Komunikasi Empati ala Vincent Liong : Teori baru?
Kata Pengantar dari Dr. Hubertus Ubur

Munculnya kontroversi seputar Vincent Liong dan
Komunikasi Empati yang diperkenalkannya, menurut saya,
merupakan hal yang wajar. Vincent masih tergolong muda
usianya, masih “ingusan” di bidang ilmiah. Dikatakan
“ingusan” karena ia baru mulai menapaki kehidupan
sebagai mahasiswa psikologi, berarti baru saja
berkenalan dan belum mengenal betul apa yang dimaksud
dengan ilmu umumnya dan psikologi khususnya. Namun
dalam usia dan pengalaman ilmiah seperti itu ia sudah
“berani” mengklaim bahwa ia mempunyai “teori” tentang
Komunikasi Empati yang pendekatannya lain dari apa
yang selama ini dikenal di kalangan psikolog.
Kontroversi makin menjadi oleh karena Vincent belum
menjelaskan dengan baik dalam bahasa ilmiah yang bisa
dipahami ilmuwan lainnya tentang pemikirannya. Bagi
sebagian orang hal ini justru menarik, apalagi ketika
mereka melihat “karya” Vincent yang amat menajubkan.
Bayangkan saja, hanya dengan meraba cover sebuah buku,
asal ia merabanya dengan komunikasi empati ala
Vincent, seseorang bisa “menebak” apa isi buku
tersebut. Bagaimana caranya? Ya, dengan komunikasi
empati ala Vincent Liong itu? Tetapi bagaimana
hubungan antara kegiatan meraba dengan diperolehnya
pengetahuan tentang isi sebuah buku? Entahlah. Namun
bagi sebagian orang, kegiatan seperti merupakan sesuau
yang tidak masuk akal. Kehadiran orang dan kegiatan
seperti itu justru “menyebalkan”. Kesebalan yang
ditimbulkan makin bertambah manakala melihat ulah
Vincent sendiri dalam pergaulan maupun dalam
kesehariannya sebagai mahasiswa. 

Saya pernah ditanyai bagaimana sikap saya terhadap
fenomena ini? Awalnya saya memandangnya sebagai
sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan seorang
paranormal. Bukankah Vincent sebelumnya oleh media
diperkenalkan sebagai seorang indigo? Orang tegolong
indigo biasanya dianggap mempunyai kemampuan khusus
melebihi kemampuan orang lain pada umumnya, dan
kemampuan itu merupakan “karunia” dan bukan hasil
belajar. Jika orang indigo bisa “melakukan” sesuatu
yang sulit diterangkan secara ilmiah, hal itu memang
“wajar” untuk seorang indigo. Ketika seorang Vincent
bertemu dengan saya untuk pertama kalinya mampu
membantu “menyembuhkan” gejala sakit kepala saya, hal
itu saya terima sebagai sebuah kewajaran menurut
pengertian tadi. 

Akan tetapi lain lagi masalahnya dengan apa yang
diperkenalkannya belakangan ini. Tidak jarang
dikemukakan bahwa Vincent mempunyai “ilmu” baru dengan
metode baru yang disebut dengan Komunikasi Empati ala
Vincent Liong. Metode baru ini “efektif”, bahkan
emansipatif sifatnya. Buat saya, munculnya sebuah
“teori” baru dalam disiplin tertentu bukan merupakan
hal yang aneh, bukan juga hanya sah, melainkan juga
sangat diharapkan. Bahkan ada anggapan bahwa jika
tidak muncul teori baru, itu merupakan pratanda ilmu
akan menjadi mandeg. Saya kebetulan pernah mengenyam
sedikit-sedikit bidang filsafat, teologi dan
sosiologi. Tidak ada di antara ketiganya yang saya
“kuasai” benar-benar. Namun satu hal saya ingat betul
bahwa dalam ketiga bidang tersebut ada berbagai
variasai bahkan pertentangan pandangan. Hal itu tidak
mengakibatkan sebuah “anomi ilmiah” melainkan justru
sebaliknya memperkaya. Dalam teologi, muncul pandangan
mulai dari yang teistik sampai yang ateistik. Dalam
filsafat, muncul berbagai pandangan tentang
macam-macam hal. Obyek filsafat sendiri “segala
sesuatu” berarti past ada banyak pandangan. Mengenai
satu hal pun ada berbagai pandangan, bahkan
bertentangan satu sama lain. Ambil saja contoh bidang
filsafat yang disebut epistemologi. Salah satu
pertanyaannya ialah manakah sumber pengetahuan yang
bisa dipercaya? Atas pertanyaan yang satu ini saya
kenal paling tidak ada empat pandangan. Pertama apa
yang disebut rasionalisme yang mengatakan bahwa
satu-satunya sumber pengetahuan yang valid adalah
rasio. Kedua, empirisme yang mengatakan bahwa
satu-satunya sumber pengetahuan  yang benar adalah
pengalaman (empiri). Ketiga, fenomenalisme (Kant) yang
mengatakan bahwa pengetahuan berasal dari gejala (apa
yang menampakkan diri) namun “benda”nya sendiri tidak
dapat diketahui. Pandangan keempat adalah pandangan
yang mencoba melengkapi apa dikemukakan Kant itu yakni
bahwa “benda” bisa diketahui keseluruhannya melalui
apa yang disebut intuisi (Henry Bergson). 

Bagaimana dengan sosiologi? Di bidang sosiologi pun
ada berbagai variasi pandangan yang saling berlawanan
dan saling mengeritik. Dikenal beberapa paradigma
sosiologi yang pemunculannya kurang lebih mengikuti
tahapan sebagaimana dideskripsikan oleh Thomas Kuhn di
bidang ilmu alam. Paradigma sosiologi fakta sosial
misalnya cukup berperan dalam menjelaskan fenomena
sosial, namun dalam perkembangan lanjutan paradigma
ini terasa tidak mampu menjelaskan seluruh fenomena
sosial yang ada maka muncul krisis paradigmatik yang
kemudian disusul oleh lahirnya paradigma baru yang
disebut paradigma definisi sosial. Dalam “kebersamaan”
berbagai paradigma itu mempunyai daya eksplanatif yang
memadai untuk memahami fenomena sosial yang terjadi.

Apa relevansinya dengan fenomen Vincent Liong? Dengan
berbekalkan pengetahuan dan pengalaman di atas  saya
mencoba melihatnya seperti apa yang terjadi di ketiga
bidang studi di atas. Apakah tidak mungkin bahwa apa
yang disampaikan Vincent akan menjadi semacam teori
baru yang bisa melengkapi berbagai pandangan teoretik
yang sudah ada tentang Komunikasi pada umumnya dan
komunikasi empati pada khususnya? Untuk itu memang
Vincent sendiri perlu menjelaskan pandangannya secara
ilmiah pulaapabila ia mau diakui sebagai seorang
teoritikus. Lebih spesifik, perlu kiranya nampak jelas
perbedaan antara kegiatan seorang paranormal dengan
seorang ilmuwan. Di lain pihak,  harus saya akui bahwa
untuk saat ini saya belum mampu membantu menguraikan
apa persisnya posisi ilmiah seorang Vincent Liong di
bidang ilmiah. Hal ini terjadi karena saya sendiri
tidak mempunyai pengetahuan yang memadai tentang
psikologi komunikasi dan pengetahuan, apalagi jika
berbau neurologi dst. 

Singkatnya, apa yang disampaikan Vincent jangan
cepat-cepat ditolak, tetapi juga juga jangan
cepat-cepat di”adopsi” begitu saja. Alami saja dulu,
ikuti saja wacananya, sambil mencermati sejauh mana
ini sudah merupakan sesuatu yang dapat dikatakan
ilmiah atau masih dalam taraf pra-ilmiah atau bahkan
non-ilmiah. 

Jakarta, Senin, 3 Juli 2006


Dr. Hubertus Ubur 

Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Yahoo! Groups gets a make over. See the new email design.
http://us.click.yahoo.com/XISQkA/lOaOAA/yQLSAA/wf.olB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

posting : psikologi_net@yahoogroups.com
berhenti menerima email : [EMAIL PROTECTED]
ingin menerima email kembali : [EMAIL PROTECTED]
keluar dari milis : [EMAIL PROTECTED]
----------------------------------------
sharing artikel - kamus - web links-downloads, silakan bergabung di 
http://psikologi.net
---------------------------------------- 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke