Subject asli: Fwd: [beranda] Re: [psiindonesia]
MUKADIMAH : Komunikasi Empati
at:
http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/16673
at:
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/8929

at: http://groups.yahoo.com/group/R-Mania/message/3256

at:
http://groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/165

Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono wrote:

Saya pengin tanya tentang MUKADIMAH "Komunikasi Empati
sebagai Payung dari Cabang Ilmu di dalam-nya", saya
kutip sebagian kecil:

" Masterpiece dari karya saya menurut karya saya
sendiri adalah bagaimana keberhasilan saya,
mentranformasi proses mengalami dan menghayati
pengalaman-pengalaman dalam petualangan-petualangan
yang saya alami menjadi basic sistem sederhana tetapi
bukan kacangan yang bisa dipahami, dijalani dalam
hidup siapa saja tanpa terkecuali "

Pertanyaan: apakah bisa komunikasi EMPATI diawali
dengan "saya", "saya", "saya" dan "saya"? Bukankah
Empati harus selalu dimulai dan dipenuhi dengan
kata-kata "engkau"? Para nabi-pun yang menjadi
junjungan umat, tidak pernah mengagungkan diri
sendiri.

SWS





Vincent Liong answer:

Dengan membaca email anda di atas, saya melihat bahwa
anda sudah mulai menemukan titik terang tentang
‘Kompatiologi’(Komunikasi Empati). Kompatiologi selalu
dimulai, berproses dan diakhiri di dalam “saya”,
berbeda dengan psikologi yang konteksnya adalah
Psikologi untuk anda.

Mengapa demikian? Dalam proses seseorang belajar
Kompatiologi seorang siswa melalui urutan proses
belajar sebagai berikut yang tidak bisa dibalik-balik:
1. Mempelalajari “saya”(diri sendiri). Seorang manusia
harus mengetahui data tentang dirinya dimana baik
pengukur maupun terukur adalah “saya”. Contoh: Tinggi
saya sekian sentimeter dan berat saya sekian kilogram.

2. Mempelajari standart variabel yang berlaku. Contoh:
tinggi badan dalam sentimeter, jarak dalam kilometer,
berat dalam kilogram, dlsb.
3. Mempelajari variasi titik referensi yang digunakan.
Contoh: 
- rasa, misalnya: rasa manis, rasa asin, rasa asam,
rasa pahit, rasa pedas. 
- element misalnya: air, api, udara, tanah.
4. Setelah menguasai no: 1, 2 & 3 baru individu
pengguna Kompatiologi belajar melakukan perbandingan
lalu disusul pengukuran antara data tentang “saya”,
dan data individu (benda hidup / mati) di luar saya.
Contoh: Tinggi badan saya sekian sentimeter. Tinggi
badan Istiani sekian jengkal lebih pendek dari saya.
Sekian jengkal sama dengan sekian sentimeter. Maka
tinggi badan Istiani sama dengan tinggi badan saya
dikurangi ‘sekian sentimeter’ (yang sama panjangnya
dengan sekian jengkal tsb).  

Maka dari itu dalam Kompatiologi yang terpenting
adalah "saya",
"saya", "saya" dan "saya".

Setiap orang yang belajar Kompatiologi selalu belajar
tentang "saya",
"saya", "saya" dan "saya". Setiap pendidik
Kompatiologi selalu berpegang pada aturan dasar bahwa:
si pendidik tidak mengukur muridnya, tetapi bertugas
membimbing muridnya untuk mampu secara detail mengukur
dirinya sendiri untuk ‘digunakan sendiri’ (bukan untuk
diberitahukan ke pihak luar) dalam memilih pilihannya
sendiri. Bilamana data tersebut diberitahukan oleh
siswa kepada ‘pihak di luar dirinya’ (manusia lain
termasuk termasuk pendidik), maka adalah hak murid
untuk memberikan data yang benar atau salah. Oleh
karena itu membentuk seorang pendidik Kompatiologi
tidaklah mudah karena orang tersebut harus bersikap
tidak ada judgement pribadi dan mampu mengamati dengan
benar ke-deitil-an  pemerosesan memori dalam diri si
siswa.

--------

Saya merasa perlu menjelaskan lebih jauh soal
Kompatiologi untuk “saya”(diri sendiri) dan Psikologi
untuk anda.  

Kelemahan dari Psikologi di Indonesia dan di Dunia
adalah: Psikologi tidak mendidik mahasiswanya untuk
mempelajari tentang “saya”(diri sendiri). Memang ada
di beberapa pertemuan kuliah dimana dosen psikologi
meminta mahasiswanya untuk mengisi suatu kuesioner
test psikologi dan di pertemuan selanjutnya memberikan
penilaian berdasarkan aturan yang diberlakukan; dalam
kasus ini si mahasiswa mengalami sebagai terukur dan
di kesempatan selanjutnya secara terpisah mengalami
sebagai pengukur, tetapi ketika berperan sebagai
pengukur pun mahasiswa terbatasi untuk hanya
menjalankan ritual pertukangan yang sifatnya
mencocokkan data saja, mahasiswa tidak menyadari
relevansi pengukuran dengan kepentingan “saya”(diri
sendiri) yang sifatnya makna dasar variabel dan
variasi titik referensi yang ada; Mahasiswa hanya
menjalankan tugas untuk mendapat nilai. Masalah ini
menjadi problem yang cukup fatal di mahasiswa dan
praktisi psikologi termasuk yang sudah lulus atau
bahkan praktek sebagai psikolog, tetapi tidak bisa
dicari jalan keluarnya karena terlanjur menggunakan
basic sistem tunggal yaitu stimulus dan respon dengan
dengan variasi titik referensi yang sifatnya dikotomi
right & guild feeling sejak awal proses pendidikan
hingga lulus dan berbaur dengan masyarakat umum. Bagi
penganut stimulus dan respon base, jati dirinya ada
bilamana ada stimulus atau respon baik dari dirinya ke
luar atau dari luar ke dalam dirinya; tanpa itu semua
maka hidup itu sendiri tidak memiliki arti. 

Kembali ke basic Kompatiologi adalah penguasaan
“saya”(diri sendiri), dimulai berproses dan diakhiri
di “saya”. Hubungan praktisi Kompatiologi sifatnya
independent satu dengan yang lain. Masing-masing
berpatokan pada ke-“saya”-an diri sendiri. Efeknya,
karena tidak terikat pada superego yang berlaku di
masyarakat, melainkan hanya pada pengukuran,
perhitungan dan penentuan pilihan yang subjective
sebagai terukur sekaligus pengukur; maka kondisi
terpenuhinya kebutuhan jauh lebih mudah dicapai. Hal
ini terjadi karena mampu menjabarkan ke-“saya”-an
secara mendetail untuk dirinya sendiri dan mampu
mengukur, berhitung dan menentukan pilihan demi
tercapainya kebutuhan tersebut. Jadi penganut
Kompatiologi tidak mudah terserang stress, tidak mudah
bunuh diri, tidak banyak menuntut sudah bisa hidup
bahagia, tidak mudah menjudgement orang lain, mampu
mengukur batasan kepentingan orang lain sehingga tidak
mudah merugikan orang lain kecuali dalam perhitunganya
memang secara sadar mengambil resiko melakukan hal
tsb. 

Penganut Kompatiologi juga mampu hidup dan survive
sendiri bahkan di tengah masyarakat yang memusuhinya
tanpa terkena streess. Sebagai contoh: Vincent Liong
sendiri bisa dengan santai masuk kuliah di fakultas
Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta, tetap fokus pada
pengembangan ilmupengetahuan Kompatiologi dan tidak
terganggu pada bias stimulus dan respon yang mayoritas
sebel sama Vincent Liong. Vincent Liong bahkan bisa
merekrut silent participant yang sewaktu-waktu bisa
berubah status menjadi active participant. 


ttd,
Vincent Liong 
Jakarta, Minggu, 30 Juli 2006



--------------------

I.K.L.A.N

Undangan Bergabung di maillist
[EMAIL PROTECTED]
[EMAIL PROTECTED] 


Netters,

Telah dibentuk milis baru dengan nama
[EMAIL PROTECTED]
[EMAIL PROTECTED] 
e-link:
<http://groups.google.com/group/komunikasi_empati/about>

<http://groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati>

Tujuan pembentukannya ialah sebagai wadah untuk
berdiskusi segala aspek yang berhubungan dengan
Komunikasi Empati. Kami yakin bahwa bidang
spesialisasi baru dalam Ilmu Komunikasi ini akan
menjadi ‘trend setter’ untuk masa-masa dekade yang
akan datang karena manusia pada dasarnya ingin
diperlakukan sebagai manusia dan bukan sebagai
pesakitan atau nomor belaka. Segala bidang ilmu
humaniora yang berhubungan dengan manusia akan
dipengaruhi oleh logika dan komunikasi empati ini.
Kami yakin benar akan hal itu.

Milis baru ini adalah milis yang serius dan mengundang
para pemerhati dan peminat yang serius pula untuk
bersama-sama mengamati, mempelajari, mencermati,
mengasuh serta mengembangkan bayi yang namanya
Komunikasi Empati ini. Walaupun milis ini bersifat
unmoderated dan terbuka untuk oublik namun hanya
tulisan-tulisan yang berhubungan dengan bidang
Komunikasi Empati yang akan ditayangkan. Tulisan yang
bersifat ‘out of context’ akan diabaikan. Hal ini
dimaklumkan di muka untuk mencegah salah pengertian
yang tidak perlu yang mungkin dapat timbul di kemudian
hari.

Terima kasih atas perhatian dan tanggapan positif
kawan-kawan. Selamat datang di rumah kita yang baru.

ttd,
Moderator,

Juswan Setyawan




Sekilas Sejarah Komunikasi Empati
 
Dua bulan yang lalu saya sama sekali tidak tahu menahu
seluk beluk apapun tentang Komunikasi Empati.
Segalanya dimulai setelah saya mengikuti Seminar
dengan Vincent Liong sebagai pembicara tunggal tetapi
yang dibantu oleh rekan setianya Leonardo Rimba
berjudul “Logika dan Komunikasi Empati”. Seminar
setengah hari itu diadakan di ruangan kuliah pasca
sarjana Universitas Sahid.
 
Konsep komunikasi saya tahu, Empati saya juga tahu.
Tetapi bila kedua kata itu disambung jadi satu maka
konsep saya mengenai hal baru itu ternyata belum ada.
Kemudian saya diajak – bahkan sedikit ditantang - oleh
Vincent Liong untuk menulis sesuatu tentang Komunikasi
Empati tersebut. Saya bingung juga harus mulai dari
mana dan membahas soal apa? Memori saya tentang
Komunikasi Empati masih vacum – kosong blong - dan
saya harus mulai mengerahkan segenap energi batin saya
untuk memulai proyek idealis ini.
 
Saya berdiskusi dengan Vincent tentang bagaimana harus
mulai. Saya terpikir akan Kitab Kejadian di mana
dikatakan “bumi belum berbentuk dan kosong: gelap
gulita menutupi samudera raya, dan roh Allah
melayang-layang di atas permukaan air...”
Dari situ saya menarik kesimpulan bahwa segala sesuatu
apapun rupanya dimulai dari “kekosongan” yang tanpa
bentuk dan tanpa wujud dan yang chaos. “In principium
erat verbum...” Pada mulanya adalah kata-kata... atau
logos. Semuanya masih gelap gulita artinya tidak ada
petunjuk apapun, tidak ada titik terang sedikitpun
yang dapat dijadikan pedoman. Kegelapan itu sifatnya
tak terbatas, ibaratnya samudera raya yang entah di
mana ujung pesisirnya karena tidak tampak dalam
kegelapan itu. Roh Allah melayang-layang di atas
permukaan air...  yang melayang-layang itu tentunya
adalah “elemen angin”. Anginlah yang akan membawa
kata-kata seperti angin pula yang menerbangkan
daun-daun ke mana-mana.  Maka dari itu kami sepakat
bahwa Komunikasi Empati harus dimulai dengan
menorehkan kata-kata pada Kitab Angin.  Tidak mungkin
kami mulai dengan Kitab Tanah seperti ilmu-ilmu yang
sudah mapan - berikut institusi-institusinya yang
sudah mengkristal dan tidak sedikit yang sudah membatu
bahkan merapuh seperti bangunan kuno; ilmu yang sudah
memiliki fundamen yang kokoh bagi sosok bangunannya
dan bagi perluasan ruangan-ruangannya.
 
Secara berkala kami terus berkomunikasi dan
berdiskusi. Begitu ada ide langsung ditangkap dan
dituangkan dalam tulisan dan dikirimkan ke milis.
Kadang-kadang dalam satu hari dapat ditulis lebih dari
satu artikel sesuai dengan deras lambatnya arus
inspirasi yang masuk. Maka dari itu tulisan-tulisan
tersebut tidak menunjukkan adanya sekuens yang pasti.
Kadang-kadang timbul ide tentang empati dan di lain
waktu tentang dekonstruksi dan sebagainya. Perhatikan
saja tanggal yang tertulis di bawah setiap posting
yang tidak urut dengan sistematika pasal-pasalnya. Ada
tulisan yang sangat belakangan tetapi “terpaksa”
diposisikan pada bagian awal buku tersebut.  Maka
terjadilah semacam “growing e-book’ yang setiap saat
muncul ranting yang baru pada pokoknya entah di
sebelah sisi yang menghadap ke mana.
 
Namun, akhirnya kami merasa apa yang tertulis sudahlah
cukup. Elaborasinya akan dilanjutkan dalam Kitab Tanah
yang lebih berbobot, medalam dan dilengkapi
kepustakaan yang dapat dipertanggungjawabkan. Lain
halnya dengan Kitab Angin yang berfungsi sebagai semi
entertaining sehingga ditulis secara naratif dalam
bahasa pop. Sementara itu Kitab Api juga sedang
ditulis. Artikel-asrtikelnya bersifat panas membakar.
Melakukan bermacam-macam dekonstruksi. Baik tentang
institusi dan fungsi ilmu psikologi, termasuk perilaku
pakarnya; tentang Oedipus Complex; tentang post-V;
tentang legenda dan mithos Nabi Musa;  terakhir baru
sampai V-Abject...
 
Sesuatu yang terasa sangat ketinggalan ialah Kitab
Air.  Tetapi kita semua sama-sama dapat memakluminya.
Memang sudah sifat “elemen air” untuk “menunggu dengan
sabar” sampai saat yang tepat untuk menimbulkan
“gelombang tsunami” atau “banjir bandang”.
 
Jakarta, 28 Juni 2006.
Mang Iyus


Silahkan bergaung juga pada beberapa maillist kami
yang lain diantaranya:
* [EMAIL PROTECTED], 
http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/join 
[EMAIL PROTECTED], 
* [EMAIL PROTECTED], 
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/join
 


Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com 


posting : psikologi_net@yahoogroups.com
berhenti menerima email : [EMAIL PROTECTED]
ingin menerima email kembali : [EMAIL PROTECTED]
keluar dari milis : [EMAIL PROTECTED]
----------------------------------------
sharing artikel - kamus - web links-downloads, silakan bergabung di 
http://psikologi.net
---------------------------------------- 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke