Iyus
> 
> 
> 
> 
> ----- Original Message ----- 
> 
> From: isf 
> 
> To: [EMAIL PROTECTED] 
> 
> Sent: Sunday, August 06, 2006 1:55 PM
> 
> Subject: Re: [psikologi_transformatif] SARAN..
Tanggapan Vincent Liong terhadap kasus Memo dari
Sekertaris Fakultas F.Psi. UI.
> 
>  
> 
> Saya mengamati terjadinya kisruh di lingkungan Psy
UI, kalau boleh (pastinya boleh ya, krn tulisan saya
dimuat) saya menyarankan bbrp usulan;
> 
>   1.. Munculnya kompati dg bobot arogan yang kuat
tampak jelas kalau saya amati, pada tulisa Vincent
Liong terdahulu seperti mencoba berdiri sendiri tidak
mau berafiliasi kedalam ilmu yg lain (walau mungkin
sudah berubah, ttp tdk semua orang tahu adanya update
tsb), hal ini akan menjaga jarak dengan mereka yg
tidak tahu ttg Kompati. Hal ini memang wajar kalau
dilihat dari mereka yg bergelut utk memajukan kompati
merasa bahwa mafaat kompati besar sekali utk ilmu
pengetahuan. Tapi begitulah manusia umunya, bahkan utk
berbuat 'baik' pun kita belum tentu diizinkan, Galileo
dibakar pd saat mengemukakan keyakinan bumi bulat,
dlsb. Jadi saya melihat bahwa dinamika yg ada sangat
wajar dan jangan disikapi terlalu emosional. Bukankah
pada saat kita sedang ber'kompati' dengan orang lain
kita menekan emosi (ego) serendah mungkin? krn kompati
tidak akan berjalan bila ada keterlibatan emosional
bukan...!? 
>   2.. Vincent Liong (VL) yg masih berusia belia akan
banyak ditolak oleh komunitas terpelajar masyarakat
pendidikan yang pastinya ber'usia' lebih tua dari VL.
Sebenarnya hal ini dapat diminimalkan apabila VL
melakukan pendekatan yg defensive, dengan
mengedepankan tujuan pengenalan kompati dan
meminimalkan sekali keikutsertaan ego VL (memang sulit
ya, karena VL juga manusia...). Saya melihat beberapa
tulisan yg kuat sekali 'VL' nya, cenderung menyebabkan
banyaknya 'oposan' yg terganggu dg tulisan maupun
statement VL ttg psy maupun kompati. Contoh tulisan
semacam kop surat : Tanggapan Vincent Liong Pendiri /
Penemu Kompatiologi terhadap kasus Memo dari
Sekertaris Fakultas F.Psi.UI. Pada tulisan biru akan
langsung membuat orang bergumam dalam hati "emang
siapa sih lo ???" (kalau gaya anak muda sekarang gitu
kali ya...), dimana hal ini akan menimbulkan kesan yg
kurang baik. Karena saya melihat Mang Iyus, Leo,
Audifax maupun Istiani juga membidani serta mengecap
'rasa' kompatiologi dimana melibatkan emosi dalam
melihat Ilmu ini yg dampaknya menyebabkan ekstasi
dalam mengenalkan ilmu ini kemasyarakat (tentunya dg
persentase berbeda). Walau memang VL boleh memclaim
sbg penemu kompati, tetapi penghormatan terhadap
eksistensi ilmu terdahulu juga mempunyai etika dalam
penyampaiannya, alias cobalah statement tsb dirubah
menjadi "pencetus ide..." atau bahkan tidak ada
penampilam individu, tetapi dirubah menjadi sesuatu yg
bersifat kepemilikan bersama. 
>   3.. Saya melihat disini lebih kepada benturan
antar 'ego' antara pro & kontra Kompatiologi, yg
bergulir sudah bukan pada tempatnya, karena melibatkan
emosi terlalu banyak antara keduanya, sehingga target
utamanya terbengkalai. Bukan kah umumnya kalau kita
ingin menawarkan 'sesuatu' terlebih dulu harus
mengetuk pintu, ramah tamah, baru mengutarakan
'maksud' secara baik2, merendah karena masalah
senioritas walaupun kita meyakini kebenaran/ fungsi
baik ilmu yg kita bawa? Ini masih menyangkut ilmu utk
sebagian kecil umat manusia, pernahkah kita mencontoh
para Nabi yg mencoba menyampaikan kebaikan dengan
kualitas lebih besar, dimana kita tahu sendiri
bagaimana perlakuan masyarakat pada awalnya. Intinya
adalah bagaimana Nabi2 itu menyampaikan dengan cara /
pendekatan yang membuang jauh emosi dalam
penyampaiaanya, kenapa kita tidak mengikuti gaya
mereka?. 
>   4.. Kompatiologi adalah ilmu yg memang sudah ada
sejak dahulu, dimana berhasil dikemas oleh VL menjadi
"ilmu Pengetahuan" (menurut metode barat, yg saya
bicarakan disini), dimana keberhasilan lebih kepada VL
mengetahui tatacara dan prosedur yg mengarah kepada
supaya di"terima" oleh ilmu pengetahuan. Pendekatan
Kompatiologi lebih kepada hasil, prosesnya sendiri
bukan pada benda yg nyata, tetapi lebih kepada emosi,
fikiran, alam bawah sadar, yg lebih mengarah kepada
spiritulitas. Saya yakin anda-anda yg praktisi Reiki
Yoga, maupun Spiritualis lainnya (Bung Anwar Haryono,
Anattagotama, Odjo lali, Satugoo, Bumisp sampai dg
Hendrik Bakrie kali ya...) merasa mampu melakukan
fungsi Kompati, bahkan fase yg lebih lagi. Hal ini
mengingatkan saya saat Permadi SH mengusulkan UU anti
Santet, dimana Permadi berusaha meyakinkan masyarakat
bahwa hal tersebut bisa diterapkan secara baku, dan
penjelasan analogi pun sudah dirumuskan, kenyataannya
gagal, karena masalah standarisasi., karena ilmu
pengetahuan harus ada standarisasinya, walau
seringkali berubah standarisasinya krn dinamika. 
>   5.. Untuk masalah Istiani, mengapa kita tidak
melakukan 'kompati' kepada mereka yg tidak mau
menerima kompati, bukankah kompati dapat dilakukan
tanpa harus berdekatan ?  tentunya aspek2 lain juga
diperhatikan utk suksesi kompati.
>  
> 
> Terus terang saya menulis karena tulisan dari Mang
Iyus "Adalah tugas semua pihak yang tertarik, berminat
terthadap Kompatiologi untuk berkontribusi dan
bersama-sama memperkuat basis tersebut. Juga terhadap
para kritikus - eufemis maupun sarkastis - kami
mengucapkan terima kasih atas kritiknya yang
membangun. kritik yang negatifpun dapat bermanfaat
untuk bahan refleksi tentang kelemahan-kelemahan yang
masih ada. Suatu ilmu bukanlah milik penemunya
melainkan untuk kemashlahatan orang banyak yang akan
memanfaatkannya."
> 
> Saya sendiri tidak mempunyai kepentingan yg cukup
dalam Kompati karena tidak punya latar belakang
Psi/Kedokteran, hanya ekonomi saja, dan setahu saya
Kompatiologi gak bisa didagangkan ya, jadi gak punya
nilai ekonomis... (he he,....).
> 
>  
> 
> Terakhir saya mohon maaf kalau ada yg tdk berkenan
atas pencantuman nama maupun pernyataan yg
menyinggung....
> 
>  
> 
> salam
> 
> isf
>


Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com 


posting : psikologi_net@yahoogroups.com
berhenti menerima email : [EMAIL PROTECTED]
ingin menerima email kembali : [EMAIL PROTECTED]
keluar dari milis : [EMAIL PROTECTED]
----------------------------------------
sharing artikel - kamus - web links-downloads, silakan bergabung di 
http://psikologi.net
---------------------------------------- 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke